"Mas kapan balik Jogja?" Tanya Azree saat menikmati sarapan paginya bersama dengan sang mama. Lalu kemana perginya kepala keluarga mereka? Jawabannya, pergi bertugas di luar Jawa, di tambang minyak.
"Masih seminggu lagi. Mas ambil cutinya agak panjang, soalnya masih pengen kangen-kangenan sama enam hari." Jawab Satria meneguk kopi paginya --kebiasaan keluarga mereka setiap paginya.
"Emangnya kamu mau ambil job dalam waktu dekat mas? Sama enam hari." Tanya sang ibu.
Satria menggeleng.
"Nggak akan ada ceritanya enam hari perform cuma berempat ma. Satria nggak nyaman."
Azree terdiam mendengarnya. Hatinya berdenyut sakit seolah Satria secara retoris menyeretnya kedalam kubangan kalimat Satria untuk membalas pertanyaan sang ibu. Azree tidak mengerti apakah memang kalimat itu meluncur begitu saja air atau memang sengaja diluncurkan.
"Ooh... Iya, mama baru inget. Kan kata kamu Jae di luar negri ya, ngurus perusahaan ayahnya?"
Azree hanya terdiam dan tersenyum miris. Ia ingin segera keluar dari lingkaran pembicaraan kali ini. Sebelum ia sendiri harus merasa terkoyak karena pembicaraan yang cukup sensitif mengingat ia sudah beberapa hari ini ragu dengan perasaannya kepada Jae.
"Iya. Baru balik sampai saham perusahaan naik sesuai yang di inginkan sama Om Bayuaji." Jawab Satria masih tidak menyadari jika sang adik sudah menyiratkan ekspresi sendu disana.
Bodoh banget sih, kontennya mengandung bawang, gue benci. Azree sudah meyumpah serapahi orang yang bernama tengah Adhi Aldebaran itu. Dosen muda yang juga kakaknya itu sekarang sudah menghancurkan mood paginya.
"Terus kalau gitu ceritanya, kapan--!?"
"Rere selesai. Mau bikin kopi." Sahut Azree memotong pembicaraan satria dan sang mama.
Baik Satria dan sang ibu terkejut melihat tiba-tiba Azree berdiri dan berlalu begitu saja. Sang ibu berkata, memang sudah biasa jika hal itu terjadi di saat awal menstruasi. Kata ibu dua anak itu, Azree memang tipe orang yang moodnya diterjang badai besar saat berada dalam periodnya.
Awalnya Satria tidak menyadari. Hingga instingnya seketika berkata, bahwa ia baru saja melakukan kebodohan. Dimana topik yang baru saja dibahasnya bersama sang ibu sangatlah sensitif di telinga Azree.
Bodoh sekali dia. Jika akal cerdasnya bisa meraih gelarnya saat ini, maka tidak untuk menyembuhkan mood sang adik yang bahkan sudah sangat satria hafal bagaimana bentuknya saat ini.
Satria benar-benar menjatuhkannya bagai benda tak bernyawa dan tak berguna yang sudah kehilangan pemilik.
Hancur lebur begitu benda itu menyentuh dasar paling bawah, titik dimana ia akan diam tidak melakukan apa-apa karena sudah terlalu lelah.
...
Azree masih terdiam. Dia masih menggenggam segelas kopinya sembari memandang taman yang ada di depannya. Ia tak menggubris keberadaan Satria disana karena pria itu tengah berbicara dengan salah satu mahasiswanya yang memilih asistensi soal skripsi melalui Skype.
Gadis itu meneguk kopi itu hingga kemudian berbaring di dekat Satria yang masih mengoreksi proposal skripsi milik salah satu mahasiswa bimbingannya.
Ngomong-ngomong dosen muda itu sudah minta maaf dengan Azree soal pembicaraan tadi pagi di meja makan. Azree hanya diam sebelum akhirnya dengan senang hati memaafkan sang kakak dengan embel-embel menemani sang kakak memborong jajan di mall alias traktiran.
"Nanti saya kabari lagi setelah saya koreksi proposal kamu. Kirim data lengkapnya sesuai dengan yang saya minta. Kalau sekiranya saya acc, kembali asistensi dengan saya 2 Minggu lagi." Tegas Satria menutup salah satu word berupa data proposal milik mahasiswa lain yang sempat asistensi melalui Skype dengannya kemarin malam.
"Iya, pak. Semoga saja segera bapak ACC."
"Kalau masih ada revisi, segera kumpulkan ke saya 1 minggu lagi." Balas Satria mengangguk.
"Iya, pak satria. Terima kasih banyak, maaf menganggu waktu bapak."
Kemudian sambungan diputus secara sepihak oleh Satria. Pria itu menghembuskan nafasnya dengan lelah. Kemudian tangannya bergerak di atas touch pad laptopnya. Membuka data proposal skripsi yang baru saja masuk.
"Mas, ternyata killer ya." Celetuk Azree tiba-tiba sembari menaruh kepalanya di atas paha sang kakak.
Satria hanya terdiam. Memasang ekspresi, dari mana sang adik bisa berpikir jika dirinya killer?
"Masa revisi proposal skripsi seminggu doang? Lanjut bab selanjutnya juga cuma 2 minggu." Komentar sang adik membuat Satria tertawa.
"Mas kayak gitu biar mereka cepet selesai sama skripsi. Itu juga demi kebaikan mereka. Mau nggak mau, mereka ya harus cekatan kalau ngerjain skripsi, apalagi dospemnya mas sendiri. Biar cepet lulus. Nggak perlu jadi mahasiswa tua."
"Ya nggak gitu dong mas, kasian mas-mas sama mbak-mbak nya nanti. Mas mau bikin anak orang stress?" Tanya Azree menggebu-gebu.
Satria tertawa mengelus kepala sang adik yang berbaring di atas pahanya. "Ya itu sih terserah mereka, apa salahnya mas kasih mereka deadline?"
"Ya... Enggak sih..." Akhirnya Azree memilih mengakhiri debatnya dengan sang kakak sebelum akhirnya ia mendapat panggilan masuk di handphonenya.
Nama Setund D-fest terpapar jelas membuat Satria menggelengkan kepala. Ada ada saja anak ini jika memberi nama kontak.
"Halo, naon Fi kok telepon?"
"..."
"Harus banget hari ini?" Gadis itu seketika beranjak duduk. Menghadap sang kakak dengan tatapan bingung.
"..."
"Sekarang?" Azree menjauhkan ponselnya sejenak untuk menengok pukul berapa sekarang. Kemudian kembali menempelkannya di telinga. "Jam 9.30?"
"..."
"Isshhh... Titip dulu nah..." Nampaknya gadis ini tengah bernegosiasi. Bahu gadis itu saja nampak melorot. Kemudian dengan malas ia menjawab, "Ya udah iya iya iya. Iya gue kesana sekarang."
Setelah itu ia menutup teleponnya dengan kesal. Kemudian bergelayut manja di lengan satria.
"Maaassss.... Temenin aku kesekolah dong ambil seragam D-fest." Kata gadis itu merayu sang kakak. Padahal sudah terlihat jelas pria di depannya ini sibuk membaca proposal milik mahasiswanya.
"Nggak ah, mas mau ngoreksi ini." Tolak satria ogah-ogahan.
"Issshhh ayooooo katanya tadi minta temenin jajan di mall, gimana sih. Klo gak jadi yaudah." Gadis itu menilapkan kedua tangannya di depan dada. Bibirnya manyun.
"Iya iya, ganti sana. Mas panasin motor kamu dulu, kuncinya mana?" Tangan pria berusia kepala dua itu menengadah kearah sang adik meminta kunci motor milik yang lebih muda.
Yang lebih muda bersorak kemudian beranjak mengambil kunci motor seperti apa yang diminta satria. Pria itu tersenyum melihat bagaimana kelakuan sang adik.
"Harusnya dia bisa sebahagia ini sama Jae, tapi kenapa gue harus ragu sama temen deket gue sendiri?" Lirihnya.
.
.
.TBC
Maaf ya bikinnya pendek, maaf juga yang udah nunggu buku ini update 🙏
Ini aku bela-belain nulis biar idenya bisa tetep jalan, jadi maaf klo di chapter ini kesannya maksa banget.
VOTE COMMENT JANGAN LUPA🥰
STAY SAFE Y'ALL... WUV YAA💖💖💖
KAMU SEDANG MEMBACA
Her ; Stray Kids Lokal
FanficThis about that young girl. Over there. The girl who wear a black hoodie. A girl who draws Kirino's attention and is attracted to Bayu. Kirino yang akhirnya membiarkan Azree memilih sesuai hatinya. Kirino tidak keberatan. Selama Azree bahagia, bukan...