Wanita itu tersentak ketika menemukan dirinya berada di pelukan seseorang ketika membuka mata. Ditambah lagi, wajahnya tenggelam pada dada bidang seorang pria secara langsung. Beberapa permukaan kulitnya bisa merasakan kehangatan yang tersalur.
Pipinya terasa panas dan berubah merah ketika mengingat apa yang terjadi padanya semalam. Setelah ia pergi dan mendapatkan beberapa luka lecet karena ceroboh, Woozi tak melepaskannya barang sedetik saja. Woozi menemaninya makan, mengikutinya ke mana pun ia pergi, lalu mengurung dirinya bersama dengan Woozi di dalam kamar. Pria itu tak banyak berucap ... hanya menatapnya dalam-dalam meski wajahnya tetap datar lalu memeluknya sampai tertidur. Dan karena udara di malam hari tiba-tiba berubah panas, Woozi melepaskan pakaian atasnya begitu saja tanpa memikirkan perasaan wanita itu.
Hey! Woozi membuat jantungnya hampir saja meledak!
Untungnya, wanita itu bisa mengontrol diri dan membawa dirinya tidur dengan lelap dalam pelukan Woozi. Ia bahkan tidak menyadari bahwa semalaman penuh Woozi tak henti menatapnya dengan tatapan penuh kekhawatiran.
Embusan napas yang teratur mengenai puncak kepala wanita itu, membuatnya sadar bahwa saat ini Woozi tengah tertidur dengan pulas. Meski ia begitu malu dan ingin lepas dari pelukan Woozi sebelum pria itu terbangun, ia enggan untuk bergerak. Ia tak ingin mengganggu tidurnya yang lelap. Jadi, ia berusaha menikmati pelukan itu. Ia berusaha menyamankan dirinya agar Woozi juga tak merasa terganggu.
Baru saja hendak terlelap lagi, suara ketukan pintu menginterupsinya. Ia agak menjauhkan kepalanya dari Woozi dan menoleh ke arah pintu. Tetapi, sebelum ia bereaksi lebih lanjut, Woozi sudah lebih dulu bangun. Ia melonggarkan pelukan itu dan menolehkan kepalanya ke arah pintu.
"Tunggu saja di bawah!" serunya. Setelah itu, suara langkah kaki yang menjauh terdengar.
Wanita itu mendongak, menatap Woozi yang kini tengah menunduk menatapnya. Pria itu tersenyum tipis. Benar-benar tipis sampai wanita itu tak begitu yakin bahwa Woozi tengah tersenyum padanya.
"Ada apa?" Wanita itu akhirnya membuka suara. Tapi, Woozi hanya menatapnya. Tangannya bergerak menyingkirkan beberapa anak rambut yang menutupi wajahnya.
"Tidak," jawab Woozi kemudian. Pria itu kemudian menyingkir. "Sana, mandi dan bersiaplah. Aku akan menunggumu di sini."
"Hah?" Wanita itu mengerjap pelan. Bingung kenapa Woozi menunggunya di kamar sementara ia mandi. Bukankah biasanya ia akan pergi lebih dulu?
"Kau mau aku tunggu di sini atau di kamar mandi?" tanya Woozi setengah jengkel karena wanita itu tak kunjung menurutinya. Dan pertanyaan itu ampuh. Han (y/n) segera beringsut turun dari ranjang dan setengah berlari menuju kamar mandi.
Woozi beranjak untuk duduk. Ia sengaja belum turun dari ranjang. Ia melipat tangannya di depan dada dan menatap pintu kamar mandi dengan serius. Sesuatu yang menarik akan segera terjadi, begitu pikirnya.
Dan benar ... Han (y/n) keluar dari kamar mandi hanya dalam hitungan detik. Dengan wajah memerah, wanita itu melangkah menuju lemari. Ia mati-matian menghindari tatapan Woozi. Tanpa banyak memilih, ia mengambil pakaiannya dan kembali ke kamar mandi dengan cepat.
Melihat wanitanya salah tingkah, Woozi terkekeh geli. Fakta baru yang ia temukan di pagi ini. Han (y/n) bisa menjadi sangat ceroboh ketika ia salah tingkah. Sambil menunggu, ia memakai pakaian atasnya. Ia melirik ke sekitar, memperhatikan seisi kamar yang rapih.
Matanya menemukan sebuah amplop tergeletak di dekat nakas—setelah ia lempar begitu saja. Ia kemudian beringsut turun dari ranjang dan mengambil surat itu. Ia membuka amplopnya. Kali ini, aura hitam tak keluar dari sana. Suratnya tak terlalu terasa kelam seperti kemarin meski masih tak nyaman untuk disentuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life of a Lonely Demon [Seventeen Imagine Series]
FantasyHighest rank - #311 on Fantasi 200224 "Dengan darahku, aku membangkitkanmu dari kematian yang keji. Balaskan dendammu dan tinggallah di sisiku selamanya... atau aku yang akan kembali menjadi abu." Kalimat itu terdengar bak sebuah sihir. Kalimat pert...