bayangan dan seseorang

125 39 23
                                    

"Tak ada yang bernama Bareth di antara kami"

Benarkah itu ?

Lalu siapa yang selama ini...

aku mengingat kembali masa-masa itu, disaat ayah pertama kali mengenalkan Bareth padaku, saat ayah dan Bareth saling bergurau, bermain catur dan saling membantu mengurus kebun bunga.

Apakah semua itu hanya bohongan ?! Aku menarik tanganku keras-keras "dengar Laras, aku tak suka di permainkan seperti ini !", teriak-ku sambil berlalu.

----------

Aku berdiri di depan cermin, mengamati diriku sendiri yang tengah mengenakan piyama putih telur kesukaanku.

Lihatlah bukankah diriku terlalu mempesona untuk lelaki biasa ?

Perlu diketahui, aku terlahir memiliki wajah yang cantik, bentuk badan yang ideal dan tinggi badan yang pas.

Aku bergegas tidur, mematikan lampu dan berharap mendapat mimpi indah di antara lelapku, yah... Cuma sekedar harapan, nyatanya aku tak terlelap sama sekali hingga menjelang pagi.

Aku mulai terlelap tepat saat jarum pendek berada di antara angka 4 dan 5.

Dok ! Dok ! Dok !

Aku mengerjapkan mataku uh... Aku mengeluh panjang, meringkukkan tubuhku di bawah selimut tebal.

Dok ! Dok ! Dok !

Aku mendengus kesal Argh... Aku mulai jengkel dengan suara ini.

Dok ! Dok !

Aku bangkit dari ranjangku sambil menghentakkan kaki, aku berjalan menuju jendela.

Siapa yang menggedor jendela sepagi ini ?

Dengan cepat kusibakkan tirai abu-abu bermotif mawar merah.

sraak !

"Silau" lirihku sambil menutup mata dengan kedua telapak tangan ku, aku menyipitkan mata mendapati seorang pemuda berdiri tegap tepat di depan jendelaku, mengenakan kaos putih dengan hoodie, samar-samar kulihat separuh wajahnya "Ba-Bareth?!".

Mungkin ia tak mendengarku, ia malah menunjuk ke arah belakangnya dengan ibu jarinya. Aku dapat melihatnya, Tuan Beto ? Guru privatku, ia berdiri agak jauh berdekatan dengan kumpulan pohon pinus, mengingatkanku bahwa hari ini aku ada kelas dengannya, dengan cepat aku pergi ke kamar mandi tanpa memperdulikan Bareth.

----------

"Jadi, Apa masalahmu kali ini ?", tanya Tuan Beto di akhir pertemuan "susah tidur." jawabku malas. Ekspresi tuan Beto membuatku semakin malas, ia bertingkah 'sok cool dengan kaca mata bulat, tubuhnya yang gemuk dan kepala yang hampir botak. Ia menghela nafas panjang lalu segera mengakhiri pertemuan hari ini.

Aku merebahkan diri di sofa ruang tengah berhadapan dengan tangga utama lantai atas.

huft... Rasanya lelah sekali kurenggangkan otot-ototku kantuk telah menyelimutiku, mataku mulai terpejam perlahan, kurasakan tubuhku makin hangat dan nyaman.

Entah berapa lama aku tidur, sayup-sayup dapat kudengar suara kicauan burung semakin lama semakin jelas, tapi... Bukankah aku di ruang tengah ? Mana mungkin suara suara burung bisa terdengar sampai kesini ?

Aku bergegas bangun

ini... Kamarku ?!

Aku berlari menuju jendela kamar, kusibakkan tirai perlahan.

Silau jam berapa ini ?

Dan lagi, Bareth berada tak jauh dari kamarku, ia berdiri tepat di antara bunga bungenvil ungu dan mawar merah, dengan segerombolan burung pipit yang terbang mengitarinya beberapa ada yang hinggap di pundaknya, untuk sesaat aku terkesan denganya.

"Siapa itu manisku ?", aku membulatkan mata penuh.

suara ini...

"Nenek ?!", kagetku, sejak kapan beliau ada di kamarku ? "Kau mengenalnya ?", tanya nenekku acuh "itu Bareth, nek", jawabku lelah, entah sudah berapa kali aku menjawab pertanyaan yang sama dari nenek "mengapa ia terlihat resah ?". Aku tak paham dengan yang di katakan nenek, resah ? Aku bahkan tak pernah tahu apa yang dirasakan Bareth, untuk apa juga aku perduli.

"Kalung yang indah", Deg ! Kalung ? Apa yang nenek maksud ? Aku meraba sekitar leherku, kurasakan rantai-rantai kecil yang melingkari leher jenjangku. Liontin ?! Sebuah liontin berbentuk oval dengan ukiran bunga tulip , sama dengan cermin raksasa di gudang belakang.

Aku membuka liontin itu perlahan, "cermin", pekikku tertahan, cermin mini dalam wujud liontin tepatnya. Tapi yang membuatku kaget adalah...

TAK ADA BAYANGANKU DISANA.

"Manisku... Ayo kita kesana", aku hampir tak mendengar ajakan nenekku"manisku, kenapa kamu begitu bingung ?", aku kesulitan bicara. Bingung dan kaget, aku menoleh ke kanan perlahan, di sana ada cermin riasku, cermin berbentuk persegi setinggi 2 meter dengan lebar 3 meter, hanya ada bayangan nenekku di sana serta ranjang dan lemari besarku.

Dimana bayanganku ?

"Ada apa manisku ?", tanya nenek sambil menggenggam tanganku erat, seolah tak ingin melepasnya "kamu masih tetap mempesona dengan piyamamu", ujarnya sambil memandang lurus ke arah cermin

tu-tunggu !

Nenek bisa melihat bayanganku dan aku mengenakan piyama ?

"Manisku, ayo !", aku menggelengkan kepala mencoba mengusir pemikiran-pemikiran kolotku, kudorong kursi roda nenek menuju gudang belakang. Ini pasti cuma halusinasi, soal bayanganku yang hilang. Dan piyama ini, seseorang pasti menggantinya saat memindahkanku, tapi siapa ?

Aku berjalan pelan saat melintasi kebun bunga "manisku, bisa kita berhenti sejenak ?". Walau ragu, aku tetap menghentikan langkahku tepat 9 kaki dari Bareth yang tengah sibuk dengan bunga dan para burung "ada apa ?", tanyaku penasaran "aroma musim gugur", jawabnya sambil menghirup nafas dalam-dalam.

Aku mengernyitkan dahi, aku tak mencium apapun, hanya wangi bunga yang mulai pudar "siapa itu manisku ?", aku menghela nafas panjang "Bareth", jawabku malas.

Bareth tiba-tiba saja berdiri, seolah mendengarku menyebut namanya. Burung-burung yang mengerumuninya terbang secara reflek, di iringi hembusan angin yang mampu menerbangkan pakaian yang dijemur di atap.

----------

MAAF BILA TERDAPAT BANYAK KETIDAK SESUAIAN DALAM PENULISAN,
ITU SEMATA-MATA DATANG DARI SAYA KURANG BERPENGALAMAN
(DAN BELAJAR)

Cermin ajaib [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang