Forgive Me

376 27 49
                                        

Hyung... selamat ulang tahun.

Hapus.

Sudah kelima kalinya. Sungjae terus-menerus mengulang hal serupa; mengetik pesan berkalimat sama, dan berakhir dihapus. Rangkaian kata yang tersusun sejak menapakkan kaki di rumah sudah tidak berbekas dalam benak, tidak ada satu pun kata yang pas. Nomor Lee Minhyuk dengan ID 'Min Hyung' masih bertengger di bagian atas sebagai kontak yang akan dikirim pesan.

Andaikan semudah menghapus pesan itu juga, perasaan Sungjae menguap. Kalau saja ucapan 'selamat ulang tahun' cukup, lalu perasaannya tidak lagi mengganjal.

Tapi tidak bisa.

Ini hampir jam sepuluh, hari ulang tahun Minhyuk memang belum akan berakhir, hanya peluang Minhyuk menggunakan ponsel di hari tugasnya yang akan cepat berakhir. Sejenak Sungjae membayangkan, seumpama memiliki tongkat sihir yang bisa membawa dirinya ke negara beriklim tropis, Indonesia, mungkin Sungjae bisa terdiam lebih lama, setidaknya dua jam cukup untuk mengulur waktu.

"Mana ada tongkat semacam itu." Sungjae menyadari kegilaannya. Kehampaan di kamar besar yang melingkup, membuat gumaman terdengar jelas, seolah Sungjae berbicara keras.

Jika Sungjae berhasil mengirim pesan kepada Minhyuk, kemudian dapat balasan 'terima kasih', terus apa? Sungjae tidak tahu apa yang harus ditulis lagi. Lebih buruk kalau Sungjae benar-benar terlambat, dan Minhyuk membalas pesannya esok hari, pukul enam sore. Itu terlalu lama, perasaannya akan semakin membesar, sisi lain tidak bisa meledak dengan mudah.

Tujuh hari lalu, Sungjae tidak dapat menulis lebih banyak pesan kepada Eunkwang, apa hari ini juga demikian? Minggu lalu, meski terlambat membalas, Eunkwang menanggapi pesan Sungjae dengan penuh emotion tertawa ceria di akhir kalimat; 'Ouu Sungjae Yook, terima kasih banyak', lantas Sungjae menahan rasa ngilu dalam hati.

Dirinya mengirim pesan terlambat, jadi wajar Eunkwang yang sedang bertugas juga terlambat membalas. Sungjae tidak kesal karena 'keterlambatan', Sungjae justru kesal kepada diri sendiri yang tetap tidak bisa menuliskan hal lain setelahnya. Tidak bisa mengungkapkan apa yang diinginkan perasaan, itu lebih sesak dibanding putus cinta.

Jadi yang Sungjae harapkan, kali ini, Minhyuk menuliskan sesuatu selain terima kasih.

Enam menit lagi, Sungjae hanya memiliki waktu sempit itu, dan tidak ada yang dilakukan.

Menit yang berganti dari jam digital ponsel membuat Sungjae kalut, tangan yang memegang benda tipis itu basah, berkeringat.

"Oey, mengapa cemberut?"

Kalimat bernada keras yang Sungjae ingat terakhir kali sebelum Minhyuk pergi, memberi jarak antara mereka, dan Sungjae tidak dapat mendekati jarak itu semudah yang dibayangkan.

Maupun, kata-kata yang seharusnya terlupa seiring waktu berlalu. Tapi sayangnya, kesan dari kata sederhana itu terlalu menguatkan Sungjae di tengah kepenatan.

"Kau lelah, ya? Istirahat saja dulu, kita akan tampil belakangan, aku akan mengatakannya pada pengurus acara."

Bukan hanya fisik, melainkan perasaannya juga lelah. Di panggung yang megah, tetap harus tersenyum lebar, di bawah lampu-lampu yang panas, harus mengeluarkan seluruh energi. Ada seberat seribu ton besi yang mengimpit dada, namun hanya karena kalimat Minhyuk yang pengertian, kalimat Minhyuk yang tidak menekan, dirinya bisa kembali bangkit, bisa menari di atas panggung dengan sisa tenaga yang mulai menipis.

Kemudian Seo Eunkwang menimpali dengan kata hangat. "Kau sudah memberikan yang terbaik. Besok syuting terakhir, 'kan? Kami akan ke lokasi syutingmu."

Dua kakak tertua itu tidak pernah mengatakan kalau Sungjae banyak mengeluh, mereka paham bahwa Sungjae hanya manusia yang terkadang ingin keluar dari banyak tuntutan. Menyukai pekerjaan, bukan berarti tidak pernah jenuh.

By Your Side BTOB [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang