Bagian 7

18 1 0
                                    

Pihak kepolisian akhirnya menerima laporan warga yang mengeluhkan bau busuk yang bersumber dari rumah sebuah rumah yang dikontrak oleh seseorang. Mereka segera turun tangan ke lokasi tempat asal bau busuk tersebut. Lucky, salah satu anggota kepolisian yang ikut ke lokasi, menanyakan kepada warga apakah ada yang sudah mencoba untuk memberi tahu penghuni rumah tersebut. Seorang tetangga penata rias itu mengaku dia telah mencoba segala cara untuk memanggil, namun dia tidak mendapatkan jawaban, dia juga tidak dapat masuk karena pintu depan rumah terkunci. Polisi yang lain mencoba mengetuk dan memanggil penghuni tersebut namun tidak juga berhasil.

Melihat usaha polisi tidak berhasil, para warga menyarankan untuk segera mendobrak pintu tersebut. Walau enggan, polisi akhirnya setuju. Seorang polisi yang berbadan besar mencoba mendobrak sebanyak dua kali namun gagal karena pintu itu terlalu tebal dan kokoh. Seorang warga yang juga berbadan besar menawarkan diri untuk membantu. Dibantu warga tersebut, pintu berhasil dirusak. Lucky menepuk tubuh mereka dan memberi isyarat untuk mundur ke belakang.

Untuk berjaga-jaga, dengan sigap, Lucky mengangkat pistol yang telah dia keluarkan dari sarungnya. Di arahkan ujung pistol itu ke sekeliling sambil memasuki rumah tersebut. Begitu badannya berputar ke kanan, dia melihat penata rias itu tergantung.

"Bandeng!" teriaknya.

Tanpa ada perintah tambahan, beberapa polisi langsung mencegah warga untuk ikut masuk ke dalam rumah setelah mendengar kata itu, mereka penasaran. Dengan lantang, salah seorang polisi berteriak memanggil ketua RT. Polisi berbadan besar itu juga buru-buru menarik tubuh warga yang telah membantunya mendobrak pintu ke belakang. Itu dilakukannya karena dia tidak ingin ada warga yang merusak tempat kejadian perkara. Lucky segera menghubungi kantornya melalui radio.

Keadaan semakin ramai. Jumlah warga yang datang hanya untuk melihat apa yang sedang terjadi bertambah banyak.

***

"Bayangin deh, aku harus isi acara festival sekolah! Aku!?" Irene bersungut-sungut.

"Namanya juga job, say. Ditolak malah kualat lho," sahut Boy. Orang yang berumur empat puluh satu tahun itu merupakan manajer Irene. Selain Pak Hanif, dia juga termasuk orang penting bagi Cemara Group. Walau hanya pekerjaannya hanya mengatur jadwal kegiatan dan mengurus keperluan Irene. Entah berapa lama dia ada di Cemara Group. Tidak ada yang ingat.

"Kamu nggak bisa seneng gitu? Mas Doni itu masih kasih kerjaan buat kamu," sambung Boy. Tidak ada yang tahu nama aslinya. Tetapi, semua orang yakin bahwa dia penyuka sesama jenis. Karena mereka hanya menilai dari gerak-gerik dan caranya berbicara.

Mereka berdua baru saja berada dalam perjalanan menuju sekolah tempat diadakannya festival.

"Aku abis udah pernah isi acara gede lho, masa hari ini aku harus ngisi festival sekolah? Sekolah lho! Sekolah!"

"Sekali ini aja kok, enggak lagi-lagi..."

"Sumpah! Nggak penting!"

"Pak Hanif itu juga orang penting lho..."

Irene terdiam. Dia kehabisan bahan yang dia bisa keluhkan. Sepertinya Boy memenangkan pembicaraan tersebut. "Pokoknya, ini acara nggak penting!" lanjut Irene.

"Jangan keterusan marah-marahnya yaa...nanti jelek pas di panggung," bujuk Boy.

Boy sudah kehilangan akal. Dia tidak tahu apa yang dia harus lakukan kalau kelakuan Irene itu terus berlanjut.

"Hendra ini lagi ulang tahun hari ini. Karena Pak Hanif nggak bisa pulang ke rumah pas anaknya ulang tahun, dia nanyain mau kado apa."

"Terus? Hubungannya sama aku, apa? Dari segitu banyak orang di manajemen, masa aku?"

"Resiko lagi naik daun? Gini deh...kamu manggung di festival sekolah, pasti ada ngaruhnya juga sama karir kamu."

Mendengar itu, Irene, walau masih merengut, dia memilih diam. Tidak lama kemudian, dia menutup matanya. Irene mencoba untuk menenangkan emosinya sejenak. Dia berupaya untuk mengerti.

Mereka berdua duduk di kursi penumpang sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam. Masing-masing dua mobil yang berwarna dan berbentuk sama dengan mereka mengawal di depan dan di belakang. Empat anggota band pengiring Irene menumpangi dua mobil yang mengawal di depan. Satu dari dua mobil yang mengekor di belakang membawa bass betot, dua orang sound engineer menumpangi mobil yang terakhir. Di setiap mobil, seorang pengawal berbadan besar duduk di samping supir. Kelima mobil tersebut berjalan beriringan sambil menyalakan lampu tanda darurat. Sebuah motor besar yang dikendarai oleh polisi ada di depan iring-iringan tersebut, dia membuka jalan.

***

Waktu berlalu dengan cepat semenjak festival sekolah itu akhirnya digelar. Dua pengisi acara sudah selesai mempertunjukan kemampuan mereka. Pengunjung yang ingin menonton Laura semakin memadati area panggung.

Pembawa acara pun mempersilahkan Laura dan lainnya naik ke atas panggung. Penonton semakin antusias. Gadis itu yang paling terakhir naik. Dia memakai shirtdress berkerah, berwarna biru muda dengan panjang selutut. Kontras dengan warna tersebut, bagian kerah dan lengan pendeknya berwarna putih, dipadu dengan satu garis merah sebagai aksen pemanis.

"Pengunjung dan penonton semua, kami persembahkan, Laura and Friends..." seru pembawa acara yang disambut oleh sorak sorai penonton.

"Ihh...belum siap kitanya..." Laura yang kini sudah berdiri di tengah panggung tengah mengatur tiang mikrofon sambil melemparkan senyum ke arah pembawa acara dan ke penonton.

"Gimana kalau kita kenalan dulu..."

"Oh...boleh..."

"Kamu Laura ya?"

"Iya, aku yang namanya Laura...halo semua..." seperti terbuai dengan pesona gadis itu, gemuruh teriakan penonton semakin kencang. Lebih kencang dari sebelumnya.

"Kamu bawa siapa aja nih?"

"Kalian udah kenal semua kok, ada Jack di gitar, Bayu di drum, Alan di bass, Alex di synthesizer..."

"Ada orang baru nih..."

"Temen-temen...kenalin...pemain keyboard yang bantuin kita hari ini...Ivan," penonton pun meneriakkan nama Ivan.

Pembawa acara masih melemparkan beberapapertanyaan sebelum akhirnya dia mendapatkan tanda bahwa semua pemain pengiringgadis itu telah siap. Dia akhirnya berseru kencang membuka kembali acara denganmeneriakan nama band yang diusung Laura. Seruan itu disambut dengan teriakanpenonton yang cukup menggelegar.

Berita Kematian SahabatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang