1. Gertakan

181 39 9
                                    

"Aku punya segalanya, terserah mau berbuat apa saja."

Keni Bagas Adinegara
_________________________

Kekacauan terjadi di depan kelas X-IPA 5 SMA Adinegara. Hampir setiap hari geng Tampenar (tampan pembuat onar) menciptakan kekacauan seperti itu. Seperti halnya hari ini, mereka baru saja membulli seorang anak lelaki yang berpenampilan cupu, dengan kaca mata tebalnya. Sesekali terdengar suara teriakan histeris orang-orang yang melihat. Namun, tak ada yang berani menghadapi mereka. Selain salah satu dari mereka adalah putra dari pemilik sekolah, mereka juga terkesan tidak punya rasa belas kasihan.

Penampilan lelaki itu sudah sangat mengerikan, bajunya kotor berlumpur-lumpur. Muka merah padam menahan emosi yang hampir mencapai ubun-ubun. Namun, jika dia melawan akan semakin buruk akibatnya. Dia hanya menunduk dengan perasaan campur aduk. Rasa marah, malu dan sakit hati yang dirasa.

Keni Bagas Adinegara, selaku ketua geng Tampenar masih bersidekap dada memperhatikan kedua sahabatnya yang sedang beraksi. Dengan senyum sinis dia mulai mendekat dan menarik dagu si cupu  dengan kasar.

"Kamu harusnya sadar! Dengan penampilan kayak gini mau coba deketin Allea. Ngaca!" serunya sembari mendorong kasar wajah itu.

Semua berawal dari Reon Bagawi, si cupu yang mencoba melakukan pedekate dengan Allea, adiknya Keni. Sebenarnya perbuatan Reon bukanlah hal yang buruk, hanya saja keposesifan Keni pada Allea yang membuat semua kacau. Keni tidak ingin siapa pun mendekati adiknya, karena dia tahu Allea hanya cewek yang lugu akan cinta.

"Cabut, Gais!" seru Keni mulai melangkah meninggalkan Reon yang semakin tertunduk.

Setelah mereka berlalu, kehebohan semakin menjadi-jadi. Gadis manis yang bersembunyi di balik pintu tersenyum kecut. Setetes air mata meluncur begitu saja. Netra masih fokus menatap sosok yang terduduk itu. Dia ingin membela cowok itu. Dia ingin mengatakan bahwa cowok itu tidak salah, tetapi dia juga takut, abangnya akan semakin marah.

Reon membenarkan kaca matanya, lalu berusaha untuk bangkit. Sekilas dia menatap ke arah pintu kelas yang mana di kelas itu ada seseorang yang membuat semua seperti sekarang ini. Di kelas itu, ada seseorang yang menjadi tambatan hati, seseorang yang membuat dia menjadi orang gila seperti hari ini.

Sedangkan di kantin, Keni dan gengnya kembali membuat kehebohan. Dengan tawa puas mereka duduk di kursi yang baru saja mereka ambil secara paksa. Namun, tak berselang lama, tiba-tiba kepala Keni diguyur cairan yang sengaja dilakukan seseorang.

"Apa-apaan ini!" bentak Keni sontak bangkit dari tempat duduk. Bukan hanya dia, Tian dan Julio juga ikutan bangkit menatap tak percaya pada orang yang telah menyiram Keni.

Terlihat seorang cewek bersedekap dada tepat di hadapan mereka. Dia tersenyum sinis, seolah meremehkan keadaan seorang Keni sekarang.

"Kamu!" seru Keni geram menunjuk ke arah cewek itu. Rahangnya mengeras, jika saja yang di depan itu bukan cewek pasti sudah dihajar habis-habisan.

"Kenapa? Mau nambah!?" Cewek itu mulai menurunkan dekapan. Dengan kasar, dia menunjuk tepat di wajah Keni.

"Jangan mentang-mentang anak pemilik sekolah ini bisa berbuat sesuka hati! Kamu nggak ada artinya di sekolah ini tanpa orang tua kamu. Aku gak bakal tinggal diam kalo liat hal seperti itu lagi. Awas!" Setelah berujar, cewek itu berlalu meninggalkan kantin yang kini telah heboh.

"Shit!" Keni melemparkan gelas yang masih berisi jus mangga itu. Ini pertama kalinya dia merasa kalah. Kalah dari seorang cewek.

"Kamu gak apa-apa, Ken?" tanya Tian pelan sembari melihat sekeliling. Mereka sudah menjadi tontonan. Geng Tampenar yang terkenal pembulli sadis kini digertak oleh seorang cewek.

"Cabut!"

Tian dan Julio saling berpandangan sesaat, kemudian ikut beranjak mengikuti Keni yang sudah melangkah terlebih dahulu.

***

Sisil mengempaskan bokong di kursi membuat kedua sahabatnya menoleh. Dia sangat kesal, setelah mendengar cerita tentang sepupunya yang dibulli membuat darah gadis itu mendidih. Walaupun sudah melakukan penggertakan, tetapi rasa kesal itu belum sepenuhnya tuntas.

"Kamu kenapa, Sil? Serem amat itu muka?" tanya Viona mulai mendekat.

"Aku tuh, kesel banget tau nggak. Lagian punya sepupu bego banget, sih. Mau-maunya digituin!" oceh Sisil dengan geram. Kedua sahabatnya mangut-mangut, mereka mengerti sekarang penyebab kekesalan Sisil.

"Yang sabar, yah. Semua ada hikmah," ucap Lerin mencoba meredakan emosi Sisil. Namun. bukannya reda dia malah kena semprot.

"Hikmah kepalamu petak!" seru Sisil dan Viona serempak membuat Lerin terdiam seketika.

Tak ada percakapan di antara mereka setelah itu, hingga para siswa lain berdatangan. Satu persatu mereka mendekat ke meja Sisil. Sisil memutar bola mata malas saat mereka memuji karena telah berani melawan king of school bulli.

Setelah bel pulang berbunyi, Sisil segera menuju motornya di parkiran. Sesekali dia bernyanyi kecil untuk menghilangkan kejenuhan. Setelah melihat orang yang ditunggu berjalan mendekat, dia melambai sembari tersenyum kecil.

"Jadi, kan temenin aku ke toko buku?"

"Kenapa kamu lakuin itu?" tanya Reon tanpa menanggapi pertanyaan Sisil.

"Maksud kamu apa?"

"Gak usah pura-pura nggak tau, deh! Aku tahu, pasti sengaja, kan? Biar aku semakin dibulli sama geng Tampenar?"

"Reon, Lo salah paham. Bukan itu maksudku, aku cuma mau belain kamu."

"Halah! Aku tahu, kamu hebat dan aku cupu. Tapi bukan berarti kamu bisa lakuin hal itu. Kamu udah nginjak-nginjak harga diriku sebagai cowok !" seru Reon kemudian berlalu meninggalkan Sisil yang masih mencerna setiap kata yang diucapkan.

"Aku nggak pernah bermaksud rendahin harga diri siapa pun. Aku cuma nggak mau sepupuku diperlakukan kayak gitu," lirih Sisil sambil menatap tubuh Reon yang semakin menjauh.

Sisil bergegas mengendarai motornya, dia harus ke toko buku dulu. Jika tahu dari tadi Reon tidak mau menemani, dia tidak akan membuang waktu berlama-lama di parkiran. Sisil memacu motor dengan kecepatan sedang, jalan sudah mulai macet, maklum hari sudah sore biasanya jam-jam begini para pegawai kantor sudah berpulangan.

Sisil berdecak kesal, dia kembali melirik jam tangannya. Sudah tidak ada waktu pergi ke toko buku. Dia harus pulang sekarang. Tanpa membuang waktu lagi, Sisil mengarahkan motor ke sebuah jalan kecil. Jalan itu yang selalu dia gunakan ketika telat pergi ataupun telat pulang sekolah.

"Apes deh, gara-gara Reon, nih. Aku nggak sempat beli novel Purnama, kan," omel Sisil selama perjalanan.

Sisil sudah lama menginginkan novel itu. Namun, selalu saja terhalang oleh hal-hal yang tak terduga. RinDar merupakan novel terbitan baru yang mengupas kisah cinta anak remaja. Bukan hanya tentang kisah cinta, tapi juga mengingatkan kita betapa pentingnya keluarga dan pendidikan untuk kehidupan di masa mendatang. Itulah mengapa Sisil ngotot untuk segera memiliki buku itu.

_______________

TBC

Terima kasih sudah mampir. 🌺

KenSil (Kisah yang Belum Usai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang