Bagian 2

32 1 0
                                    

Keesokan harinya, Ivan terlihat duduk sendiri di kelasnya walau pada saat itu adalah waktu istirahat kedua. Tangan kanannya menopang dagunya, tangan kirinya terlipat di atas meja. Tatapannya kosong, tidak ada yang dia pikirkan saat itu. Mungkin dia hanya merasa bahwa hari itu akan berjalan begitu lama. Mungkin dia bosan.

"Bengong aja, ih!" seru Rina yang berusaha mengagetkan Ivan. Gadis manis itu datang dari kelasnya yang bersebelahan. Sebuah rutinitas pada waktu istirahat, keduanya selalu bersama. "Udah ketemu Pak Dadang?" tanya Rina.

"Oh iya..." hanya itu sahutan yang keluar dari mulut Ivan. "Kalau gitu aku ke ruang guru dulu ya," kata Ivan sambil menatap Rina dan memaksa tersenyum. "Gara-gara Pak Dadang kita jadi nggak bisa ngobrol," lanjutnya.

"Kamu sih, diare..." canda Rina berusaha membuat laki-laki yang ada di depannya itu ceria kembali.

"Aku tinggal, kamu nggak apa-apa?"

"Yaudah, paling aku balik ke kelas..."

Tujuan Rina datang ke kelas Ivan tidak hanya untuk mengobrol, hari itu, ada yang ingin dia sampaikan pada laki-laki itu. Ada seorang teman kelas Rina yang ingin meminta bantuan Ivan.


Ivan pun segera berdiri dan melangkahkan kedua kakinya lalu pergi meninggalkan Rina menuju pintu ruang kelas. Setelah ditinggal, gadis itu merasa bahwa dia tidak punya alasan lagi untuk tetap berada di situ. Dia pun kembali ke ruang kelasnya sendiri yang terletak di sebelah kelas itu. Kelas Ivan dan Rina bersebelahan.

Tepat sebelum Rina masuk ke kelasnya, dia berpapasan dengan Hendra, teman kelas Ivan yang baru saja datang setelah jajan di kantin. Gadis itu tidak menyadari kehadiran Hendra. Dia terus masuk ke kelasnya lalu menghampiri temannya yang bernama Laura.


"Rina?" kata Hendra dalam hati. Sudah lama memang dia mengetahui eksistensi Rina di sekolah. Sudah lama pula dia memperhatikan gadis itu. Di dalam pikirannya, Rina memenuhi kriteria gadis idamannya: manis, kulitnya cerah walau tidak terlalu putih, rambutnya sebahu, dan bibir yang tidak terlalu tebal. Rina juga memiliki dua bola mata yang walau tidak terlalu besar, senantiasa menatap dengan tajam. Ukuran dadanya juga cukup proporsional dengan ukuran tubuhnya yang tidak terlalu tinggi.

Hendra seketika itu berpikir untuk menghampirinya, niatnya untuk basa-basi. Sayang, Rina keburu sibuk berbicara dengan temannya. Dia lalu berjalan masuk ke kelasnya sendiri.

***

Di tempat lain, Doni yang baru saja terbangun dari tidur melihat 'lawan bertempur' sedang terlelap di hadapannya. Semalam, mereka berdua bertarung di atas ranjang, meluapkan hasrat berahi mereka, saling bertukar air liur dan keringat, sebelum akhirnya si gadis orgasme untuk yang kesekian kalinya, dan Doni pun ejakulasi di dalam vaginanya. Setelah selesai, mereka beristirahat, lalu mengulanginya lagi, istirahat lagi, lalu tempur lagi. Begitu terus sampai empat kali.

Sambil membelai, Doni, yang tiga bulan lalu ditetapkan sebagai pemimpin korporasi besar Cemara Group, mendengarkan gadis itu sedang mendengkur kecil. Dia begitu menikmati pemandangan yang ada di depannya. Mengetahui si gadis sedang menggigil kedinginan, pria berumur dua puluh delapan tahun itu pun mengatur kembali selimut yang sebelumnya menutupi setengah tubuh gadis itu.

Gadis itu adalah seorang bintang baru di dunia hiburan. Jam terbangnya cukup banyak. Tidak jarang dia bernyanyi di depan puluhan ribu orang yang tidak berhenti meneriakkan nama gadis itu sepanjang penampilannya. Dia juga kerap membintangi serial televisi yang selalu ditonton oleh ibu-ibu rumah tangga setiap pagi. Wajah gadis itu pun memang cukup enak untuk dipandang. Dia itu biasa dipanggil dengan nama Airin, tapi jika ditulis, namanya adalah Irene. Muda dan menawan. Sebuah deskripsi singkat yang biasa disematkan padanya.

Berita Kematian SahabatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang