Bagian 12

13 1 0
                                    

Keesokan harinya, Ivan dan Rina tiba di sekolah bersama-sama sebelum akhirnya berpisah di depan kelas Ivan. Laki-laki itu terlihat masih mengantuk padahal dia berangkat tidur lebih cepat dari biasanya. Dia berjalan ke tempat duduknya di dekat jendela yang menghadap ke teras depan sekolah.

Setelah meletakkan tas ke atas meja, dia menyandarkan punggungnya di kursi. Kepalanya menengadah ke langit-langit. Dia merasa bosan dengan rutinitas sehari-harinya. Tidak ada lagi yang dapat membuatnya bersemangat kembali. Kedua kelopak mata Ivan secara perlahan menutup kedua bola matanya yang belo.

Lima menit sebelum kegiatan belajar mengajar di hari itu dimulai, Hendra akhirnya memasuki kelas. Badannya kurus, kulitnya pucat. Bentuk matanya membuat dia terlihat seperti orang Jepang. Sama seperti Ivan, dia terlihat kurang tidur. Perbedaan mereka berdua ada di rambut. Rambut Hendra tertata rapih walau sebenarnya tidak disisir. Sementara itu, rambut Ivan yang agak bergelombang, berantakan tidak karuan.

Ivan yang tadinya sedang menengadah menatap langit-langit kelas, langsung menegakkan kepalanya lalu menoleh ke tempat Hendra yang baru saja duduk di kursinya. Dia teringat dengan Laura. Dia sempat ingin menyelidiki bagaimana kenalan Hendra bisa ingin menghubungi Laura. Hal itu tidak jadi dilakukannya karena dia keburu mendengar suara teriakan dari kelas sebelah. Kelas Rina.

Ivan pun segera berdiri lalu berjalan keluar dan masuk ke kelas Rina. Dia tahu betul siapa yang baru saja teriak. Dia tahu itu suara Rina.

Baru sampai di depan pintu kelas Rina, dia melihat gadis itu sedang berlari ke arahnya.

"Laura beneran di telpon manajemen artis!" seru Rina.

"Ya...kamu nggak usah teriak gitu dong..." kata Ivan mencoba menenangkan.

"Orang manajemen artisnya mau dateng ke rumah sore nanti."

Dengan penuh kelembutan, Ivan memukul pelan ubun-ubun gadis itu. Namun, tetap saja gadis itu merasa kesakitan.

"Kok mukul? KDRT!"

"Biar kamu sadar! Pagi-pagi kok udah berisik!"

Laura segera menghampiri mereka dan mencoba meredam pembicaraan. Dia tidak ingin semakin banyak orang yang tahu tentang itu. Untungnya, dering bel telah berbunyi. Mereka semua masuk ke kelas masing-masing.


Walau Hendra juga mendengar suara teriakan Rina sebelumnya, dia tetap duduk sambil merebahkan kepalanya ke atas meja. Dia mencoba mengistirahatkan matanya. Setidaknya, sampai guru yang akan mengajar masuk ke kelas.

***

"Terus gimana? Kalau kamu direkrut, orang tua kamu ngijinin?" tanya Rina sambil menyantap bekalnya.

"Enggak tahu juga. Kita semua bengong. Uring-uringan sampai tengah malam," Laura juga terlihat menyantap bekalnya. Gadis itu diajak Rina untuk makan bersama dia dan Ivan di kelas laki-laki itu.

"Kalau orang tua kamu ngijinin, kamu berhenti sekolah?" tanya Rina lagi.

"Kok jadi rame di sini..." keluh Ivan. Baru kali itu mejanya ketambahan orang lain selain dia dan Rina saat waktu istirahat pertama berlangsung.

"Ih...yaudah sih...biarin...sekali-sekali makan bertiga," Rina membela diri.

"Aku udah kayak om-om kegatelan dikelilingin dua cewek berisik..."

"Eh! Jaga mulut kamu ya kalau masih suka hidup!"

"Kok ngancem? Salah aku di mana?"

"Kamu mau jadi om-om kegatelan!?"

"Kan 'kayak'...bukan beneran..."

Laura hanya bisa menutup mulutnya. Dia takut makanan yang ada di dalam mulutnya keluar ketika dia tertawa geli.

Berita Kematian SahabatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang