Black Forest

39 9 0
                                    

Mungkin jalan-jalan bukan hal buruk, lagi pula aku haru sedikit rileks. Juga, sedikit melupakan hal yang kurang baik untuk mental.

----------

"Berapa hari kalian honeymoon ?", tanya Anne pada Sharas. Aku tergelak mendengarnya, aku jadi bertanya-tanya sampai kapan Anne akan tinggal di sini ?.

" Ann... Apaan sih", elak Sharas, honeymoon ? Aku tergelak membayangkannya. Tapi khayalanku segera hilang begitu saja saat teringat kejadian baru-baru ini.

"Kita nggak lama kok", jawabku datar. Setelah para pelayan selesai menaikan barang-barang ke mobil, aku dan Sharas masuk ke mobil setelah salam perpisahan dengan Anne.

Tentu aku tak hanya berdua dengan Sharas, ada Jack yang ikut dalam perjalanan ini. Dan lagi, banyak kaki tangan De liuiq yang tersebar di seluruh kota Empty hingga Midgaar dan Black Forest.

Secara garis besar, perjalanan kami bisa dibilang aman-aman saja, " mau kemana kita tuan ?".  Tanya Jack tanpa melepas tangannya dari setir.

Aku menoleh ke Sharas yang duduk di sampingku, ia tampak acuh sambil memainkan ujung rambut gelombangnya dan menampilkan mimik 'terserah Bareth'. Aku menghela nafas. "Kita ke rumahku, Grasn", putusku, Jack mengangguk mengerti.


Menstarter mobil dan mengemudikannya dengan kecepatan sedang. Baru 15 menit perjalanan tiba-tiba ponselku bergetar, aku membaca sebuah nama yang baru-baru ini inginku ajak diskusi.

" hallo tuan", sapa suara dari seberang. "Ya", jawabku singkat, Sharas mengalihkannya pandanganya padaku. " siapa ?", tanyanya cepat.

"Harish". Jawabku, lalu kutempelkan lagi benda pipih itu ke telinga kiriku. Mendengarkan apa yang coba Harish sampaikan.

SRAAAT !

Aku menoleh ke arah Sharas dengan cepat, aku bingung dengan apa yang baru saja Sharas lakukan. Dengan tiba-tiba ia merebut ponselku.

" maaf ya, hari ini Bareth sibuk. Bareth tak bisa main denganmu", ucap Sharas dengan jutek. Ia memutus sambungan sepihak dan mengembalikan ponsel padaku.

"Dengar ya, kita sedang liburan dan aku nggak mau kamu main 'detektif-detektifan' dengan Harish". Ujarnya dengan nada marah, ada kekhawatiran disana.

Apa itu artinya Sharas telah memaafkanku sepenuhnya dan menerima setatus barunya. " oke", jawabku mengalah sambil menatapnya lekat.

Sharas terus membuang muka, sepertinya ia marah padaku.

----------

"Di sini tuan ?", tanya Jack stelah memarkirkan mobil. Aku mengangguk dan bergegas turun, " aku cuma sebentar, kalian tunggu di mobil". Ucapku sambil berlalu.

Aku bergegas masuk ke dalam rumah berukuran setengah dari rumah Sharas. Sepi, tentu saja. Tak ada siapapun di rumah ini, hanya kegelapan dan binatang-binatang melata.

Sebenarnya tak terlalu pe ting aku kesini, hanya mengambil buku tua milik kakekku, jika yang dikatakan tuan Marco benar maka separuh jawaban ada di tanganku.

Aku merogoh ponselku dari kantung celana, menelpon sebuah kontak. "Hallo, Harish", ucapku setengah beebisik, " y-ya, tuan ?". Aku membuka mulutku, memberi tahu apa yang baru-baru ini ku ketahui dan apa yang kudapat.

Setelah laporan singkat itu, aku memutus sambungan telepon dan bergegas keluar sebelum Sharas ikut masuk ke dalam.

"La-ma", ucap Sharas datar, aku melihat jam tanganku, baru 17 menitan. aku mengangkat buku tua ditangan kananku, buku dengan cap perpustakaan Black Forest, ku perlihatkan pada Sharas.

" bukan hal mudah mencari buku di antara tumpukan piring dan gelas", belaku.

"Lalu kita ke mana ?", aku melempar senyum pada Sharas. " Black Forest", jawabku, Sharas langsung menatapku tajam.

Black Forest bukan hanya sekedar kota bermendung yang dikelilingi pohon-pohon raksasa, tapi juga terkenal denga

LOKALISASINYA !

Tempat wanita-wanita muda menjajakan hiburan malam, tak ada yang akan menyangkal kalau Black Forest dinobatkan sebagai kota dengan ribuan gadis cantik nan mempesona.

"Kenapa ? Kita akan ke hotel temanku. Dan lagi pula temanku itu 100% pria", terangku meyakinkan, Sharas mendengus. " oke, tapi jangan sampai lepas dari pengawasanku", ucap Sharas dingin.

Aku tak perduli, lagi pula tak ada ruginya buatku. Hingga Jack yang duduk di bangku kemudi mati-matian menahan tawanya.

---------

PUKUL 17:45

Kami sampai di hotel yang kumaksud, seorang pria dengan cambang menyambut kami. Badanya tegap, besar dan kekar. Dengan kumis yang rapi.

Sebenarnya ia tak lebih tua dariku, ia adalah salah seorang juniorku di fakultas, wajah bisa menipu. "Bhi", panggilku seraya menjabat tamganya erat.

Bhi lalu memandang Sharas, memasang senyum ter-ramahnya, " sebuah kehormatan bisa bertemu dengan anda, nyonya De liuiq", ucap Bhi sambil membungkuk penuh.

Sharas mengangguk sekilas dan meraih lenganku, menyembunyikan tubuhnya di balik tubuhku. Wajar bagi Sharas, akupun. Begitu saat pertama kali bertemu dengan Bhi, takut.

Bhi hanya tertawa maklum, "mari saya antar tuan dan nyonya ke kamar".

---------

Aku baru keluar dari kamar mandi dan mendapati Sharas tengah tertawa renyah dengan Bhi. " Bareth !", Sharas mendekat dan menunjukan foto diriku dengan seorang perempuan yang amat ku kenal.

"Masih ingat Diana ?".

" tentu", jawabku datar, Sharas tak hentinya memasang senyuman itu padaku, senyum meremehkan yang tak pernah kusukai.

Apa yang baru saja Bhi ceritakan pada Sharas ? "Kau tak rindu 'MANTANMU' ?", APA ?! Aku menoleh kearah Bhi yang tengah mengulum senyum.

Satu hal yang harus diluruskan, Diana bukan mantanku, dan kini Diana juga

HILANG

Cermin ajaib [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang