Dan akhirnya tiba.
Kimberly sempat tertegun sesaat mengagumi bangunan magah bernuansa klasik kuno itu. Mirip seperti castle.
"Ayo kita masuk, Kimberly," ajak Onti tampak tergesa.
Kimberly segera melangkah. Mengikuti Onti Rose dan Uncle Jack menyusuri bangunan megah itu. Sayup-sayup Kimberly mendengar alunan denting piano. Instrument lagu milik Beethoven - Für Elise.
Mungkinkah itu Josevan? Batin Kimberly resah. Jantungnya serasa berdegup tak karuan. Namun langkahnya tak dapat dihentikan dan semakin mendekati dentingan itu berasal.
Begitu tiba di depan sebuah pintu besar sepertinya merupakan bangunan utama dan termegah. Dan sepertinya tempat Symphony Orcestra itu akan ditampilkan. Tubuh Kimberly bergetar. Benar! itu Josevan. Meski masih dikejauhan Kimberly mengenali sosok itu. Dan langkahnya terus mengikuti Onti dan Uncle mendekati piano besar itu berada.
Sosok pria tampan itu tampak semakin jelas, dan masih serius mendentingkan piano itu. Dan rupanya ia tak sendiri. Seseorang bersamanya, berdiri di sebelah piano itu dan memperhatikannya, menikmati lagu yang lahir dari dentingan itu. Bukan Velicia. Melainkan seorang pria yang usianya kira-kira sebaya dengan Uncle Jack.
Oh, Tuhan berilah aku kekuatan agar aku bisa menguasai diriku, doa Kimberly dalam hati.
Tak lama Josevan pun menyudahi dentingannya. Tepuk tangan spontan diberikan untuknya. Kimberly, Onti Rose, Uncle Jack dan seorang pria yang belum Kimberly kenal itu. Permainan yang sangat indah. Kimberly tak bisa satu pun alat musik namun Kimberly dapat menilai kehebatan Josevan dalam memainkan piano itu.
Namun pria tampan itu hanya memberikan senyumnya sedikit. Ya, seperti biasanya. Lalu ia bangkit menghampiri Onti dan Uncle Jack diikuti seorang pria itu. Kimberly yang berdiri di belakang mereka sempat menghela nafas untuk menenangkan diri.
"Kita langsung ke ruang rapat, Onti, Uncle. Ada hal penting yang harus aku sampaikan," ujar Josevan tampak serius.
"Oke," sahut Onti dan Uncle bersamaan.
"Senang melihatmu di sini Kimberly," sapanya pada Kimberly. Mata biru itu menatap Kimberly sebentar sebelum melangkah lagi.
Onti Rose membelai Kimberly lembut sambil tersenyum sebelum mengikuti Josevan.
"Hi, Kimberly... kau pasti bertanya siapa gerangan pria tampan satu ini?" Uncle Jack menepuk bahu seorang pria itu.
Tawa mereka yang bersamaan memecah kesunyian dan kekakuan tadi. Kimberly hanya tersenyum.
"Ini Uncle Felix, Kimberly. Dia adalah musisi terkenal di kota ini. Dulu, dialah guru privat Josevan di bidang music," uncle Jack memperkenalkan.
Seorang pria bernama Uncle Felix itu tersenyum seraya mengulurkan tangannya pada Kimberly.
Kimberly pun menjabat tangan Uncle Felix dengan senyuman.
"Kau tidak keberatan bersama Uncle Felix, sementara Uncle dan Onti berbicara dengan Josevan kan Kimberly?" Tandas Uncle Jack. Dan tak mungkin Kimberly mengelak.
Kimberly pun mengangguk, tersenyum mengerti.
"Apa kau ingin kuantar berkeliling, Kimberly?" Tanya Uncle Felix ramah begitu Uncle Jack berlalu.
"Tidak Uncle. Aku ingin duduk saja di sini."
"Baiklah, silahkan dimana kau mau duduk. Buat dirimu senyaman mungkin di tempat ini. Aku akan menemanimu," timpal Uncle Felix.
Kimberly memilih kursi di depan tak jauh dari tempatnya berdiri. Dan Uncle Felix duduk di sebelahnya.
"Kau seorang musisi terkenal di kota ini. Sungguh, suatu kebanggaan bagiku bisa berbincang denganmu, Uncle," sanjung Kimberly. Kembali membuka percakapan.
"Terima kasih atas sanjunganmu, Kimberly. Suatu kebanggaan juga bagiku bisa berbincang denganmu seorang wanita muda dan sangat cantik. Mungkin Josevan pun iri padaku," timpal Uncle Felix. Menghadirkan derai tawa dan keakraban yang baru saja tercipta.
"Bisa kubayangkan betapa hebatnya kau memainkan piano. Melihat dari kemahiran Josevan tadi," puji Kimberly lagi.
"Apakah ini pujian untuk, Josevan?"
Kimberly mendelik. Wajahnya mendadak bersemu. "Tentu saja untukmu, Uncle," buru-buru Kimberly meluruskan. Mencoba menutupi rasa yang ada.
Uncle Felix tersenyum bijak. "Kalau begitu kau harus memastikannya di konser nanti. Kau akan melihat siapa yang lebih unggul."
"Mmm.. yaa.. semoga aku bisa, Uncle. Onti Rose juga memintaku untuk datang."
"Kau harus datang, Kimberly!
Dan kau harus menikmatinya sampai selesai. Karna di ujung acara Josevan baru akan tampil. Namun sayangnya hanya memainkan satu lagu. Dan lagu itu ditujukan untuk seseorang..." Uncle Felix tersenyum penuh misteri.
Kimberly menimpali hanya dengan tersenyum. Itu pun sekuat hati diulasnya. Kimberly yakin seseorang yang dituju itu adalah Velicia Angel.
Ya. Membayangkan hadir untuk menyaksikan sanjungan dan cinta Josevan untuk Velicia. Sungguh, sebenarnya Kimberly tak sanggup. Namun Kimberly mencoba untuk berbesar hati. Lagipula Velicia Angel sepertinya pantas mendapatkan semua itu.
"Kau memikirkan sesuatu, Kimberly? Wajah cantikmu tiba-tiba saja tampak sedih?"
"Tidak, Uncle. Aku baik- baik saja," kilah Kimberly dengan kesedihan yang ditutupinya dengan keiklasan.
Tiba-tiba ponsel Uncle Felix berbunyi..
"Hallo.. Josevan.."
"Bisa ke ruang rapat, Uncle? Aku ingin membicarakan konsep akhir untuk konser nanti." Suara Josevan terdengar di balik ponsel Uncle.
"Bersama Kimberly?"
"Tentu saja, Uncle. Ajak serta, Kimberly."
"Ok."
Uncle Felix menutup ponselnya.
"Apakah itu Josevan, Uncle?"
"Ya. Dia ingin kita ke ruang rapat, Kimberly. Untuk membicarakan konsep akhir menjelang konser nanti. Semoga saja ia tidak mengubahnya lagi."
"Apakah mungkin Josevan mengubahnya? Konser sudah sebentar lagi bukan?"
"Tentu saja mungkin bagi Josevan, Kimberly. Karna konser ini terlaksan semua atas kendalinya. Josevan pemilik semua ini. Orkestra Klasik ini miliknya. Konser besar ini, dia yang mendanai sepenuhnya."
"O, ya?! Kukira Josevan hanya sebagai seorang Pianis saja, Uncle?"
"Music bagi Josevan hanya sebagai pelepas penat saja, Kimberly. Meskipun sejak kecil ia sangat berbakat di music terutama piano, seperti yang kau lihat. Kesibukan utamanya adalah sebagai seorang pengusaha muda yang sukses. Josevan merupakan salah satu pemuda terkaya di negeri ini."
Wow..! Sungguh Kimberly terperangah. Ia tak menyangka Josevan semapan itu. Pantas saja pria tampan itu tampak berwibawa, penuh kharisma, terlihat sibuk dan terkesan cool di mata Kimberly. Ternyata ia bukanlah pria biasa.
"Boleh aku tahu untuk apa Josevan mengadakan konser amal sebesar ini, Uncle?"
Uncle Felix terdiam. Seperti ada sesuatu yang dipikirkannya. "Sebaiknya kau tanyakan sendiri pada Josevan. Mari kita ke ruang rapat sekarang, Kimberly," ujar Uncle seolah menutupi sesuatu.
Entah apa, Kimberly tak mau berpikir terlalu jauh. "Maaf aku tidak ikut denganmu, Uncle. Aku harus pergi ke suatu tempat," ujar Kimberly. Sebenarnya ia pun berkelit. Kimberly kawatir Velicia juga ada di ruang rapat itu. Situasi dan waktunya kurang tepat. Kimberly tak ingin menjadi penganggu. Pertemuan itu masih dihindarinya.
"Kenapa, Kimberly? Memangnya kau mau kemana?"
"Aku ingin menemui gadis kecil bernama Merla di Panti Asuhan Velicia Angel, Uncle."
Wajah Uncel tampak terkejut.
"Kau.., mengetahui panti asuhan itu, Uncle?" Tanya Kimberly hati-hati namun menyelidik.
Ada sedikit kesedihan tersirat di wajah setengah baya itu. "Rumah yang penuh dengan kenangan. Rumah itu dulu milikku, Kimberly. Kebutuhan sangat penting dan mendesak memaksaku menjualnya. Josevan menolongku dan mau membelinya bahkan dengan harga sangat tinggi," tuturnya sambil mengenang.
"Aku turut prihatin mendengarnya, Uncle. Itu pasti berat untukmu."
"Ya, kau benar Kimberly. Saat itu berat, terlebih aku harus melewatinya di sebuah negri yang jauh dari sini. Namun kini semua telah terlewati. Aku banyak berhutang budi pada Josevan," Uncle tampak tersenyum bijak. "Kau tau, Josevan membayarku sangat mahal untuk kembali ke sini." Uncle tersenyum senang.
"Untuk konser ini kah, Uncle?"
"Ya, kau benar, Kimberly."
Kimberly mencoba melepas senyum.
"Sepertinya ini sebuah konser yang istimewa ya, Uncle?" Tandas Kimberly. Mencoba berbesar hati. Konser istimewa untuk Velicia, pikirnya.
"Tentu saja Kimberly. Apa kau belum tau, Josevan adalah pria yang serius dalam mengerjakan sesuatu. Tak heran ia seorang muda yang sangat sukses."
"Mungkinkah konser ini untuk Velicia, Uncle?" Kimberly mencoba mengungkap dugaannya.
Uncle Felix terdiam, seperti enggan membahas.
"Maaf kan aku, Uncle. Sepertinya kau tak berkenan aku membahas tentang Velicia? Aku tak bermaksud apa-apa, Uncle. Kukira kau pasti sangat mengenalnya. Bukankah Josevan sangat mencintainya?"
"Apakah yang kau kira seperti itu, Kimberly?"
"Merla mengatakan Josevan sangat mencintai Velicia. Dan katanya Panti Asuhan itu milik Velicia Angel. Tapi tadi kau mengatakan, rumah itu Josevan yang membelinya. Tentu saja hal itu ku anggap sebagai bukti cinta Josevan untuk Velicia."
Uncle Felix tersenyum getir.
"Panti Asuhan itu, mungkin saja dihadiahkan Josevan untuk Velicia. Karna yang aku tau Velicia memang mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Dan konser amal ini, kabarnya memang untuk merealisasikan harapan Velicia yang sempat tertunda," ungkap Uncle akhirnya dengan nada yang pelan dan sedih seperti tak ingin Kimberly tau.
Bak anak panah yang melesat menghujam dadanya. Mengejutkan dan menyakitkan! Mendengar hal itu. Meski sudah menduga, kepedihan itu tak dapat dipungkiri. Kenyataan betapa besar cinta Josevan untuk Velicia. Beruntung sekali kau, Velicia, batin Kimberly getir.
"Banyak hal terlewati semenjak ke pergianku, Kimberly. Semenjak kedatanganku Josevan lebih banyak membicarakan konser ini. Selebihnya ia tampak sangat sibuk dengan perusahaannya dan banyak hal. Tapi sejujurnya, sejak awal mengenal Velicia, aku tidak merestui jika Josevan menjalin cinta itu."
Kimberly terkejut mendengar pernyataan Uncle Felix.
"Mengapa kau.. tidak merestui cinta itu, Uncle?! Apa yang menyebabkan hal itu? Apakah rumah itu?! Karna yang kutau justru Josevan sangat mencintai Velicia..?!" tandas Kimberly tak mengerti.
"Darimana kau tau, Kimberly? Kuharap kau tak salah mengerti.."
"Biarkan cinta itu tetap terjalin, Uncle. Menurutku itu lebih baik," ujar Kimberly tulus meski terpuruk.
"Josevan sudah seperti putraku sendiri. Aku menginginkan yang terbaik untuknya. Sejujurnya aku berharap kau dan Josevan bisa mengenal lebih dekat, Kimberly."
"Apa maksudmu?! Kau baru saja mengenalku, Uncle?! Mengapa seolah kau ingin aku ada di tengah cinta itu?!"
Kimberly sungguh tak mengerti! Apa sesungguhnya alasan Uncle Felix?! Mengapa seolah ia menyodorkan Josevan kepadanya?! Meskipun yang dikatakan Uncle Felix sebetulnya bagai angin segar yang menghempas kebekuan cinta di hati Kimberly. Membuka celah kebahagiaan untuknya. Namun sayangnya, Kimberly tak kan sampai hati merusak jalinan cinta itu. Lebih baik bagi Kimberly untuk menyimpan sendiri cinta yang terlanjur tumbuh itu. Dan membiarkannya membeku!
"Aku bisa menilaimu, Kimberly. Kau tidak hanya sangat cantik, tapi kau juga lembut dan aku yakin kau gadis baik. Kaulah yang pantas bagi Josevan."
"Tapi mengapa Uncle?! Apa kau ingin memperdayaku? Untuk tujuan tertentu?!"
Uncle Felix menggeleng tegas. "Sama sekali tidak, Kimberly. Mungkin bukan waktu yang tepat menurutmu saat ini, aku mengerti keadaanmu. Tapi menurutku inilah waktu yang tepat bagi Josevan untuk mengakhiri cintanya kepada Velicia."
Kimberly menatap Uncle Felix dengan segala duga yang berkeliaran dibenaknya. Uncle sepertinya kecewa kehilangan rumah itu?! Atau kah ia terobsesi akan hal lain?! Ataukah ada sesuatu tentang Velicia?! Velicia selingkuh kah?! Atau Velicia bukanlah dari keluarga kaya?!
"Apa yang salah dengan Velicia, Uncle? Apa yang salah dengan cinta itu? Satu-satunya kesalahan adalah kau yang tak merestui cinta itu..?!" Lontar Kimberly akhirnya. Ia mulai kecewa dengan sikap Uncle terhadap Velicia.
"Jika menurutmu Josevan masih mencintai Velicia, tentu itu sebuah kesalahan, Kimberly. Sungguh aku berharap cinta Josevan segera beralih padamu."
"Josevan memberi segalanya untuk seorang Velicia?! Rumah Panti Asuhan itu bahkan Konser Amal ini. Apakah itu yang kau sebut cinta yang salah, Uncle?! Juga tak kulihat kebencian untuk seorang Velicia. Justru yang kudengar adalah pujian tentangnya. Tak kulihat celah sedikit pun dari cinta itu..!"
Tiba-tiba saja i-phone Kimberly berbunyi. Dan Kimberly terbelalak kaget!
"Ethan..?!"pekiknya tertahan. Meskipun nama itu sudah terhapaus, namun Kimberly hapal betul itu nomor pria yang telah melukai hatinya.
Untuk apa lagi dia menelponku?! Batin Kimberly dengan perasaan yang semakin campuraduk dan sangat sedih.
"Mengapa kau tidak mengangkatnya, Kimberly?!" Tanya Uncle. Melihat i-phone digenggaman Kimberly yang berbunyi berkali-kali namun gadis itu membiarkannya sampai tak berbunyi lagi.
Kimberly tak menyahut. Keceriaan di wajah cantik itu kian meredup dan berganti kecemasan.
Uncle memperhatikan hal itu dan tampak memahami sesuatu. Dihelanya nafas berat.
"Cobalah untuk bangkit. Dan membuka hatimu kembali. Jangan biarkan kesedihan itu membuatmu terpuruk terlalu dalam, Kimberly. Maka celah yang tak kau lihat itu akan berubah menjadi jalan yang lebar. Saat kau menatap Josevan bermain piano tadi.. kulihat ada cinta di matamu?" tandas Uncle pelan dan hati-hati.Kimberly tersentak! Mungkinkah cinta itu telah diketahui?! Haruskah dipungkiri lagi?! Kimberly merasa berkutat dengan cinta dan rasa yang rumit. Sejak tadi tangis itu ditahannya. Namun kini matanya berkaca-kaca.
"Aku wanita yang baru saja kehilangan cinta, Uncle. Aku tak ingin Velicia merasakan hal yang sama. Karna aku tau sakitnya!" Tandas Kimberly lirih.
"Aku tau apa yang kau alami. Tak seharusnya gadis secantik dan sebaik dirimu merasakan hal ini. Namun apa yang terjadi dalam kehidupan ini kadang tak memilih. Kehilangan memang pedih, Kimberly. Namun kehidupanmu harus tetap dijalani. Karna kebahagiaan adalah keputusanmu, Kimberly," tutur Uncle penuh empaty.
Sebenarnya Kimberly menyepakati kata-kata bijak Uncle itu. Namun kebahagiaan itu seolah belum berpihak padanya. Kimberly tertunduk sedih. Buru-buru menyeka air matanya. Seolah tak diberinya kesempatan untuk jatuh menetes.
"Ini kesempatanmu... cobalah membuka sedikit hatimu untuk Josevan dan raihlah kebahagiaanmu..." imbuh Uncle lagi.
"Maaf, Uncle. Sepertinya kau salah menilaiku. Jangan coba mempengaruhiku lagi karna aku tak ingin merebut cinta itu... Aku telah terhianati maka aku tak ingin orang lain merasa terhianati karna aku.."
"Kimberly.., Velicia itu...." Uncle Felix mencoba menegaskan sesuatu.Kimberly tak menghiraukan. Ia pun beranjak sambil menyeka air matanya yang kembali menetes... Langkahnya yang terburu-buru itu meninggalkan gema di kesunyian dan kemegahan bangunan itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
FROZEN LOVE & Symphony Orchestra
Short StoryKimberly begitu terluka ketika kekasih yang begitu dicintainya, tiba-tiba saja memutus cintanya dan bertunangan dengan wanita lain. Saat pertunangan itu, Kimberly tidak berkenan datang meskipun tersampaikan undangan untuknya. Ia memilih pergi...