8. Terbayang

37 26 0
                                    

"Rasa sayang dapat ditandai dengan wajah yang terbayang. Iya, wajah kamu."

~ Sisilia Sri Warni~

____________

Allea menatap rinai hujan dengan resah, dia tengah berteduh di bawah naungan pohon. Sembari mengusap tangan yang kedinginan, Allea menajamkan mata ke arah jalanan yang mulai gelap. Sudah hampir sejam dia menunggu, tapi Keni sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda kehadirannya.

Allea menarik napas panjang, Keni sudah berjanji menjemputnya dari tempat les dance. Kalau tahu Keni selama itu, lebih baik tadi dia naik taxi atau angkot saja. Membawa mobil sendiri juga tidak diijinkan, lalu sekarang bagaimana? Berapa lama lagi dia akan menunggu.

"Eh, ada rembulan." Allea tersentak kaget, netranya menatap dua orang laki-laki yang sudah berdiri di hadapannya. Mereka memakai seragam basket, tapi bukan anak basket sekolah Allea. Karena Allea kenal semua anak basket di SMA Adinegara, toh yang menjadi ketua adalah abangnya.

Allea mundur beberapa langkah, dia benar-benar takut. Dia sama sekali tidak mengerti teknik ataupun cara membela diri. Allea melirik kanan-kiri, tak ada orang melintas di sana. Semua sudah kosong dan hari mulai gelap dan rintik hujan yang sedari tadi tak bosan menghampiri.

"Ma-mau a-apa kalian?" tanya Allea gelagapan. Seluruh tubuhnya bahkan sudah gemetaran. Sedangkan mereka malah tersenyum menyeringai. Mencoba meraih tangan Allea tapi dengan cepat cewek itu menepis kasar.

"Yah, dia jual mahal," cibir salah satunya.

"A-aku teriak, ya!" ancam Allea.

Keduanya malah terkekeh," Teriak aja sampe puas! Kagak bakalan ada yang denger!" Keduanya tertawa lepas.

Dalam hati, Allea berkali-kali memanjatkan doa agar ada orang yang lewat dan membantunya. Tak lama kemudian, suara motor berhenti di dekat mereka. Allea memicingkan mata, itu bukan Keni, itu orang lain. Namun, siapa pun itu, Allea akan sangat berterima kasih jika dia mau membantunya.

"Ngapain, Kalian!?" Lelaki berkumis tipis dengan jaket kulit itu mendekat. Wajah tampan itu sekilas membuat Allea tertegun, tapi segera ditepis mengingat keadaan sekarang yang sangatlah darurat.

"Weh, ada pahlawan kesiangan, nih!" ejek kedua lelaki itu.

Buukk!

Pukulan demi pukulan beradu, Allea memejamkan mata tak ingin melihat kejadian itu. Tak lama kemudian, keributan itu terhenti. Setelah mengembus napas pelan, Allea membuka mata sedikit demi sedikit. Dia sempat terlonjak kaget saat seseorang berada di hadapannya dengan senyum tipis.

"Me-mereka udah pergi?" tanya Allea, "syukurlah." Allea bernapas lega kala tak menemukan kedua lelaki berandalan tadi. Allea memang sudah sering menemukan orang berandalan, jangankan orang lain, abangnya sendiri juga termasuk seorang yang berandalan. Namun, ini beda halnya. Keni memang suka membully, tapi Allea tidak pernah melihat Keni menyakiti perempuan.

Bukk!

Allea melotot saat melihat lelaki yang menolong dia tadi terkapar di tanah. Tatapan Allea beralih ke pelaku, betapa terkejutnya dia melihat Keni yang sudah menggeram emosi. Allea menggeleng kuat, ini tidak boleh terjadi, orang itu sudah berjasa baginya. Dia tidak boleh menjadi bahan pelampiasan amarah Keni.

"Abang, berhenti!" teriak Allea saat Keni akan kembali melayangkan bogem lagi. Keni yang mendengar itu memicing.

"Dia nggak jahat, Bang. Dia yang udah nolongin Lea dari orang jahat," jelas Allea, "kalo nggak ada dia, Lea nggak tahu lagi akan jadi apa."

"Maksud kamu?" tanya Keni sembari mengatur napas yang dari tadi tersengal-sengal. Allea membantu lelaki itu berdiri, dengan rasa tak enak Allea meminta maaf atas nama Keni.

"Aku Allea, kamu siapa?" tanya Allea mengulurkan tangan. Lelaki itu tertegun sesaat sebelum kemudian menyebutkan nama dan membalas uluran tangan Allea.

"Aku Josua. Josua Prananda."

Allea pun menceritakan semua kejadian di depan Keni dan Josua. Keni yang merasa bersalah hanya diam. Sedangkan Josua menyunggingkan senyum sinis. Setelah semua selesai, Allea meminta Keni untuk meminta maaf. Namun, bukanlah Keni namanya jika dia mau minta maaf terlebih dahulu. Allea akhirnya memohon agar Josua memaafkan sang abang, untungnya Josua juga berbaik hati hingga masalah ini dituntaskan seperti itu, tak usah memakai otot lagi.

Setelah kepergian Josua, Allea dan Keni juga bergerak menuju rumah mereka. Adi dan Risa sudah kembali ke luar negeri. Jadi, terpaksalah mereka bertiga ditambah Bi Sumi di rumah. Mereka sudah terbiasa dengan hal ini, tak pernah lagi berontak sejak sekian lama berlalu.

***

Sisil baru saja akan menutup pintu saat Josua memarkirkan motornya. Sisil memicing kala melihat wajah abangnya yang penuh memar. Dia berjalan mendekat untuk memastikan keadaan Josua. Josua yang tak menyadari kehadiran Sisil tersentak saat Sisil menyentuh pundaknya.

"Mukamu kenapa, Bang?"

Josua mendehem, "Biasalah, namanya juga cowok." Josua melenggang masuk ke rumah, meninggalkan Sisil yang masih terdiam.

Baru saja akan melangkah, tapi seruan cempreng menghentikan Sisil. Dengan cepat berbalik untuk melihat siapa yang datang. Viona dan Lerin berlari kecil. Sisil menepuk dahi pelan, hampir saja lupa kalau mereka ada kerja kelompok hari ini.

"Jangan bilang kamu lupa!" seru Lerin, "kebiasaan, deh."

Sisil hanya nyenyir, sedangkan kedua sahabatnya menggeleng sembari berdecak kesal. Setelah dipersilakan masuk, mereka langsung berebut tempat duduk. Itu bukanlah hal baru, mereka memang sudah menganggap rumah Sisil seperti rumah sendiri.

"Eh, ada tamu, ya?" Suara itu sontak menghentikan aksi mereka. Kedua perempuan itu tercengang melihat makhluk manis itu. Sisil yang melihat ekspresi sahabatnya memutar bola mata malas.

"Udah, deh, biasa aja kali liatnya," sembur Sisil, "wajah macam itu banyak kok di pasar."

Josua berdecak,"Iri aja, Lo!" Pria itu duduk di dekat mereka. Menikmati secangkir kopi dan sepotong roti.

"Pipi Bang Jos, kenapa?" tanya Viona malu-malu. Josua yang mendengar itu sontak menyentuh pipinya. Dia menggerutu dalam hati. Sudah dibersihkan, tapi masih saja terlihat. Mending tadi suruh Sisil yang mengobati.

"Gak apa-apa kok, Dek, biasalah. Namanya juga cowok."

"Abang berantam, kan?" tuduh Sisil, "sok jagoan, sih!"

Josua terkekeh, mengingat kilas balik kejadian tadi. Wajah gadis itu muncul begitu saja di benaknya."Lumayan buat tanding, tapi yang paling mengesankan adeknya cantik banget."

Sisil memutar bola mata malas. "Lihat cewek cantik aja, jernih tuh mata."

Josua kembali terkekeh, sedangkan Sisil dan kedua sahabatnya mulai mengerjakan tugas mereka. Saat sedang serius begitu, tiba-tiba gambaran wajah seorang melesat begitu saja membuat Sisil tersenyum sendiri. Lerin yang memperhatikan merasa aneh dan menyikut Viona.

"Sisil kenapa tuh? Jangan –jangan dia ...."

"Apaan, sih? Dia kebayang wajah Keni kali," tebak Viona,"udah akh, lanjut lagi!"

Sisil yang tidak sengaja mendengar nama Keni semakin melebarkan senyum. Dia benar-benar sudah gila karena pria itu. Dengan gelengan tegas, dia berusaha menghilangkan bayangan itu. Mencoba fokus untuk belajar, tetapi tak kunjung bisa. Di pikirannya hanya ada Keni dan Keni.

***

Tbc hasioo ... tinggalkan jejak kalo suka, jangan lupa kasih keripik juga ya :)

KenSil (Kisah yang Belum Usai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang