Part 13

6.4K 716 30
                                    

Keheningan masih bertahan sedari tadi. Aji yang tidak nyaman akan hal ini mulai berpikir untuk mencari bahan pembicaraan. Sedangkan Naswa hanya mampu terdiam dengan amarah yang masih belum mereda.

“Kamu cemburu, kan, Nas?”

Naswa melemparkan tatapan tajam ke arah Aji. Namun, wanita itu juga ragu. Apa yang dirasakan saat ini adalah rasa cemburu? Ia pun tidak tahu pasti.

“Aku enggak cemburu. Cuman enggak suka aja ada yang zina di depan aku.”

Aji mengerutkan kening. “Zina gimana, to?”

“Ya gitu peluk-peluk, emangnya Sabrina itu mahram kamu?”

Aji yang gemas langsung mencubit pipi Naswa. Lelaki itu justru merasa senang, karena merasa diinginkan dan dimiliki. Setelah puas mendengar rintihan istrinya, ia melepaskan cubitan tadi.

“Sakit, kan? Kalau kamu enggak suka aku deket dengan Sabrina ya bilang saja, Nanas! Dalam kamus lelaki, kata nggak sukamu itu memiliki arti cemburu.”

“Pokoknya aku enggak cemburu!”

Aji diam merasakan embusan ac yang tidak bisa mendinginkan suasan panas di antara mereka. Lelaki itu akhirnya menyerah. Ia lebih memilih mengalah daripada memenangkan perdebatan ini.

“Ya sudah, kamu enggak cemburu tapi kamu cinta sama aku.”

Kerlingan Aji membuat Naswa salah tingkah. Beruntung sekarang mobil yang mereka tumpangi telah berhenti di depan toko. Sedikit tergesa wanita itu hendak turun, tetapi tangan suaminya menahan.

“Tunggu dulu!”

“Apa lagi?” tanya Naswa jengkel.

Sekarang justru Aji yang keluar dari mobil. Lelaki itu berjalan mengitari mobil dan membuka pintu dekat Naswa. Tanpa terlupa, ia juga mengulurkan tangannya.

“Tuan Putri ataupun Ibu Negara adalah wanita istimewa, jadi izinkan Kapten atau pangeranmu ini membukakan pintu kereta kencana."

"Dih, ini mobil bukan kereta kencana!”

Sembari menahan senyum, Naswa menerima uluran tangan Aji. Pasangan pengantin baru itu pergi ke toko cincin dengan wajah bahagia. Cuaca terik seolah isyarat bahwa semesta juga bahagia melihat cinta halal mereka.

“Jangan lupa, kamu pakai cincin perak.” Naswa menatap Aji yang sedag memilih cincin di etalase.

“Memangnya kenapa?”

“Menurut agama haram hukumnya lelaki memakai perhiasan emas. Menurut penelitian hal tersebut bisa memicu terjadinya penyakit alzheimer.”

“Penyakit apa itu?” Aji bertanya dengan wajah tertarik.

“Penyakit alzheimer?” Ia kembali berkata dengan nada tanya.

“Iya penyakit yang menghancurkan memori dan fungsi mental lainnya.”

“Oh gitu, ya! Ternyata aku tidak salah.” Aji berkata seraya menatap lekat Naswa.

Naswa menaikkan sebelah alisnya. “Tidak salah apa?”

“Tidak salah pilih istri, dong! Wanita dinikahi karena empat perkara yaitu harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Lelaki yang beruntung itu memilih wanita yang paham dengan agama dan itu kamu, Naswa Farida.” Aji tersenyum tulus.

“Heleh, ternyata Aji Mahendra itu tukang gombal,” ketus Naswa.

Bisa Aji lihat istrinya itu tengah menahan senyum. Padahal rona merah telah menjalari pipi wanita itu. Ternyata gengsi Naswa belum turun juga. Namun, itu juga yang membuat Aji sulit berpaling dari istrinya itu.

Bukan Gadis Lagi (Completed) [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang