"Habis dari mana mas? Kok lama banget?" Tanya wanita paruh baya itu. Mengelus puncak kepala sang anak sulung yang sudah lama tidak ia jumpai. Hanya bisa ia tengok via video call.
"Habis dari studio, ma. Kumpul sama anak enam hari, sama EsKa juga." Jawab pemuda itu.
"Terus tadi mas Satria pulangnya sama siapa? Kan tadi dijemput sama adek."
"Bareng sama Brian. Tadi dia kebetulan habis meeting di kota sebelah, bawa mobil. Daripada Satria telepon Yossa, nanti marah marah soalnya lagi period juga si adek."
Uughhhh!! Kakak cowok paling pengertian.
"Oalah, makane kok ket mang lambene njontor ae, lagek period dadakno..." Logat Jawa sang ibu dari Satria dan Azree itu kembali muncul.
[Oalah, makanya kok dari tadi mulutnya Jontor aja, lagi period ternyata]
Satria tertawa. "Wes gulung gulung ndek kasur paling ma. Adus banyu moto soal e gak kuat weteng e nyeri."
[Udah gulung-gulung di kasur mungkin ma. Mandi air mata soalnya nggak kuat perutnya nyeri]
"Yaudah, nanti mama bikinin teh anget kamu bawa ke kamarnya Rere."
Satria cuma iya aja abistu dia ndelosor di depan tv. Milih mindahin channel soalnya tadi sama mamanya dibuat nonton sinetron. Sampe rasanya Satria jarang mentelengi tv, saking sibuknya sama mahasiswa.
Sampe akhirnya mamanya manggil dia ke dapur buat nganterin teh anget buat si Azree yang emang nyatanya lagi gulung-gulung di kasur saking nggak kuatnya sama nyeri waktu haid.
Satria waktu ngeliatnya pengen ketawa tapi juga kasian. Ntar kalo ketawa dia kena amukan badak betina kan gawat. Bisa auto kelempar sampe Jogja lagi dia.
...
"Thanks for today. Take your rest time." Pria berjas hitam itu berdiri dan membenahi jasnya sebelum akhirnya keluar dari ruang meeting, disusul dengan sang asisten.
Pria itu berjalan menuju lift. Jemari panjangnya menekan lantai 24, lantai para petinggi perusahaan, kecuali direktur. Kalau direktur di lantai 25.
Pria itu nampak kusut siang ini. Wajahnya nampak lelah, ditambah penampilannya yang sudah tidak karuan. Dasinya sudah tidak lagi benar. Tangannya sudah gatal ingin melepas dasi, namun ia masih menjaga image.
"Sampai nanti siang tolong kosongkan jadwal saya. Saya mau istirahat dulu. Otak saya sudah tidak kuat lagi diajak kompromi. Saya nggak mau tau, pokoknya kosong sampai nanti malam." Kata pria itu.
"Iya pak. Nanti saya kosongkan jadwal bapak seharian." Jawab sang asisten yang kemudian berhenti di depan sebuah pintu dan membukakannya untuk pria berjas tadi.
"Oh iya, saya nih lagi pusing. Kalau kamu berbaik hati beliin saya makan dong. Kalau ada klien yang mau ketemu sama saya, jangan di accept hari ini. Buat schedule sama si klien. Saya gumoh lama-lama."
Nada sang boss terdengar frustasi. Disambut kekehan dari sang asisten. Kemudian sang asisten menjawab "Iya pak... Nanti saya bakal atur semuanya."
"Beliin saya makanan. Junk food kalo bisa. Tapi kamu inget kan saya nggak bisa makan apa aja?"
Sang asisten itu juga kembali terkekeh. "Iyaa Pak, saya masih inget."
Si pria jangkung mengangguk, kemudian melangkahkan kakinya kedalam ruangannya. Kemudian wanita berambut pirang yang menjabat sebagai asisten wakil direktur itu kembali menuju tempat duduknya dan mulai mengerjakan apa yang dititahkan oleh atasannya.
Sementara di dalam ruangan, pria berjas itu sudah menanggalkan jasnya. Melepas dasinya dan membuka 2 kancing teratas kemejanya. Rambutnya yang tadinya nampak rapi sudah jauh dari kata rapi.
Ia menghela nafasnya. Membuka ponselnya. Ketika ia hendak menggeser layar untuk membuka kunci, ia terdiam. Kemudian tersenyum.

"Tumben kembaran pake sweater. Padahal nggak janjian." Celetuk gadis itu menatap laki-laki di depannya yang mengenakan sweater warna abu itu.
Gadis itu tersenyum ketika sang lawan bicara hanya tersenyum. Senyum yang akan dirindukan gadis itu. Senyum laki-laki itu sangat manis. Lengkap dengan kacamata yang selalu menjadi ikon style laki-laki di depannya ini.
"Kamu nggak mau foto gitu? Ntar aku kangen gimana?" Gadis itu memberengut.
Laki-laki itu tertawa. "Kan kalo kangen bisa lewat vidcall, kenapa harus bingung?"
Gadis yang tampak mungil itu masih memberengut tak mau menatap lawan bicaranya.
"Yaudah. Pacaran aja sana kamu sama dokumen sialan."
Laki-laki itu menjitak jidat gadis yang memakai sweater merah itu. Disambut gerutuan sembari mengusap usap bekas jitakan dari si jangkung.
"Ish! Kamu tuh, mau flight malah ngejahatin pacar sendiri! Udah nggak mau foto pula. Liat aja ntar waktu sampe di Australia siapa yang telepon duluan. Awas aja,"
Si jangkung itu tertawa. "Iya, iya ayo foto. Tapi aku nggak mau keliatan wajahku, ya."
Gadis itu melompat. Berseru girang, akhirnya bujukannya berhasil. Kemudian ia mengeluarkan ponselnya dan mengarahkan kameranya kearah kaca yang berada dekat dengan mereka.
Cekrek!!
"Lucu ih, jadinya." Kata gadis itu berbinar menatap si lawan bicara.
"Iya lucu." Tangan lelaki itu terangkat mengusap puncak kepala gadis di depannya dengan gemas.
"Tungguin aku ya, Re... Aku nggak lama kok. Sampai saham perusahaan naik, aku bakal pulang ke Indonesia lagi."
Kemudian mata gadis itu mendadak berkaca-kaca. Menerjang tubuh lelaki di depannya yang lebih tinggi darinya. Menenggelamkan wajahnya di dada lelaki itu.
"Aku nggak mau ldr sama kamu, Jae." Lirih gadis itu terisak.
Jae tersenyum. Ia juga tidak ingin menjalani fase menyiksa ini. Namun karena ia anak sulung dan sang papa membutuhkannya untuk menghandle perusahaan yang berada di Australia, Jae mau menolak dengan cara apa lagi? Ia tidak tega melihat Azree harus menangis karena sebentar lagi ia akan berangkat menuju benua sebrang.
"Iyaa nggak papa kok, nggak papa. Doain aja aku ngurusnya lancar, ntar cepet pulang kok." Jawab Jae menghibur Azree sembari mengusap punggung gadis mungil di dalam pelukannya itu.
"Nggak, aku benci kamu bilang janji." Gertak gadis itu dengan terisak, mengundang tawa manis Jae.
"Iya, aku emang nggak bisa janji. Tapi aku minta maaf ya, kalau nanti waktu ldr bikin kamu nangis. Aku disana juga bakalan sibuk, kamu pasti disini juga bakalan sibuk ngurus sekolahan. Terus perbedaan waktu Indonesia sama Australia juga nggak dekat, jangan mikir aneh-aneh oke? Aku disana kerja, bukan clubbing atau kelakuan bejat lainnya. Remember? Trust me and i trust you."
Azree masih terisak.
"Duh, kangen. Padahal tadi baru aja teleponan sama si bocil." Gumamnya. "Lek ngene cara ne piye jal aku atene mbalik nang Indonesia??"
[Kalau gini caranya, gimana aku mau balik ke Indonesia?]
Ia mengusap kasar wajahnya. Sumpah, demi apapun, ini pekerjaan paling bikin Jae rasanya pengen mati. Tapi nasib perusahaan keluarga ada di tangan dia.
Tiba-tiba ponselnya berdering sejenak. Pesan masuk.
Bocil Beda Benua
Jaeee... Kamu kalo kerja tuh yang bener
Ntar kamu dimarahin sama om Bayu mau kamu?
Aku tuh kangen kamu, makanya kerja yang bener biar aku bisa ketemu kamu lagiHey, ini Azree kan?? Yang bar-bar kayak Haris sama aji?
Iya, Jae, ini Azree. Pacar bocil yang ada di Indonesia sana. Yang nahan rindu berat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Her ; Stray Kids Lokal
FanfictionThis about that young girl. Over there. The girl who wear a black hoodie. A girl who draws Kirino's attention and is attracted to Bayu. Kirino yang akhirnya membiarkan Azree memilih sesuai hatinya. Kirino tidak keberatan. Selama Azree bahagia, bukan...