💙Bab 5💙

184 69 100
                                    

Salah seorang laki-laki dengan Satu pegawainya memasuki ruangan. Ia melihat bahwa gadis mungil memegang tangan ibunya sambil tertidur.

Juna, menempelkan tangannya ke pipi gadis tersebut. Anna mengerjapkan matanya bahwa ada sesuatu yang dingin menempel di pipinya.

Anna melihat bahwa ada orang yang tak dikenalnya masuk ke dalam kamar rumah sakit ibunya. Anna tak tahu bahwa ibunya telah sadar dari kritisnya.

Anna menanyakan tentang siapa Juna.

"Siapa anda?Ada urusan apa dengan ibu saya."Tanya Anna.

"Saya_,"Juna menggantungkan perkataannya setelah dipotong oleh ibunya.

"Dia temen ayah kamu."Ucap cepat ibunya.
Yang ingin memperkenalkan diri ikut tersenyum ke arah Anna.

"Saya belikan kopi paman, mari duduk dan berbincang dengan ibuk."Anna berpamitan keluar setelah bersalaman dengan Juna.

"Ada apa kamu kemari?"Tanya ibunya.

"Aku ingin melanjutkan janjiku.Ikutlah bersamaku, anakmu dan kamu akan mendapatkan fasilitas dan tempat tinggal serta kasih sayang yang utuh."Hanna hanya diam mendengar dan mencerna baik-baik kata Juna dengan menangis.

Juna melihat Hanna menangis mengelus rambut Hanna."Biar ku perbaiki ulang semuanya."

Hanna hanya mengangguk mengiyakan.

"Kau hanya perlu berbincang dengan anakmu."Hanna kembali meneteskan air mata.

"Baik aku pamit."Juna berpamitan dengan mencium kening Hanna.

Flashback on.

Rumah besar selalu sepi akan penghuninya. Hanya ada dua insan yang tinggal di dalamnya. Angga dan Bi Inah.Ayah Angga selalu sibuk dengan pekerjaannya.Ada ataupun tidak ada nya ibunya di dunia, Ayah nya tetap bekerja.

Angga menyetel musik dengan keras di kamarnya, sehingga tak mendengar ada orang masuk di kamarnya.

"Nak,"Panggil pria itu. Angga yang merasa terpanggil hanya menatap muka pria itu malas.

"Ayah pikir kamu harus segera belajar tentang perusahaan, agar dapat melanjutkan karier Ayah nantinya."Ucap Ayahnya lembut.

"Tidak,"Angga tegas.

"Kamu harus mempertimbangkan jawaban kamu.Ayah pikir,kamu harus berfikir dua kali agar nantinya kamu tidak menjadi gelandangan di jalan."

"Maksut Ayah apa?"Bentak Angga.

"Apakah ini yang selama ini Ayah ajarkan kepada kamu? Ayah tidak pernah mengajarkanmu membentak ke orang tua."
Ayahnya tegas.

"Aku memang tak pernah di ajarkan sopan oleh Ayahku,karna ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya."

Plakk

Ayahnya itu menampar Angga dengan keras. Angga memegang pipinya yang memerah. Setelahnya bahawan ayahnya masuk ke dalam kamar Angga.

"Permisi tuan, ada hal penting!"

Tanpa basa-basi Ayah Angga pun pergi dengan kesal. Angga yang melihat itu bersorak keras.

"Terus kerja keras."Angga menjatuhkan semua Buku-buku nya yang ada di atas meja belajarnya.

Angga diam-diam mengikuti Ayah nya di belakang. Hanya dua kalimat yang ia dengar saat berbicara dengan Pegawainya saat ingin memasuki mobil.

"Tidak usah terlalu lama. Langsung kita pergi ke rumah sakit."

Angga pun bingung. Rumah sakit? Siapa yang sakit? Diselubungi rasa penasaran Angga. Angga pun mengikuti Ayahnya sampai ke rumah sakit.

Namun sampai sana ia telat, ia tak tahu kamar mana yang dikunjungi Ayahnya itu.

Flashback off.

Anna yang melihat Angga sedang ke resepsionis pun bertanya-tanya dalam hatinya.

Adakah yang sakit?_Anna.

Namun, sekarang suasananya terlalu rumit untuk memikirkan Angga. Anna berjalan menuju kamar ibunya setelah membeli kopi.Setelahnya Angga menoleh kanan-kiri ternyata itu hanya pikirannya bahwa ada yang melihatnya.

Sesampainya Anna di ruangan ibunya, Juna pamit untuk pulang . Melihat itu Anna langsung memberikan kopi nya ke Juna dan Pegawainya.

"Terima kasih Anna,bagaimana kamu mendidik dia sopan seperti ini? Tidak seperti anakku?"

"Jika sempat berkunjung lah kemari Paman."Juna hanya mengangguk.

Juna keluar dari ruangan itu dan menuju ke lobby. Disana Angga dan Juna sama-sama melempar tatapan. Angga menyusul Ayahnya.

"Ngapain kamu disini, ada yang sakit?"Tanya Juna.

"Iya.Temen aku."

"Mau ikut dengan kami pulang?"Tawar Juna.

"Tidak,urusilah pekerjaan mu."Angga lalu pergi sendiri keluar pintu rumah sakit itu.

Melihat keluarga nya seperti ini, Angga berinisiatif untuk bermain futsal di lap. Sendiri. Ia menggelinding kan bola tersebut dengan beberapa gaya, namun setelah dicoba berkali-kali untuk dimasukkan ke dalam gawang, tetap tidak masuk.

Angga melihat Anna sedang lewat di dekat rumah sakit itu. Namun Anna tak melihat keberadaan Angga. Anna duduk sambil melamun di kursi penonton.

Melihat itu, Angga menendang bolanya ke kaki Anna. Anna tersadar, namun menendang kembali bola itu ke pemiliknya seakan tak mau di ganggu.

"Lagi."Goda Angga.Angga menendang bolanya lagi ke Anna. Anna pun merespon sama.

"Cuma segini kemampuan lo futsal?"Remeh Angga.

"Gue bisa buktiin ke elo kak,"Anna berdiri. Dan berjalan mengambil bola di tangan Angga. Angga tersenyum melihat Anna yang cemberut seperti itu.

"Gue masukin bola ini ke gawang buat lo."Anna fokus menaruh bola di bawah kakinya, lalu menendang bola tersebut. Namun, tidak ada yang masuk juga.

Angga tertawa melihat itu. Angga merebut bolanya dari kaki Anna, terjadilah di sebuah lapangan kecil di samping rumah sakit, Angga dan Anna mengoper-oper bola dengan asik. Keringat membasahi mereka semua.

Anna dan Angga tertawa bersamaan, laku Anna pamit untuk kembali. Ia bilang tidak baik anak cewe keluar malem-malem. Angga terkekeh melihat tutur bicaranya.

Angga pun juga melakukan hal yang sama, ini saatnya Angga kembali ke rumah yang rasanya seperti neraka.

Angga tidak membuka sepatunya, ia memasuki rumah dan menuju ke meja makan. Bi inah melihat itu paham bahwa tuannya ingin makan malam.

"Ini tuan."Ucap Bi inah.

Angga memakan makanan itu.

"Apa-apaan ini,kok tidak enak. Kemana semua pembantu?"Tanya Angga marah.

"Semua berhenti karna tak kuat dengan tuan."Bi inah di tatap Angga dengan tajam.

"Tuan, plis tuan, jangan pecat saya seperti yang lainnya."Bi inah berjongkok.

"Tidak akan, bagaimana kau membuatnya sampai makanan ini tidak enak?"Tanya Angga karna kepada Bi inah lah Angga menganggapnya Ibuk.

"Semua pembantu tuan katakan masakan mereka tidak enak, jadi saya pikir untuk beli di luar."Jelas Bi inah.

"Yasudah."Angga tidak memakan itu melainkan pergi ke atas, ke kamarnya.

Angga merebahkan tubuhnya ke kasur yang sudah tak kuat menahan tubuhnya. Angga memandang langit-langit , berharap suatu saat nanti Ayahnya akan sadar bahwa keluarga lah nomer satu.

Amin._Angga.

•••



Ganna - [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang