2

3.7K 539 107
                                    



"Selamat pagi!"

(y/n) terperanjat dan melompat ke sudut tempat tidurnya begitu mendapati seorang pria melayang dengan posisi tengkurap sekitar setengah meter di atasnya ketika pertama kali membuka mata. Ia cukup sigap untuk menahan jeritan. Tetapi ia tak bisa menyembunyikan keterkejutan dan juga kecemasannya.

Lagipula, siapa yang tidak terkejut jika menemukan hal tak masuk akal ketika terbangun dari tidur? Mana bisa seorang manusia melayang di udara dengan santai?

Ahh... benar. Bahkan kini ia hidup di tempat yang tak masuk akal. Mengalami kehidupan kedua setelah sebelumnya mati dan hidup di sebuah kastil dikelilingi para demon yang sampai saat ini tak ia mengerti makhluk seperti apa mereka. Semua hal yang tak masuk akal jadi hal yang nyata sekarang. Tetapi, tetap saja... wanita itu tidak siap menerima fakta bahkan setelah mulai terbiasa dengan beberapa kejutan.

Sehari sebelumnya, ia melihat Jeonghan mengeluarkan api dari tangannya di depan sebuah tungku perapian. Hari sebelumnya lagi, ia melihat Woozi menghilang di depan matanya seperti menembus sebuah tembok. Ia bahkan melihat Joshua menjatuhkan sebuah apel merah dari pohon di halaman belakang hanya dengan sebuah jentikan jari. Apa lagi yang bisa lebih mengejutkan dari itu?


"Ohh... Maaf, apa kau terkejut?"

Wanita itu memutar bola mata. Bukan jengah, hanya mencoba menenangkan diri dan mengatur napas. Ia kemudian berkata, "Untuk terbang di atasku dengan wajah manis, tentu saja. Sangat mengejutkan."

"Aku berjanji takkan mengulangnya lagi," sahut pria itu lalu bergerak seperti melompat dari atas tempat tidur dan mendarat mulus dengan senyuman tipis. "Aku hanya berniat memberitahumu kalau sarapan sudah siap. Sebaiknya kau bergegas karena Woozi takkan suka melihat tawanannya terlambat makan."

"Kemarin kau bilang aku malaikat Woozi dan sekarang kau bilang aku tawanan."

"Setelah kupikir-pikir, kami demon, tidak butuh malaikat. Dan kau pasti terkekang di sini. Seperti seorang tawanan," sahutnya polos.

"Terima kasih, Joshua. Kau yang paling mengerti keadaanku," ujarnya lalu beringsut turun dari ranjang. Ia melirik Joshua setelah mengambil mantelnya. "Woozi... apa dia ada di sini?"

"Di ruangannya, kurasa," jawab Joshua, "kau mengkhawatirkannya?"

Wanita itu menggeleng. "Tidak, hanya saja dia sudah tiga hari tidak menunjukan batang hidungnya padaku. Bahkan menghilang ketika aku melihatnya."

"Apa sesuatu terjadi pada kalian sebelumnya?"

Ya, dia menantangku untuk jatuh cinta padamu setelah menciumku. "Kurasa tidak."

Ia tidak ingin berbohong. Apalagi pada Joshua, satu-satunya penghuni kastil yang ramah dan mau membebaskan wanita itu dari rasa kesepian. Tapi, mengatakan yang sesungguhnya juga bukan hal bagus. Itu memalukan. Apalagi ia membawa-bawa nama Joshua hanya untuk memancing Woozi.

"Ohh..." Joshua mengangguk. "Kalau begitu, ayo pergi!"

Ia mengangguk dan tersenyum pada Joshua tepat sebelum pria itu berbalik. Wanita itu melangkah cepat, berusaha mengikuti langkah Joshua yang cukup lebar. Keduanya memasuki sebuah aula dengan meja panjang berujung melingkar di tengah ruangan. Kursi-kursi kayu berjajar di sekelilingnya. Sebuah karpet merah membentang di bawah meja. Di atas meja terdapat tiga buah lilin bercabang tiga yang apinya menyala meski di pagi hari. Di atasnya, tepat di tengah-tengah ruangan, terdapat sebuah lampu gantung klasik yang terbuat dari kaca dengan gantungan berlapis emas. Tampak seperti ruang makan mewah meski sebenarnya, ruangan itu bukan digunakan sebagai ruang makan selain pada waktu tertentu.

Life of a Lonely Demon [Seventeen Imagine Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang