Bagian 14

16 1 0
                                    

"Bosen..." keluh Rina.

"Terus, kamu mau apa?" tanya Ivan yang terlihat setengah hati berusaha untuk membujuk gadisnya itu.

"Aku kepingin kayak Laura...nggak pusing sama ujian..."

"Emang kamu sempat dikabarin Laura? Ditelepon gitu?"

"Yang terakhir aku cerita ke kamu itu...itu terakhir kali dia telepon aku."

"Sibuk mungkin..."

Satu tahun telah berlalu, dihitung sejak rumah Laura didatangi oleh Boy dan Randy. Seperti apa yang dikeluhkan Rina, sekolah mereka lebih terasa membosankan ketimbang setahun yang lalu. Tidak ada lagi acara festival sekolah. Tidak ada lagi seorang siswi bernama Laura. Gadis itu tengah sibuk dengan kegiatan barunya di dunia hiburan. Semua hal yang dilakukannya berjalan cukup lancar dan tidak ada masalah yang berarti. Aktivitas Laura di dunia hiburan cukup membuat Rina agak kesepian. Rasa kesepian Rina mungkin tidak terlalu beralasan. Dia hanya merasa bosan menjalani hari-harinya sebagai murid sekolah menegah atas. Atau lebih tepatnya, dia merasa iri dengan Laura yang sudah tidak lagi berurusan dengan dunia akademis.


"Ngomong-ngomong, ini sekolah kok nggak kayak tahun lalu?"

"Maksudnya?"

"Tahun lalu ada festival sekolah..."

"Oh...enggak ada yang mau bayarin lagi mungkin."

"Hendra?"

"Mana aku peduli? Beda kelas juga."

Nama Hendra sudah lama menjadi omongan banyak orang setelah festival sekolah itu sukses digelar. Acara tersebut sudah lebih dari cukup untuk membuat banyak siswa mengelu-elukan laki-laki itu. Itu terjadi karena dia dapat membuat Irene memberikan sebuah penampilan yang mereka anggap fantastis dengan menjadi penutup sekaligus puncak acara dalam festival sekolah satu tahun yang lalu. Hanya Ivan, Rina, dan beberapa orang lainnya tidak memberi Hendra nilai lebih.

Bocornya fakta tentang Hendra, yang merupakan seorang donatur dan penghubung antara sekolah dan Irene disebabkan oleh Erik. Anak itu, membeberkan seberapa besar uang yang telah Hendra gelontorkan demi terlaksananya acara festival sekolah tersebut. Tidak hanya itu, dia juga menceritakan apa yang disaksikannya ketika Hendra berbicara dengan Boy, baik lewat telepon, beberapa hari sebelum festival digelar, maupun secara langsung, di dekat gedung olahraga sekolah.

Mulut besar Erik itu tentu saja membuat hubungannya dengan Hendra sempat agak renggang. Pada dasarnya, Hendra tidak ingin apa yang dilakukannya itu diketahui banyak orang. Lain cerita dengan temannya itu, Erik, teman Hendra yang pernah menemaninya sepanjang hari di hari pertama dia menginjakkan kaki di sekolah, merasa bahwa Hendra adalah seorang sahabat yang istimewa. Terlalu istimewa bagi dirinya yang biasa-biasanya saja. Untung saja, kerenggangan di antara mereka berdua tidak berlangsung lama.


Ivan dan Rina saat itu sudah duduk di kelas yang sama, dua belas sains satu. Hari itu, mereka sudah menunaikan ujian nasional dan ujian akhir sekolah. Keduanya ada di sekolah bersama-sama dengan beberapa siswa kelas dua belas yang lain karena mereka diwajibkan untuk menyelesaikan beberapa urusan terkait berkas-berkas yang akan mereka terima ketika lulus nanti. Ijazah dan sebagainya.

Hendra dan Erik tidak lagi berada di satu kelas dengan Ivan. Sebelum tahun ajaran baru berlangsung, mereka berdua meminta kepala sekolah untuk dimasukkan di kelas dua belas sains dua. Awalnya, mereka menduga bahwa Rina akan memilih kelas itu, tetapi, kenyataan berkata lain. Ternyata, Rina juga meminta kepala sekolah untuk dipindahkan ke kelas yang sama dengan Ivan setelah mengerahkan segenap kemampuannya untuk menaikkan angka-angka di buku rapornya. Melihat naiknya nilai-nilai Rina, kepala sekolah setuju untuk memasukkan gadis itu ke dalam kelas unggulan. Bapak kepala sekolah sama sekali tidak tahu maksud dan tujuan anak-anak itu untuk saling pindah kelas.

Ketika Ivan dan Rina menunggu giliran untuk menyelesaikan urusan mereka, Hendra dan Erik sudah tidak terlihat lagi batang hidungnya di sekolah. Urusan mereka sudah selesai. Keduanya sudah pulang bersama-sama.


Di tempat lain, Laura sibuk dengan kegiatan promosi lagu keduanya sejak debut. Publik dan kritikus sudah mengantisipasi keluarnya lagu kedua gadis itu setelah melihat kesuksesan penjualan lagu pertama. Kanal situs sosial media milik Laura juga makin sering dikunjungi penonton. Ada sebuah rencana yang diusung pihak manajemen untuk meresmikan kanal pribadi Laura tersebut.

Tidak hanya disibukkan dengan kegiatan promosi lagunya, gadis itu juga harus menghadiri undangan-undangan untuk hadir di berbagai acara sebagai bintang tamu. Laura kala itu sudah dianggap sebagai seorang idola baru yang digadang-gadang memiliki aura yang lebih besar. Bahkan ada beberapa orang yang berpendapat bahwa dia lebih 'wah' fisiknya ketimbang Irene.

Beberapa waktu sebelumnya, Laura berhasil menemukan kisah mengenai proses perekrutannya. Dia akhirnya tahu bahwa Hendra adalah orang yang mengirimkan video pada manajemen tempat Boy bekerja. Gadis itu ingin sekali mengucapkan terima kasih pada Hendra, dia ingin sekali bertemu dengan laki-laki itu. Keinginannya itu belum pernah kesampaian karena keduanya, baik Hendra maupun Laura, sibuk dengan urusan masing-masing.

***

Irene masih terlihat cemberut dari pagi, sejak sambungan telepon antara dia dan seorang sutradara film layar lebar berakhir. Pagi itu, Irene diberitahu bahwa dia tidak akan mendapatkan peran utama. Alasannya, cerita dalam film yang dia buat membutuhkan seorang gadis yang masih belia.

Kerisauannya pun semakin menjadi. Dia terus memandangi telepon pintar yang ada di genggamannya. Gadis itu berharap dia akan mendapatkan penjelasan dari Boy, tetapi, sampai tepat pada waktu itu, pria itu tidak ada kabar. Lebih parahnya lagi, manajernya itu juga tidak dapat dihubungi.

Dia tidak menyerah begitu saja. Setelah tidak dapat menghubungi manajernya, dia coba untuk menghubungi Doni. Irene yakin bahwa dia dapat mengadu pada pria yang dia kasihi itu tentang apa yang telah terjadi. Tidak ada dering panggilan telepon yang terdengar dari pengeras suara telepon pintar Irene. Setelah sepuluh detik menunggu, keheningan itu berakhir dengan suara rekaman seorang wanita yang berkata sambungan telepon Irene tidak dapat diteruskan karena nomor telepon Doni sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.

Rumah sang idola yang cukup besar dan mewah itu tadinya terasa tenang. Siang itu tidak ada suara ribut-ribut yang berarti. Tetapi, semuanya berubah seketika. Irene memekik sambil membanting telepon pintarnya ke lantai. Layarnya terlihat seperti kaca pecah. Ada beberapa serpihannya jatuh ke atas lantai. Mendengar itu, seorang asisten rumah tangga gadis itu segera berlari menghampiri. Sebelumnya, dia ada di dalam sebuah ruangan tempat yang biasa digunakan untuk menyetrika baju.

"Ada apa, mbak?" tanya asisten rumah tangga Irene yang logat daerahnya terdengar kental. Walau umurnya lebih tua empat tahun, orang yang biasa menemani Irene di rumah lebih suka memanggilnya dengan kata 'mbak'.

"Aku ini penting nggak sih, Mbak Mir?" Irene balik bertanya. Tidak berbeda dengan sang asisten rumah tangga, gadis itu juga memanggilnya dengan kata 'Mbak Mir'.

"Cerita dong ke mbak..." Mbak Mir melihat raut muka gadis itu semakin berubah detik demi detik. Yang tadinya menyeramkan karena diliputi kemarahan menjadi seperti orang memohon belas kasihan. Lebih tepatnya, memohon untuk dipinjamkan sebuah tempat sandaran. Setelah menyaksikan perubahaan ini, Mbak Mir pun merasa iba dan mencoba menenangkan Irene.

Irene mencurahkan segala keluh kesahnya padaMbak Mir.

Berita Kematian SahabatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang