7pm: Selamat Datang Kembali

294 20 7
                                    

Hujan tiba-tiba turun deras. Beberapa pengendara motor menyerbu ruang terbatas di bawah kanopi. Dari dalam kedai, terhalang kaca bening yang tebal, kau menyaksikan bagaimana mereka terburu-buru mengenakan jas hujan. Sebagian lain hanya diam berteduh, ditemani angin malam yang membawa percik air langit. Puas oleh pemandangan itu, kedua matamu mengarah jam lonceng, menempel dinding dekat televisi yang menjadi fasilitas kedai selain WiFi.

Sebentar lagi pukul tujuh.

Arah matamu kembali berpindah, kali ini pada ponsel yang layarnya menyala. Kau sengaja memperpanjang durasi siaga, agar tidak ketinggalan notifikasi acara live sosok serupa seperti foto yang terpajang di laman utama ponselmu itu. Omong-omong, WiFi di kedai amat kencang. Demikian, kau berniat berlama, setidaknya sampai siaran berakhir, demi acara menontonmu tidak tersendat.

Mengagumi senyum sosok dalam layar adalah kebiasaanmu sehari-hari. Kau selalu membayangkan dia mengulurkan tangan acap kali kau terjatuh, seraya mengatakan; 'tidak apa-apa, semua akan membaik. Aku percaya padamu, maka kau harus memercayai dirimu sendiri'. Itu mampu membuatmu berdiri tegak di atas kedua kaki tanpa goyah, dan selalu bangkit kala jatuh.

Ingatanmu bergulir ke lain waktu. Hari-hari tanpa dia telah mengalir secepat guyuran hujan yang kian menderas di luar. Rasanya seperti baru kemarin matamu membengkak, mengetahui dia akan pergi sementara. Bukan karena perginya, kau menangisi ketidakmampuanmu mengucap 'selamat berjuang' secara langsung. Pada hari ini pun, saat dirinya pulang, kau tidak bisa menyambutnya, hanya akan mengucapkan 'selamat datang' diam-diam.

Di tempatmu duduk, kau larut dalam suasana dingin, kemudian berandai-andai memiliki kekuatan teleportasi, supaya dirimu bisa langsung berada di hadapannya. Tentu saja, untuk mengatakan kalimat singkat yang selalu tak bisa terdengar itu.

Ah, andai saja.

Terlalu lama menatap layar ponsel membuat kedua matamu kering, tapi apa penglihatanmu ikut bermasalah? Ada yang janggal. Asap tipis dari cokelat panasmu yang mengepul tinggi-tinggi menetap layaknya benda padat di udara, suara televisi tidak terdengar. Orang-orang yang tadi kau lihat melalui kaca, membeku. Begitu juga pengunjung kedai yang duduk di sekitarmu. Hanya ada satu suara; detik jam.

Tidak, tidak. Ada suara lain.

Langkah sepatu terdengar mendekat. Dirimu mulai was-was. Gambaran adegan dari buku bergenre thriller yang sering kaubaca membuat kecemasanmu meningkat.

Mencoba tenang, kepalamu bergerak sedikit arah sisi, memastikan suara yang terdengar semakin dekat lalu terhenti itu nyata. Sepasang kaki beralas sepatu ugg hitam terlihat oleh kedua mata, yang berarti pemiliknya berada di depan muka jika kau sampai berani mendongak.

Jam berdentum, menyuarakan tujuh angka, saat yang bersamaan kau menemukan titik keberanian untuk mengangkat kepala. Apa pun yang terjadi.

Astaga!

Takutmu terganti oleh rasa menggebu, memenuhi berbagai macam perasaan dalam relung. Keajaiban, benar ada, 'kan?

Tanpa ragu, kau berkata, "Selamat datang kembali, Seo Eunkwang... Oppa."

.
.
.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


HUEEEE, ige mwoya? Mollaaa. Aku pun ndak tahuuu. Semacam fiksi mini, tapi entahlah. Ini nulis dadakan, serius. Nggak direncanain pula. Makanya, maaf banget untuk ke-absurd-an yang tidak terkendali begini.

Bagaimana rasanya abang Ekwa pulang?

Aku; guling-guling di ranjang. Nggak tahu lagi, nggak bisa dideskripsikan. Sersan Seo, selamat ya, sudah menyelesaikan tugas dengan baik. Pingin meluk diaaa. 😣😣 #hughughug

Yaudaa Melody, selamat tenggelam dalam euforia merah jambu dipadu biru ini, huhu~ (niru 'huhu'nya abang Ekwa di Stand by Me. Bernada jadinya). Bentar lagi dia liveeee.

Stay health, Melodies!

By Your Side BTOB [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang