Frozen Love & Symphony Orchestra (bag 4)

188 18 1
                                    

   Selesai mandi dan masih memakai handuk kimononya, Kimberly hendak duduk di sofa kamarnya dekat jendela.
   "Lama sekali kau mandi, Kimberly?" Suara Merla kembali mengejutkannya.
   Dan Kimberly terbelalak karna gadis kecil itu sudah dengan posisi asik di atas tempat tidurnya sambil membaca Bible di hadapannya.
   "Kupikir kau menungguku di bawah? Dan kau janji akan baik-baik di sana? Tapi kenapa kau ada di sini?! Apa kau mengacak-acak kamarku?!" Selidik Kimberly merasa terusik dengan ulah gadis kecil itu.
   "Aku bosan di bawah. Aku tidak suka gadget. Tidak terlalu suka nonton tv. Aku mencari buku yang bisa kubaca. Seandainya aku bisa memainkan piano besar itu seperti Uncle Josevan, mungkin aku bisa menghibur diriku dan tidak sebosan ini hanya untuk menunggumu selesai mandi, Kimberly." Merla beralasan nadanya merajuk dan raut wajahnya memelas seolah berharap Kimberly tidak memarahinya.
   Kimberly menghela nafas. "Baiklah, kau boleh di sini," katanya tak tega. Diambilnya sweeter warna peach dan jeans warna navy dari lemari. "Kau tanggu di sini oke?! Aku akan secepat kilat kembali," katanya tegas kepada Merla. Lalu melangkah cepat ke ruang ganti yang bersebelahan dengan kamar mandi.
   Merla hanya menatap Kimberly sebentar, lalu kembali membaca Bible itu. Ia asik membaca sambil menunggu Kimberly menyelesaikan aktivitasnya. Kimberly tak lama muncul dari ruang ganti lalu duduk di depan meja rias.
   "Huff! Selesai,"ujar Kimberly setelah menyisir rambutnya.
    "Kali ini kau lebih cepat dari dugaanku. Kupikir kau akan bermake up dan memakan waktu lama lagi? Tapi kulihat, kau bahkan tidak memakai powder? Kenapa kau tidak berdandan, Kimberly?"
   "Huh! Gadis kecil, kau ini cerewet sekali! Untung saja kau itu lucu dan menggemaskan, jadi aku sulit untuk marah padamu," ujar Kimberly gemas.
   "Apa aku tidak cantik? Hanya lucu dan menggemaskan?" Tanya Merla merasa kurang dipuji.
   "Oh, tentu saja karna kau juga sangat cantik, Merla. Kau itu seperti malaikat kecil yang tiba-tiba saja datang mengusik hidupku. Jelas?! Sekarang waktunya kita ke meja makan karna aku sangat lapar," ajak Kimberly seraya berdiri dan menyodorkan tangannya pada Merla yang sudah duduk di atas tempat tidur.
     Namun Merla tak bergeming.
   "Kau membaca Bible ini, Kimberly?" Tanyanya seperti heran sambil menunjuk buku di depannya.
   "Ya, tentu saja. Kau pun membacanya bukan?"
   "Ya, kau benar. Tapi aku juga menyukai banyak buku cerita. Tadi aku mencarinya. Dan di kamarmu aku hanya menemukan Bible ini. Mengapa?"
    "Karna aku sebenarnya tidak terlalu suka membaca. Terkecuali Bible itu. Aku harus membacanya."
   "Kau harus?" Tanya Merla tak mengerti. Menurutnya membaca Bible itu kesukaan, bukan keharusan yang dipaksakan.
    Kimberly tiba-tiba tertunduk, raut wajahnya tampak sedih lalu ia duduk di tepi tempat tidur di hadapan Merla. "Mungkin kau belum memahami. Apa yang tengah kualami, tak dapat kujalani sendiri. Aku  begitu sedih dan rapuh. Aku membutuhkan kekuatan Tuhan untuk menolongku. Dengan membaca Bible, aku meyakini mendapatkan kekuatan itu," jelas Kimberly. Matanya berkaca-kaca.
   "Kau yakin?"
   "Ya, aku yakin," tandas Kimberly mengangguk seraya menguatkan dirinya. Menghapus air mata yang menggenang di matanya dengan jemarinya.
   "Memangnya apa yang kau alami?"
   "Haruskah aku bercerita padamu? Kau masih tertalu kecil Merla," dalih Kimberly ada rasa malu.
   "Apakah itu tentang cinta? Biasanya gadis seusiamu menangis tersedu-sedu karna cinta."
   "Hei, bagaimana kau tau?"
   "Dari buku cerita. Dan aku melihatnya sendiri. Wanita-wanita itu menangis ketika Uncle Josevan tidak menyambut cinta mereka. Beberapa bahkan menangis sambil bercerita padaku."
   Kimberly menghela nafas panjang. Oh, no! Merla lebih dulu tau dari yang seharusnya!
     "Kau pasti sudah menduganya kan, Kimberly? Uncle Josevan itu sangat tampan. Dan begitu banyak wanita yang mengaguminya... Dan kau..., sepertinya menjadi salah satu pengagum barunya? Kulihat matamu tak berkedip saat menatap Uncle."
     "What???!!! Bagaimana mungkin gadis kecil?! Sepertinya kau terbawa dengan kisah di buku ceritamu," kilah Kimberly.
     "O, ya.. Apa kau yakin?!"
     "Apa kau tak tau?! Hatiku sedang bersedih karna seorang pria.."
   "Menurutku kau sangat cantik, Kimberly. Tidak pakai make up pun kau sangat cantik. Dan kau gadis yang baik karna kau membaca Bible, meskipun itu kau paksakan. Bagaimana mungkin seorang pria mampu membuatmu bersedih?"
   Kimberly angkat bahu. "Nyatanya, itulah yang kualami. Dia memilih perjodohannya dengan wanita lain. Dan memutuskan cintaku. Hatiku dan cintaku rasanya membeku tiba-tiba! Dan, ya.. aku sangat sedih..," Kimberly pun tak dapat menahan air matanya. Ia menangis.
   Merla memeluk Kimberly. "Jangan menangis lagi Kimberly. Masih banyak orang yang lebih menyedihkan darimu. Saat kau kehilangan cinta, sibukanlah dirimu dengan memberikan cinta untuk orang lain. Itu yang Velicia Angel katakan padaku," ujar Merla seraya membelai rambut Kimberly dengan tangan mungilnya.
   Kimberly seperti tersadar. Seharusnya ia memberikan contoh yang baik untuk Merla. Bukan malah sebaliknya. Ia merasa seperti anak kecil yang mengeluh pada Merla, Merla justru seperti gadis kecil yang dewasa sebelum waktunya.
   Kimberly segera menghapus air matanya. "Baiklah Merla," ujarnya seraya bangkit berdiri. Dihelanya nafas dalam-dalam lalu dihembuskannya perlahan. Mengumpulkan kembali ketegarannya.
   "Kau sudah baik-baik saja?" Tanya Merla.
   Kimberly tersenyum dan mengangguk. "Ayo kita ke bawah," katanya. Dibantunya Merla turun dari ranjangnya lalu digandengnya tangan mungil Merla. Menuruni tangga dengan hati-hati. Menuju meja makan.
   "Pancake buatan Onti Rose itu enak sekali. Aku selalu tergoda untuk memakannya lagi meskipun aku sudah sarapan," ujar Merla yang tergiur melihat hidangan di meja makan.
   Kimberly tersenyum. "Duduklah putri kecil," ujarnya mempersilahkan dengan menarikkan kursi untuk Merla.
Lalu dengan sigap Kimberly melayani gadis kecil itu. Menyajikan pancake di piring gadis itu, menuangkan saus strawberry yang diminta lalu membuatkan susu hangat kesukaannya.
   Sarapan yang menyenangkan pun tercipta. Pancake lezat dan susu hangat di iringi dengan canda tawa. Kimberly tampak terhibur dan menikmati kebersamaannya dengan Merla.
   Namun keceriaan itu berubah tiba-tiba saat bercengkrama di ruang tengah. Kimberly seperti benar-benar terkejut dengan apa yang baru saja di dengarnya.
   "Uncle Josevan sebentar lagi akan menjemputku, Kimberly. Mengantarku dan menemaniku cek-up ke rumah sakit lalu mengantarku pulang ke panti asuhan."
   Kimberly pucat pasi. Senyum itu hilang. Jantungnya seperti berhenti berdetak. Sesak! Matanya memanas. Air mata itu sekuat tenaga ditahannya.
   "A..apa yang kau katakan, Merla?" Susah payah Kimberly melontarkan tanya. Tenggorokannya serasa tersekat. "Kau cek-up?! Kau pulang ke panti asuhan?! Apa maksudmu, Merla?" Mata Kimberly berkaca-kaca menatap Merla. Berharap gadis kecil itu hanya bercanda.
   "Mungkin kau belum tau, Kimberly. Kesehatanku tidak baik. Untuk itu aku harus selalu cek-up sampai kesehatanku membaik. Dan, aku memang tinggal di panti asuhan. Aku tidak tau papa mamaku dimana. Yang aku tau aku memang tinggal di sana bersama teman-teman," tutur Merla polos seolah tanpa beban.
     Air mata Kimberly deras menetes. Tak kuasa lagi menahannya. Ditatapnya Merla dengan sangat iba.
     "Maaf aku tidak bertanya padamu, Merla. Kau tampak ceria dan sehat. Aku tak menyadari keadaanmu yang sesungguhnya. Kau sakit apa? Kenapa kau harus tinggal di panti asuhan? Kenapa tidak tinggal bersama Josevan atau Onti Rose? Apa mereka tidak ingin mengangkatmu?" Tutur Kimberly dengan nada yang sedikit bergetar.
   "Kau tidak perlu khawatir, Kimberly. Sakitku tidak parah. Dan aku akan sembuh. Aku memang ingin tinggal di panti asuhan itu bersama teman-temanku. Jika kau mau aku akan mengajakmu ke sana. Akan ku kenalkan teman-temanku padamu. Apa kau mau?"
   Sungguh! Tak terlihat duka di wajah gadis kecil itu. Mata itu justru tampak berbinar penuh semangat ketika mengajak Kimberly ke tempat tinggalnya, di panti asuhan.
   Kimberly mencoba mengukir senyum di tengah derai air matanya, demi melihat senyum di wajah Merla yang menatapnya penuh harap.
   Kimberly mengangguk. "Tentu saja, aku mau, Merla," jawabnya.
   Senyum Merla kian terkembang. Begitu senangnya ia. Dipeluknya Kimberly. Kimberly pun memeluk Merla dengan kasih sayang.
   Belum ada setengah hari mengenal gadis kecil itu, namun entah mengapa Kimberly sudah begitu menyayanginya. Dan sudah banyak hal yang Kimberly pelajari dari seorang Merla.
   "O, ya. Mungkin kau perlu tau, Kimberly." Ujar Merla tiba-tiba sambil melepas pelukannya.
   "Apa?" Kimberly mengernyit tak mengerti.
   "Aku tinggal di panti asuhan milik Velicia Angel."
     Lagi, nama itu didengar Kimberly. Mengundang tanya di hatinya.
     "Siapa dia, Merla?" Lontar Kimberly akhirnya.
      "Dia wanita yang sangat cantik dan sangat dicintai oleh Uncle Josevan."
     Deg! Seperti ada yang menghantam dada Kimberly, mendengar hal itu. Sakit dan perih!!!
    "Oh, ya?" Ujar Kimberly berusaha menutupi suasana hatinya. Belum lagi kering air matanya karna Merla. Seakan Kimberly ingin menagis lagi. Akh! Tapi kali ini, Kimberly harus bisa menahannya.
   Ya, menahannya! Karna tak lama Josevan muncul seorang diri, menjemput Merla. Kimberly mengantar Merla sampai ke mobil. Lalu buru-buru kembali ke dalam tanpa menoleh. Namun baru saja hendak menutup pintu, Kimberly terkejut karna Josevan memanggilnya. Pria tampan itu tampak berdiri di depan pintu.
   "Nanti malam aku akan menjemputmu, Kimberly. Aku akan mengajakmu makan malam sebagai ucapan terima kasihku karna kau menjaga, Merla. Dan ada seseorang yang ingin kuperkenalkan padamu, yang juga ingin mengenalmu." Suara Josevan begitu jelas dan tegas.
    Kimberly tersekat. Tak mampu berkata-kata. Mata biru itu menatapnya. Dan senyum itu sedikit sekali. Tanpa menunggu jawaban, Josevan segera melangkah pergi. Tubuhnya yang atletis itu begitu sigap memasuki mobil mewah berwarna hitam. Mobil itu pun berlalu di tengah hamparan bersalju.
     Meninggalkan rasa dingin dan beku. Kimberly segera menutup pintu. Dan berlari menuju kamar. Tangisnya tumpah yang sejak tadi di tahannya.
  
***
  
  

FROZEN LOVE & Symphony OrchestraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang