cermin dan tangan

58 16 6
                                    

Mataku tak bisa lepas dari cermin rias raksasa milik Sharas yang memantulkan bayanganku, seisi kamar, juga Merie yang sedang panik. Ada yang aneh, sangat aneh ! apa ini, Sharas tak punya...

BAYANGAN ?!

"Tuan Barac ?".

" y-ya", jawabku gugup, "apakah anda akan tetap berdiri di situ sambil menunggu nona Sharas ?". Mona bertanya sambil memicingkan mata, aku bahkan tak tahu kapan Mona masuk.

" a-aku akan keluar". Keringat dingin membasahi ku. Kuharap aku hanya berhalusinasi !, bayangan Sharas dan suara itu kuharap hanya efek dari berpanas-panasan, ku ulangi kalimat itu terus-menerus.

Apa orang-orang ini tuli ?! Aku hampir berteriak frustasi, aku bahkan tak bisa membohongi diri-sendiri, suara itu terus terngiang dikepalaku, seolah disuarakan di dalam otaku "tuan, kami tahu anda kuatir dengan nona Sharas. Tolong biarkan ia beristirahat", aku hanya mengangguk sambil berlalu.

----------

Empty, sebuah kota kecil dengan penduduk yang cukup padat, kota dimana Ivan tinggal bersama tuan Hans-ayahnya. Dan kota dimana aku terikat janji dengan Ivan. Bukan janji, tapi lebih tepatnya permintaan terakhir Ivan.

Aku menerawang ke langit-langit kedai kopi yang sedang ku singgahi, kejadian siang ini cukup mengganggu pikiranku, Ivan, kurasa gadismu dalam masalah. Aku membuang nafas lelah.

" jagalah ia ! Tulip merah beserta pemiliknya",

Tentu aku takan melupakan kejadian 3 bulan lalu. "Barac ?!", aku mendongak seraya meletakan gelas kopi ku, " Endric ?", sahutku tak percaya "sedang apa kau disini ?", ucapku sambil mempersilahkannya duduk.

" tak ada, aku hanya kebetulan lewat kota ini dan mampir", Endric mengangkat tangannya memanggil pelayan "kau sendiri ? Aku tak menyangka orang Grasn sepertimu mau ke jauh-jauh ke Empty hanya untuk menyesap kopi", aku memandangi kedai yang lumayan ramai dan terkekeh dengan penuturan terakhir Endric.

" kau tampak buruk kawan, ada yang mengganggumu ?". Tanyanya setelah pesanannya datang, aku menggeleng pelan "hanya sibuk dengan bunga".

" kau, dengan bunga ?!", serunya tak percaya "kupikir kau membenci sesuatu yang berbau feminim sejak sekolah dulu ?".

" memang, dan kini aku harus", Endric tertawa pelan sambil menyesap minumannya "kau pikir aku akan begitu saja percaya pada mulutmu ?". Kini tawanya semakin menjadi-jadi " terserah", ucapku datar.

"Dimana tempatmu bekerja ?", tanyanya antusias, bahkan dengan binar dimatanya " kau bilang tak percaya". Ejeku "jawab sajalah !", aku menghela nafas kasar.

" di kediaman bangsawan Robert".

"K-kau ?!", aku mengernyitkan dahi, bagiku reaksi Endric terlalu berlebihan "ada apa memangnya ?",

" tuan Ribert ?", aku mengangguk "Tuan Robert De liuiq ", aku mengangguk lagi " bangsawan nomer satu di Empty ?".

"Memang ada berapa nama Robert De liuiq ?, tanyaku jengkel " a-ayah dari Sharas De liuiq ?". Aku mendengus kesal "kau kenal sekali ?",

" hey kawan, jangan samakan aku dengan dirimu yang tak perduli dengan yang namanya bangsawan ". Aku mengangkat sebelah alisku " dengar sobat, tak ada pemuda yang tak kenal dengan Sharas De liuiq, cantik, cerdas dan kaya", ucapnya jujur.

Terkenal sekali nona muda itu, aku bahkan hampir tak tahu apapun "kau terlihat tak senang dengan pembicaraan ini teman ?". Tanya Endric khawatir, jelas ia melihat perubahan air mukaku.

Suasana kedai tengah lengang, beberapa pengunjung sudah beberapa yang pulang, sepi, hanya tinggal tujuh orang termasuk aku dan Endric, aku menelan salivaku dan menatap Endric tepat di manik matanya.

" aku... Hanya merasa ada yang aneh dengan penghuni rumah itu, sesuatu yang janggal dan berbahay" lirihku, khawatir beberapa orang ikut mendengar perbincangan ini.

"Kau merasakanya nak ?", aku menoleh ke belankang, penasaran dengan suara berat yang secara sengaja ikut dalam pembicaraan kami. Aku dan Endric terdiam, gugup dan takut mengetahui si pemilik suara adalah pria berbadan besar dengan codet di wajah gaharnya.

" i-iya tuan", jawabku gugup "siapa namamu ?",

" Ba-Barac, Baracu De reth", jawabku dengan masih gugup, orang itu duduk di depanku, sorot matanya yang tajam seolah menusuku "De reth, hm ... Dan asalmu ?".

" Grasn, tuan", ia terus menatapku tanpa berkedip, dengan wajah seramnya siapa yang tak akan gentar. Ia pasti sudah pernah membinuh orang.

"Nak, sebaiknya kau berhati-hati", ucapnya datar seraya berlalu.

----------

Pukul 05:25

Masih sangat pagi dan aku sudah berada di kebun bunga tuan Robert. Matahari bahkan belum terbit sepenuhnya, aku sudah menguap beberapa kali, insomnia ! Itulah alasanku, tapi bukan itu saja.

Berhati-hati ?, aku bahkan tak tahu aku harus berhati-hati terhadap apa, aku berjalan kearah jendela kamar Sharas, sekedar memastikan bahwa aku kemarin benar-benar berhalusinasi.

Aku mengamati dari celah tirai yang sedikit terbuka. Masih tidur, tentu saja ! Memang apa yung kuharapkan ? Aku membulatkan mata penuh, lalu menajamkan mataku mencoba meneranwang dalam redupnya kamar Sharas.

Aku beberapa kali mengerjapkan mata saat mendapati sebuah benda yang tergeletak di samping Sharas, aku tak yakin benda apa itu. Saat mataku mulai terbiasa dengan cahaya kamar yang redup saat itu aku menjatuhkan diriku kebelakang.

Jantungku beedetak amat cepat, tak cukupkah dengan suara tawa dan bayangan Sharas yang hilang ? Kini aku harus menelan kembali apa yang menurutku sebuah khayalan.

Aku tak ingin mengingatnya dan jelas aku melihatnya.

Sebuah cermin genggam !

Dan yang mengejutkan adalah, dari cermin genggam itu keluar sebuah tangan putih pucat, keluar secara perlahan, dan dapat kulihat, tangan itu seolah mencoba meraih Sharas.

Aku bangun dan menepuk pelan pahaku, mencoba menyingkirkan debu yang menempel, ku dekati jendela itu pelan, aku tertegun dan mempertanyakan penglihatan dan keyakinanku sendiri, semua kepercayaanku runtuh saat tangan itu...

HILANG !

Cermin ajaib [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang