Berkabung

85 26 10
                                    

Ku arahkan benda pemantul itu tepat ke wajahku, ku pejamkan mataku.
Semoga hanya mimpi, Aku terus mengulanginya dalam hati. Perlahan kubuka mataku, aku menahan nafasku

ADA !

Aku hampir tak percaya dengan apa yang kulihat, aku tak mampu menyembunyikan ekspresi senangku, aku tak tahu bagaimana ekspresi ku ini. Hampir saja aku turun dari ranjang, melompat dengan girang.

"Nona ?". Deg ! Sial, aku masih lupa ada Laras disini " anda tak apa-apa ?", tanyanya seraya mendekat "anda tiba-tiba tersenyum, dan itu membuat saya takut".

" tak ada apa-apa Laras". Elakku, "katakan pada tuan Beto, aku ingin libur untuk besok", ucapku mengalihkan topik sambil menyuapi mulutku sendiri "tuan Barac sudah meliburkan anda selama tiga hari, nona".

" Barac ?", aku tak pernah mendengar namanya. Laras mengangguk mantap "ya nona, pagi ini seperti biasa tuan Barac memperhatikan anda sewaktu tidur".

Aku terhenyak mendengarnya, se-sewaktu tidur ? Aku bergidik membayangkannya "ia kira anda sedang sakit", sambung Laras enteng. Huh... Belum cukup urusanku dengan Bareth yang merepotkan, kini malah datang si mesum Barac.

" kau bilang ia memperhatikanku sewaktu tidur ?", Laras mengangguk sambil memasang senyum di bibirnya yang tipis "tuan Barac memperhatikan anda dari jendela itu nona". Laras menunjuk ke jendela besar di samping ranjang ku, ada bunga tulip merah di sana.

----------

Pagi yang tenang tanpa kelas yang membosankan, seharusnya tiap pagi ku demikian. Aku duduk diteras di temani secangkir teh dan beberapa kue, menikmati warna-warni bunga dan beragam baunya.

Juga menanti si biang masalah 'BARETH'. Ia sudah membuatku uring-uringan semalam, dan dengan bodohnya aku hampir meneriaki seluruh pelayan. Melampiaskan segala kekesalanku pada orang yang tak tepat.

Ini semua salah Bareth, kalau saja ia tak meninggalkanku, kalau saja ia lebih dulu mengabari ku semua ini tak akan pernah terjadi, aku bahkan tak sempat menceritakan kesalahan Bareth pada ayah.

" nona, ada lagi yang anda butuhkan ?". Aku menoleh ke arah Merie yang tengah membawa sebuah nampan, aku menggeleng pelan pada pelayan yang hampir seumuran dengan ibuku.

"Aku hanya ingin tahu, apa kau kenal dengan Barac ?". Tanyaku penasaran, sebenarnya siapa si Barac ini ? " tentu nona, kami semua kenal dengan beliau", jawab Merie lembut.

"Bagus, seperti apa orangnya ?".

" maksud anda tuan Barac ?", aku memutar kedua bola mataku jengah "tentu saja !". Bodoh ! Aku merutuki diriku sendir yang dengan bodohnya aku kembali meneriaki seorang pelayan.

" ma-maksudku tentu saja Merie, apa ada yang kutanyakan selain dia ?" ucapku dengan sedikit merendahkan suaraku.

Peraturan ke-dua, jangan membentak pelayan yang belum terbukti salah atau melakukan kesalahan secara tidak sengaja.

Yah, itu setelah peraturan selalu bersikap tenang. Merie menghirup nafas dalam "tuan Barac adalah orang yang baik dan ramah, kadang ia bersikap sebagai pendiam. Ia juga menyukai tulip merah didepan jendela kamar anda, nona".

Aku menghela nafas berat "tunggu, maksudku orang yang bernama Barac itu 'tampangnya' seperti apa ?".

Aku mendengus kesal. Jangan sampai mood pagiku yang tenang menjadi down hanya karena seorang Barac. Benar-benar menjengkelkan, aku tak yakin jika Bareth dan Barac terus mengusik hidupku.

"oh. Maaf nona, saya tidak tahu bahwa yang anda maksud adalah demikian". Aku mengangguk maklum, "tuan Barac adalah..."

"Nona ! Nona !". Aku langsung bangkit dari dudukku begitu mendengar Maari berteriak memanggilku, dan mengabaikan jawaban Merie yang tak terselesaikan. Maari tiba dengan nafas yang setengah-setengah, peluh membasahi tubuh tambunnya.

" nona ". Ucapnya lagi hampir kehabisan nafas " a-ada apa Maari ?", tanyaku khawatir, aku belum pernah melihat Maari sepanik ini. Tubuhnya bergetar, dan itu berpengaruh pada suaranya yang tak jelas, di tambah tarikan nafasnya yang tak beraturan.

"Nyonya Brigid... ". Di detik kemudian aku langsung berlari begitu mendengar Maari menyebut nama itu dengan raut wajah takut, panik dan

PUTUS ASA.

Semoga hanya mimpi ! Semoga hanya mimpi !. Aku terus mengulanginya dalam hati, aku harap tak ada sesuatu yang terjafi pada pemilik nama itu. Nama yang selama ini menemaniku, mengajariku banyak hal, memberiku contoh bagaimana menjadi majikan yang baik.

Argh...! Teriakku dalam hati, sejak Maari mengatakanya, aku tak bisa berhenti memikirkan hal buruk yang terjadi padanya. Fikiran itu seolah-olah menari dalam kepalaku.

Hah... Hah... Nafasku tersenggal-senggal, berlari dari teras ke kamar 'nenek' sungguh melelahkan, aku baru menapaki tangga menuju lantai dua, dan setelah itu harus kembali berlari keujung lorong.

Aku memelankan langkahku setelah sampai tak jauh dari kamar nenek, banyak pelayan disana. Sebagian yang berada di luar menunduk saat melihatku datang, dadaku rasanya terbakar efek dari berlarian.

Para pelayan memberiku jalan, terlihat dari wajah-wajah sendu mereka, ada yang menitikan air mata. Tidak ! Tidak ! Aku tak ingin percaya dengan apa yang ada didepan mataku, bahkan aku tak ingin melihat pemandangan ini.

Pandanganku mulai buram, air mataku seolah tak setuju jika harus menyaksikan ini. Ku usap pelan, aku tak ingin melewatkannya meski hatiku sakit, remuk redam dan mataku seolah bersepakat untuk terus menghalangi pandanganku.

"Nenek". Panggilku lirih, suaraku hampir tak keluar, beberapa pelayan berkumpul disisi ranjang dan menundukan kepala, menyembunyikan ekspresi mereka.

Aku mendekat perlahan, nenek memejamkan matanya, seulas senyum terukir di bibirnya yang keriput di makan usia. Senyum ketenangan yang sudah lama tak kulihat, beliau terlihat begitu tenang dan damai.

TAPI

Yang membuatku semakin tak kuasa menahan pilu, saat kudapati seluruh ranjangnya bersimbah darah, tubuhku bergetar hebat saat melihat cairan nerah pekat itu.

Kusibakkan selimut yang menutupi tubuh nenek. Hah ?! Tubuhku tak berhenti bergetar, rasanya perutku mual, tubuhku mulai lunglai.

"..."

"..."

"..."

Apa yang orang-orang bicarakan ? Apa yang mereka katakan ? Aku tak bisa mendengar apapun. Lututku lemas dan sebelum aku jatuh pingsan, sepasang tangan menahan bahu dan pinggangku dari samping.

Aku menoleh pada pemilik tangan tersebut, mendapati sesosok yang paling kucari, sosok itu menatapku sayu dengan kedua bola mata biru sapphire-nya.

BA-BARETH ?!

Cermin ajaib [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang