Pengorbanan

2.8K 155 4
                                    

Jatuh terduduk, lunglai dengan air mata begitu deras. Perlahan melangkah mendekatinya, lalu berlutut mengimbangi. Tak membuang waktu, memeluk tubuh rapuh istriku di depan Om Danu yang tergeletak.

Aku tahu dia mendengar semua pembicaraan kami. Mefi sudah mengerti, siapa penyebab terbunuhnya kedua orang tua. Hingga ia mampu berbuat di luar dugaan. Aku menyesalinya. Mengapa dia harus terlibat?

"Dia bukan manusia, sudah sepantasnya dikirim ke neraka!" serunya dalam pelukan ini.

Aku sangat menyayangkan tindakannya, yang justru membahayakan diri sendiri.

Hanya bisa menenangkan. Sedangkan penghuni rumah mulai berdatangan penuh dengan teriakan histeris. Terutama tante Nina, istri dari Om Danu.

Tubuhnya ambruk memeluk suaminya yang tidak sadarkan diri, dan entah masih bernyawa atau sudah tiada.

"Apa yang kalian lakukan!" teriaknya. Membuat Mefi meronta memaksa ingin melepaskan pelukan. Namun, kutahan.

Tante Nina terus menangis, terlihat membalikkan tubuh suaminya. Menepuk-nepuk pipi berharap membuka mata.

Semua keluarga membopong lelaki berbadan tinggi itu, dan menghilang di balik pintu. Entah apa yang akan terjadi nanti, terasa semakin rumit. Aku tidak akan membiarkan hal buruk apa pun terjadi pada wanita yang aku cintai.

"Mereka membunuh Papa dan Mama! Mereka iblis!" teriak Mefi.

Mengusap dan sesekali mencium kepalanya, demi menenangkan luapan. Jika aku tidak datang, maka tak bisa kubayangkan, betapa terancamnya nyawa Mefi.

"Sudah ... tenang, ya, Sayang." Lagi-lagi, hanya itu yang mampu aku ucapkan.

***

Beberapa polisi datang, mengintrogasi kami berdua. Om Danu sedang kritis, banyak mengeluarkan darah, juga benturan yang sangat keras menjadi sebab utama. Kemungkinan hidupnya sangat kecil.

Tidak ada saksi yang melihat siapa yang melempar guci itu. Bayangkan saja, jika harus dibawa ke kantor polisi, hati ini sungguh tak rela melihat wanita yang kucintai diseret layaknya tahanan.

Aku meremas tangan Mefi, berharap dia tak mengatakan apa pun. Biarkan aku memutuskan satu hal.

"Saya yang melakukan, Pak. Karena membela diri," ucapku saat polisi mempertanyakan kronologinya.

Seketika Mefi menatap, kembali menggenggam tangannya erat. Berharap istriku mampu memahami kode yang kuberikan.

Hati ini tidak sanggup, jika harus membayangkan wanita yang terbiasa dengan kemewahan, justru harus mendekam di dinginnya jeruji besi. Tidak akan pernah!

"Beri keterangan di kantor polisi nanti," ucap salah seorang polisi sebelum membawa kami pergi.

Dalam perjalanan, aku harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Meninggalkan pesan pada Dani, satu-satunya orang yang bisa diharapkan untuk membantu, mengumpulkan segala bukti yang mampu menyelamatkanku.

[Keadaan gawat darurat. Aku dibawa polisi dan kemungkinan akan ditahan. Datang ke lokasi yang sudah aku share. Bantu Mefi menemukan bukti untuk membebaskanku!]

Send.

Aku tahu, dia akan membantuku dengan segenap jiwa raganya. Minimal, bukan Mefi yang harus merasakan gelapnya ruang tahanan. Buka dia yang harus tidur beralaskan sesuatu yang membuat badannya sakit saat terbangun. Biar aku saja.

"Kenapa, Lian?" bisik Mefi menangis, saat kami berada di perjalanan. Dia terus berada di dekapanku.

"Sstt," jawabku menutup percakapan, merengkuh lengannya, demi menghapus kecurigaan pada polisi yang sedang mengendarai.

Mendadak NikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang