10. Pilihan Sisil

34 21 2
                                    

"Jangan bercanda soal rasa, efeknya bisa menyebar ke mana-mana."

___________________________________________________-

Geng Tampenar duduk di pinggiran gerbang. Mereka sedang menunggu seseorang. Darah Keni berdesir, ingin segera ditumpahkan. Bel berbunyi, tetapi tak ada tanda-tanda orang yang ditunggu akan tiba. Tian sudah mengeluh karena panas, sedangkan Julio menatap jalanan yang ramai kendaraan. Mata Keni memicing saat menangkap seseorang berlari dengan napas terengah-engah ke arah mereka. Kedua sudut bibir Keni terangkat.

"Dia sudah tiba."

Kedua sahabatnya sontak menoleh. Mereka terkekeh jahat. Keni langsung memerintahkan mereka untuk mencegat. Tidak perlu banyak waktu untuk menyeret korban. Cowok pemilik kaca mata tebal itu sudah diempaskan di semak-semak, belakang sekolah. Siapa dia? Reon lagi!

"Apa masalah kalian?" Reon berbicara dengan tatapan nyalang.

"Wah! Hebat lo, ya? Berani? Mata lo sok nantangin, Bangsat!" geram Julio, hampir saja dia menonjok pipi Reon kalau tidak langsung ditahan Keni.

"Sabar ... biarkan dia berkreasi dulu," ujar Keni diikuti gelak tawa mereka.

Reon meludah, napasnya memburu. "Gue mau masuk!"

Saat Reon akan bangkit, dengan cepat Tian kembali mendorong hingga terjeremab di tanah yang lembab. Wajahnya berubah hitam. Mereka tertawa lagi, serasa sedang menonton film lutung. Reon tak mau diam saja, dia bangkit kemudian mencoba mendorong Keni. Sayangnya, Julio lebih gesit menonjok hidungnya hingga keluar cairan merah kental. Lagi, mereka terbahak-bahak.

Plak!

Keni melayangkan tamparan di pipi kanan. Menarik kerah baju putih yang sudah ditetesi darah kental. "Elo mau tau apa yang terjadi? Gue tau lo gak seculun penampilan, Lo! Lo busuk! Banyak rencana jahat yang sedang lo susun, gue tau! Oh, iya ini masih peringatan ringan. Berani maju, nasip lo semakin tak menentu!"

Keni mengempaskan tubuh cowok itu. Kaca matanya bahkan sudah jatuh sejak tadi. Tubuhnya terjatuh di tanah, tak berdaya. Geng Tampenar pun berlalu dengan senyum penuh kemenangan. Mereka masuk ke sekolah tanpa rasa takut, bagaimana mungkin? Tenang, ada anak pemilik sekolah. Jadi, mereka akan bertindak sesuka hati.

Reon meremas segenggam tanah hitam dengan kencang. Lalu dia berteriak, melepaskan emosi yang terpendam. Dia bersumpah dalam hati akan membalas semua perbuatan tampenar, walau sampai ke ujung dunia sekali pun. Tiba-tiba sebuah ide cemerlang terbesit di pikirannya. Dia yakin cara itu mungkin bisa membantu dalam pembalasan dendamnya. Reon merogoh kantong celana abu-abunya, lalu mengirimkan sebuah pesan melalui whatsapp.

***

Sisil setengah berlari menuju UKS. Setelah mendapat pesan dari sepupunya, dia merasa sangat khawatir. Tanpa melihat kanan-kiri, langsung saja dia menerobos masuk. Di sana masih ada petugas yang mengobati. Mereka semua tersentak dengan kedatangan Sisil.

"Yon ... kamu kenapa bisa gini?" Sisil menyentuh pipi Reon, hingga membuatnya meringis kesakitan.

"Sakit!" bentak Reon.

Sisil meminta maaf, dan ikut duduk di atas brankar. Setelah selesai diobati, petugas pun pamit. Tinggallah mereka berdua. Tanpa menunggu lama langsung saja Sisil menanyakan banyak hal tentang penyebab semua. Reon mengembuskan napas pelan, menatap nanar ke luar. Sisil yang tak sabaran merasa kesal, dia terus mendesak.

"Sebelumnya gue mau minta maaf sama, Lo. Waktu itu ... gue marah padahal niat lo baik. Gue nyesel," ujar Reon menatap Sisil dengan sendu.

Sisil menaikkan sebelah alis. "Jangan kebanyakan basa-basi, langsung aja. Siapa yang telah melakukan ini?"

KenSil (Kisah yang Belum Usai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang