Part 14

6.4K 676 28
                                    

Azan Subuh mulai berkumandang membelah kedinginan malam. Dua insan yang masih menutup mata itu kemudian terbangun. Menampilkan wajah berseri karena kejadian malam tadi.

“Kakimu nggak apa-apa, kan?” tanya Aji menatap Naswa yang tengah menata jilbabnya.

“Enggak apa-apa.”

“Yakin?!” Aji masih berusaha memastikan.

Naswa mengangguk dan sedikit menghindari tatapan Aji. Wanita itu masih malu dengan kejadian tadi malam. Ia sukses melakukan hal agresif yang tidak bisa dideskripsikan.

“Tunggu, Nas.” Aji berkata seraya mencekal pergelangan tangan Naswa.

“Morning kiss, dong!”

“Apaan, sih?!”

Aji mengangkat seblah alisnya. “Ya, seperti tadi malam itu loh—“

“Itu sudah iqomah, lebih baik sana pergi ke masjid,” ujar Naswa sembari menahan debar yang ada di dadanya.

Aji mengembuskan napas pasrah. Apa yang dikatakan Naswa memang benar adaya. Jika saja belum ada iqamah, ia akan menggoda istrinya itu.

“Ya sudah. Aku ke masjid dulu.”

Naswa tersenyum memandang punggung tegap Aji. Masih ada rasa tidak percaya karena ia menikah dengan lelaki yang merupakan sahabatnya dulu. Apalagi tadi malam ia telah memeluk tubuh itu.

Lamunan Naswa terpatahkan mengingat dirinya belum salat Subuh. Dalam sujud panjangya, wanita itu mengucapkan syukur kepada Tuhan. Banyak nikmat yang ia miliki saat ini. Salah satu nikmatNya adalah Aji Mahendra.

***

Pintu berderit menampilkan pemandangan yang tidak terduga. Aji berulangkali meneguk ludah kasar. Sedangkan Naswa terpaku di depan pintu kamar mandi.

“Em, maaf.”

Aji yang terpukau dengan panorama rambut lurus Naswa. Tanpa komando ia berbalik haluan. Lelaki itu kembali menutup pintu dengan desir halus yang menggelayuti kalbu.

Naswa merasakan wajahnya memanas.Wanita itu merutuki diri sendiri karena keteledorannya. Akibat lamunan tentang Aji membuat Naswa tidak cepat salat Subuh dan mandi. Pada akhirnya saat ia sedang mengenakan selembar handuk, Aji datang dan melihat semua. Rasanya ia ingin mengubah wajahnya menjadi orang lain saja.

“Duh, Gusti Allah.”

Aji bergumam sembari mengelus dadanya. Berharap jantung yang berdetak abnormal mampu segera normal. Naswa sungguh membuat dunia lelaki itu menjadi berwarna.

***

“Kenapa sedari tadi diam, Nas?” Aji berusaha mencairkan suasana selesai sarapan.

Naswa berusaha fokus dengan piring kosong yang ada di tangannya. “Ya, enggak ada bahan pembicaraan.”

“Oh, begitu.”

Tidak ada pembicaraan lagi setelah itu. Sampai mereka berada di mobil pun belum ada percakapan apa pun. Aji yang sedikit kesal dengan situasi ini mencoba berpikir keras untuk mencairkan suasana.

“Tuan Putri masih marah?”

Aji bertanya seraya memperhatikan jalanan. Naswa hanya berdehem. Wanita itu bingung ingin menanggapi apa.

“Jangan hanya berdehem, Nas.”

Justru perintah Aji membuat Naswa semakin bersalah. Harusnya ia tidak masalah jika suaminya melihat tadi. Di dalam hubungan suami istri tidak dikenal adanya aurat dan juga Aji telah berhak atas dirinya.

Bukan Gadis Lagi (Completed) [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang