Tepat sebelum adzan maghrib berkumandang, ada dua kendaraan mewah yang sedang diparkir di depan rumah Laura yang sederhana. Satu dari dua kendaraan tersebut adalah sebuah mini-bus berwarna perak yang ditumpangi oleh Randy dan Boy. Harga jual kembali mobil tersebut bisa tiga kali lipat harga jual rumah Laura. Walau mini-bus tersebut berkaca gelap, supir mini-bus itu terlihat berada di balik kemudinya.
Kendaraan kedua, terparkir sebuah sedan berwarna senada dengan kendaraan yang berada di depannya. Di sebelah supir mobil tersebut, terlihat seorang pria berbadan besar di dalam mobil itu.
Di dalam rumah, Randy dan Boy terlihat sedang duduk di atas sofa ruang tamu. Menghadap mereka, ada Laura yang duduk bersebelahan dengan ayahnya. Ibu Laura sedang berada di dapur menyiapkan minuman. Adik Laura berada di dalam kamarnya mengerjakan tugas sekolah.
Ayah Laura yang pulang lebih cepat dari biasanya terlihat sangat canggung untuk memulai pembicaraan. Untuk yang pertama kali dalam hidupnya dia tidak dapat berbasa-basi. Di tempatnya bekerja, dia bisa. Selalu bisa. Bahkan dia biasa membuka pembicaraan dengan nasabahnya, seperti: 'ada yang bisa kami bantu'. Ayah Laura merasa bahwa ujaran seperti itu tidak mungkin dia utarakan pada Boy dan Randy. Walau hanya sedetik, dia merasa kemampuan berbicaranya hilang.
Anaknya pun begitu. Kedua bibir Laura saling merekat, seperti kena lem power glue. Sesekali dia memandang ayahnya, seolah menanti sebuah kata yang berhasil keluar dari mulutnya. Laura sendiri sudah terbiasa berkomunikasi dengan orang-orang yang menonton penampilannya. Di atas panggung, dia tidak punya masalah seperti apa yang dialaminya saat itu. Bagi Laura, berbicara dengan orang yang datang dan ingin merekrutnya adalah sebuah konsep yang asing. Benar-benar baru. Apalagi di situ juga ada Randy, seseorang yang biasa dia lihat di layar televisi. Kehadiran pria itu membuatnya luar biasa kikuk.
"Jadi yang ini namanya Boy..." ibu Laura muncul dari dapur sambil membawa nampan, ada dua cangkir yang berisikan teh hangat di atasnya.
"Eh...ibu...iya, saya yang nelpon kemarin."
"Randy kalau dilihat langsung lebih ganteng ya..." tambah ibu Laura sambil memindahkan dua cangkir tersebut dari nampan ke atas meja di depan kedua tamunya.
"Ah...ibu, bisa aja," sahut Randy. Sebagai seorang artis, dirinya memang terbiasa disanjung, sebagai seorang komedian, dia sebenarnya tidak terlalu lucu. Tidak terlalu layak untuk menerima pujian. Orang seperti Randy selalu bisa mendapatkan tempat di dunia hiburan bukan karena dia berbakat, tetapi tampangnyalah yang menjadi penentu. Dia mendapatkan rekomendasi dari sebuah janda kaya raya yang masih berumur empat puluh dua tahun. Janda kaya raya ini bisa dibilang masih punya hubungan dengan Cemara Group, walau tidak secara langsung. Hubungan janda itu dengan Randy? Tidak ada yang tahu.
Setelah kedua cangkir itu diletakkan, ibu Laura berdiri di samping tempat ayah Laura duduk. Dia seperti punya firasat bahwa pembicaraan di antara keluarga mereka, sebagai pihak pertama, dan perwakilan Cemara Group, sebagai pihak kedua, tidak kunjung dimulai.
"Jadi...kalian datang ke sini mau rekrut Laura atau gimana?" ibu Laura berinisiatif.
Setelah melontarkan pertanyaan tersebut, sang ibu mendapatkan tatapan dari suami dan anaknya. Tatapan mereka seolah-olah berterima kasih karena merasa sudah ditolong, dibebaskan dari belenggu yang mengekang lidah mereka. Seperti tahu, sang ibu membalas tatapan mereka dengan sebuah senyuman.
"Iya ibu...kita mau rekrut Laura..." sahut Boy sambil membicarakan panjang lebar tentang proses perekrutan Laura, apa saja yang akan Laura lakukan setelah direkrut, dan segala kegiatan-kegiatan yang akan gadis itu lakukan nantinya.
Proses perekrutan Laura diawali dengan sebuah audisi yang akan digelar minggu depan dan disaksikan oleh kepala kantor Cemara Agency, Doni, Irene, dan Pak Hanif. Laura diwajibkan untuk menyanyikan dua lagu andalannya, satu yang bertempo cepat, satu yang bertempo lambat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berita Kematian Sahabat
Bí ẩn / Giật gânLucky, seorang bintang satuan reskrim, teringat awal pertemuannya dengan sepasang kekasih, Ivan dan Rina, setelah dia selesai membaca sebuah berita penemuan mayat di internet. Pertemuannya dengan Ivan dan Rina kala itu menjadi latar belakang dalam s...