"Siapa yang kamu maksud, Ji?"
Mama Aji mendekati anaknya yang baru pulang dari kantor. Seharian ini wanita paruh baya itu memikirkan calon pengganti yang disiapkan anaknya. Pasalnya tidak pernah sekalipun ia melihat ada wanita yang dekat dengan Aji.
"Mungkin bakda isya aku akan mengajak Mama dan Papa ke rumahnya."
Tanpa gentar kalimat itu terucap keluar. Lelaki itu telah menjatuhkan pilihan. Bukan karena cinta, Aji memilih Naswa. Bahkan ia pun belum yakin sepenuhnya telah jatuh cinta. Namun, entah kenapa selalu ada dorongan untuk menikahi sahabat lamanya tersebut.
"Mama hanya bisa berharap calon yang kamu jadikan pengganti lebih baik daripada Rea."
Sembari tersenyum wanita paruh baya itu berlalu. Menyisakan Aji yang berdiri terpaku dengan banyak praduga. Apa Naswa sebaik yang ia lihat? Ia pun tidak tahu.
Satu yang pasti, jika hatinya selalu bergetar tiap melihat kedua netra kelam Naswa.
***
[Aku akan ke rumahmu.]
Ada yang tidak beres menurut Naswa. Wanita itu mulai memikirkan praduga tentang alasan Aji bisa mengirimkan sebaris pesan yang membuatnya gugup. Perlahan ia bangkit dan mengembuskan napas.
Azan isya sudah berkumandang. Naswa lebih memilih menenangkan hatinya dengan salat. Wanita itu mencoba mengacuhkan rasa penasaran yang sempat menggelayut.
Ia tidak sadar bahwa Sang Pencipta sedang memulai skenarionya. Alur yang tidak pernah diduga dan kejutan lain yang bisa membuat bunga di hatinya kembali mekar. Lantas, apa Naswa akan menerima semua jika masih ada sekat penghalang untuk dia meraih bahagia?
***
"Assalamualaikum."
Samar suara lelaki terdengar ke telinga Naswa. Sembari merapikan mukena, ia mencoba mengabaikan. Praduganya, Aji ingin membicarakan suatu hal dengan ayahnya.
"Nduk, ada yang ingin bertemu denganmu."
Ibunya telah berdiri di ambang pintu. Gurat wajahnya terlihat lebih ceria dari biasanya. Membuat Naswa semakin yakin ada sesuatu hal yang akan terjadi lagi.
"Siapa, Bu?" Naswa bertanya dengan wajah penasaran.
"Ayo ke luar dulu. Jangan lama-lama."
Pertanyaan itu tertelan dengan tarikan tangan ibunya. Tepat saat tiba di ruang tamu, semua mata telah tertuju pada Naswa. Tidak terkecuali Mama Aji yang memindai wanita itu dari ujung kaki hingga kepala.
"Nah ini anak saya yang bernama Naswa Farida."
Naswa tersenyum kaku dan duduk berseberangan dengan Aji. Keduanya menunduk dalam dan menikmati beberapa menit yang dihabiskan untuk basa basi. Namun, saat sebuah kalimat terucap netra keduanya bertemu dalam satu garis pandang.
"Naswa belum menikah, kan?" Papa Aji bertanya dengan ramah.
"Belum, Om."
Lirih sebuah kalimat hamdalah keluar dari mulut Aji. Entah apa yang membuat lelaki itu merasa bahagia. Tanpa basa basi lagi, ia memberi kode kepada papanya.
"Maaf sebelumnya, Pak, Bu. Saya bersama keluarga ke sini bertujuan untuk mempersunting Naswa menjadi istri saya."
Kali ini berbeda seperti kejadian yang telah berlalu. Jantung Naswa berhasil berpacu lebih cepat karena ucapan Aji. Rasa ingin mengangguk kembali terpatahkan kala bayang buruk mulai hadir di pikirannya.
Keringat dingin mengucur di dahi Naswa. Kenyataan telah menamparnya kembali. Menyibak tirai-tirai perbedan dirinya dan Aji. Perbandingannya adalah langit dan Bumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Gadis Lagi (Completed) [TERBIT]
SpiritualApa yang bisa dibanggakan untuk calon imammu jika mahkota yang harusnya terjaga telah tercuri? Hal itulah yang dirasakan Naswa. Setelah kejadian tujuh tahun lalu, luka semakin menganga. Wanita itu tidak lagi ingin merasakan cinta. Bahkan ada rasa tr...