Ivan dan Rina sudah tidak lagi berada di rumah si gadis. Mereka berpindah ke rumah si laki-laki. Pasangan terebut ditemani oleh ayah Ivan yang sebelumnya menyarankan untuk melaporkan apa yang terjadi ke bekas mahasiswanya yang saat itu sudah berada dalam perjalanan.
Tidak lama kemudian, deru mesin motor terdengar mendekat dan mendadak hilang. Ayah Ivan menyangka bahwa Lucky akhirnya tiba. Dia segera beranjak dari tempat dia duduk lalu keluar rumah kemudian membuka pagar depan. Tanpa basa-basi bahkan menyapa. Begitu juga dengan Lucky, setelah helm dilepasnya, dia langsung melangkah masuk lalu menunggu pemilik rumah yang sedang menutup pintu pagar. Keduanya seperti tahu bahwa mereka sedang berada dalam keadaan yang genting. Mereka bersama-sama masuk ke dalam. Ivan dan Rina menyambut di ruang tamu dan mempersilakan Lucky untuk duduk di atas sofa.
"Lo yang telepon tadi?" tanya si polisi tanpa basa-basi.
"Iya, pak," jawab Ivan kikuk.
"Panggil aja 'bang', gue masih bujangan."
"Oke, bang."
"Ceritain dari awal gimana kejadiannya."
Ivan menjelaskan secara rinci, kadang kekasihnya menambahkan beberapa informasi sebagai pelengkap agar si penanya mendapatkan gambaran yang penuh.
Tidak lama kemudian, mereka masuk pada sesi tanya jawab. Lucky bertanya tentang apa saja yang pasangan itu lakukan sejak Laura tiba di rumah Ivan sampai dia pamit pulang. Setelah Lucky merasa puas dengan informasi yang dia terima, pria itu lalu mengajak Ivan dan Rina untuk pergi ke rumah Laura, karena pada dasarnya, tidak ada yang bisa mereka lakukan juga jika tetap berada di rumah Ivan.
Sebelum berangkat, Lucky tidak lupa meminta izin ayah Ivan yang juga bekas dosennya itu untuk membawa anaknya yang bungsu dan kekasihnya. Dia juga meminta maaf karena pertemuannya dengan ayah Ivan – pertemuan pertama setelah sekian lama – berlangsung begitu cepat. Sang ayah hanya berpesan pada Lucky dan Ivan untuk mengabari ibu Laura terlebih dahulu.
***
Substansi yang masuk melalui hidung Laura menuju otak ternyata tidak cukup membuat gadis itu tidak sadarkan diri untuk waktu yang lama. Setidaknya, gadis itu sudah mulai terbangun dan mencoba membuka mata kembali. Dia merasa ada sesuatu yang bergerak di dalam alat kelaminnya. Benda itu tersebut membuatnya merasakan sakit yang luar biasa. Begitu kesadaran kembali didapatkan, Laura melihat seorang laki-laki yang sedang menindih tubuhnya. Gadis itu tahu kalau dia sedang diperkosa. Dengan sekuat tenaga Laura mendorong laki-laki itu.
Kaget melihat korbannya bergerak dan berusaha untuk melepaskan diri, laki-laki itu memberikan perlawanan dengan memegang erat kedua tangan Laura. Hal tersebut malah meningkatkan libido laki-laki itu. Dia terlihat menyeringai.
Mendapati dirinya tidak lagi bisa melawan, gadis itu berteriak kencang. Usahanya itu terhenti karena laki-laki itu menciuminya dengan rakus dan penuh nafsu. Tanpa pikir panjang, bibir laki-laki itu dia gigit dengan kuat. Mulut dan gigi Laura terlihat berdarah. Bukan darahnya, darah laki-laki itu. Gadis itu kembali berteriak, lebih kencang dari yang sebelumnya.
Senyum yang di wajah laki-laki itu hilang. Matanya tidak lagi terlihat menginginkan tubuh laura. Dia berubah menjadi beringas. Dengan sepenuh hati, tinjunya melayang ke atas wajah cantik gadis itu bertubi-tubi. Kewarasannya hilang. Tidak hanya darahnya sendiri yang memenuhi dagunya, darah Laura juga.
Kepala gadis itu sudah seperti samsak tinju yang diterjang pukulan tanpa ampun. Setengah tidak tahan, setiap kali pukulan laki-laki itu mendarat di wajahnya, dia memejamkan matanya. Sempat terdengar sesuatu, seperti bunyi tulang patah. Hidungnya sudah tidak lagi berbentuk. Laura tidak lagi berpikir apa-apa. Dia hanya bisa bertanya di dalam hati, kapan orang itu akan berhenti memukulinya. Setelah sekitar tiga pukulan, kelopaknya tidak lagi terbuka. Air mata pun menetes di pipinya.
"Oi! Lo ngapain!?" teriak seorang yang lain, yang mendadak masuk ke tempat di mana Laura disetubuhi.
Laki-laki itu berhenti memukul lalu memeriksa kondisi gadis itu. Tidak ada denyut nadi, tidak ada detak jantung. Matanya tertutup. Wajahnya sudah seperti korban malpraktik operasi plastik, bengkak di mana-mana. Dia tidak lagi terlihat cantik karena riasan, gadis itu terlihat mengenaskan. Darah membanjiri kepalanya. Laura tidak lagi bernyawa. Dia lalu mencabut penisnya dari vagina Laura lalu memandang ke tempat di mana rekannya sedang berdiri mematung, mata membelalak, mukanya pucat.
Kondisi Laura itu tidak masuk dalam rencana mereka. Seketika, rekan pemerkosa itu menyesal karena telah memberikan izin untuk menyetubuhi gadis itu yang pada dasarnya juga tidak ada dalam rencana mereka.
Mereka akhirnya sepakat untuk membersihkan darah yang ada di tubuh Laura yang saat itu sudah terbujur kaku, memakaikan pakaiannya kembali, kemudian pergi meninggalkan ruangan itu sambil menunggu seorang rekannya lagi yang sedang pergi dan akan kembali.
Matahari berada di atas kepala, orang yang mereka tunggu, seorang wanita, akhirnya tiba. Setelah mendengar penjelasan dari dua laki-laki yang sejak malam berada di rumah kosong yang terletak di pinggir kota itu, wajah wanita itu ikut-ikutan pucat. Dia tidak tahu harus berbuat apa lalu memutuskan untuk menghubungi seseorang yang dia kenal baik. Seorang pria yang merupakan dalang dibalik malam penculikan Laura. Wanita itu tidak sempat melihat langsung tubuh Laura yang tidak lagi bernapas.
"Hah!? Mati!? Kok bisa? Kan rencananya nggak sampai mati!?" teriak pria setelah mendengar penjelasan wanita itu.
"Yaudah...gue ke sana," tambah pria itu sebelum mematikan sambungan telepon.
Tiga orang yang berada dalam rumah kosong itu saling pandang. Mereka tahu kalau saat itu, mereka berada dalam sebuah masalah yang besar.
Sekitar satu setengah jam setelah sambungan telepon itu berakhir, pria yang sebelumnya dihubungi itu akhirnya tiba di lokasi tempat mayat Laura tergeletak. Dia disambut tiga orang yang berdiri di depan pintu utama.
"Yang lo pikirin apa sih?" pria itu membuka pembicaraan tanpa harus menunggu lama, padahal, dia baru saja keluar dari mobil yang dikendarainya untuk pergi ke rumah kosong itu.
"Lo juga! Kenapa nggak lo larang dia?" pria itu marah, marah besar.
"Gue nggak ngira dia bakal mukulin Laura begitu..."
"Trus, mayatnya di mana sekarang?"
Laki-laki yang bukan pemerkosa gadis itu melangkah masuk ke dalam rumah, dia menunjukkan jalan.
Begitu mereka berada di dalam ruangan tempat mayat gadis itu tergeletak, empat orang itu tidak berkata apa-apa selama beberapa detik. Pria itu mendekat lalu berjongkok di samping mayat itu agar dia dapat melihat dengan jelas. Dengan cekatan, dia menurunkan celana jeans berikut dengan celana dalam yang sudah dipakaikan kembali oleh kedua orang itu beberapa waktu sebelumnya lalu memasukkan jari tengahnya ke dalam alat kelamin mayat Laura.
"Mani lo itu bisa diperiksa polisi! Lo tahu nggak!?" teriak pria itu setelah mencabut kembali jarinya.
Masih ada bercak darah yang menempel di jarinya. Dia menduga bahwa gadis itu sedang datang bulan.
"Tissue, atau kain!"
Ketiga orang yang lainnya mendengar, tetapi tidak bergerak.
"Lo pada denger, nggak!?"
Ketiga orang itu saling pandang lalu pergi meninggalkan ruangan.
"Jangan lupa bensin!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Berita Kematian Sahabat
Mystery / ThrillerLucky, seorang bintang satuan reskrim, teringat awal pertemuannya dengan sepasang kekasih, Ivan dan Rina, setelah dia selesai membaca sebuah berita penemuan mayat di internet. Pertemuannya dengan Ivan dan Rina kala itu menjadi latar belakang dalam s...