"Jalan paling baik untuk menghilangkan musuhmu adalah, dengan menganggapnya sebagai teman."
~~~
Sang mentari mulai terbit dengan malu-malu diluar rumah. Gadis berumur sekitar enam belas tahun itu sudah bangun dari mimpinya. Bahkan, ia sudah rapih dengan baju santainya. Seperti kata orang-orang; bangun pagi-pagi, agar rezeki nya tidak dipatuk ayam. Ya, seperti itulah prinsip gadis itu.
Rainy. Akrab dipanggil Ran. Boneka berbentuk domba berwarna pink, salah satu teman curhat gadis tersebut. Dara berniat keluar rumah, berlari kecil mengelilingi komplek. Tak jarang ia memberi senyuman kepada tetangganya. Oleh sebab itu, banyak yang menyukai Dara, walaupun dirinya itu bisu.
Dara berhenti sejenak di bangku taman untuk beristirahat. Keringat bercucuran membasahi wajah hingga baju. Waktu menunjukkan pukul setengah delapan. Ia bergegas meninggalkan taman menuju rumah nya.
Untung udah menyiapkan sarapan. Tinggal mandi, habis itu ke kafe, deh.
Dara mulai bangkit dari tempat duduknya hendak meninggalkan tempat tersebut. Namun niatnya ia urungkan. Karena sebuah bola berukuran kecil menggelinding ke arahnya. Ini punya siapa?
"Kakak! Itu bola punya aku, ya? Siniin dong!" Dara mengalihkan pandangannya menatap gadis kecil setinggi lutut kaki. Ia berjongkok menyamakan tingginya. Kemudian ia tersenyum seraya memberi bola tersebut. "Makacih, ya, kak!" Dara mengangguk. Ia memerhatikan gadis kecil tersebut sampai ia melebarkan matanya.
Itu... dia, kan?
Ia kembali terkejut saat gadis kecil itu menunjuk dirinya. Dan saat itu juga kedua mata mereka saling bertatapan. Hingga Dara memutuskan pandangannya dan pergi melenggang meninggalkan tempat tersebut.
~o0o~
Keesokan harinya.
Dara bangun agak telat. Tidak seperti biasanya. Ia hendak berdiri menuju kamar mandi untuk cuci muka dan menggosok gigi. Setelah selesai, ia mengambil hp di atas nakas untuk mengecek ada pesan yang penting atau tidak. Dan ternyata benar.
'Guys, jangan lupa ya. Hari ini kita kerja kelompok di rumah gue.'
Ia lupa, bahwa hari ini ia ada kerja kelompok di rumah Vey. Untung saja Vey mengingatkan di line group chat. Tak sampai 10 menit ia sudah selesai dari kegiatan mandinya yang sangat terburu-buru. Setelah menyisir rambut, ia keluar menuju neneknya yang sedang menonton TV.
"Kamu mau kemana? Cantik banget."
"Aku mau kerja kelompok di rumah Vey. Aku udah telat, pergi dulu, ya."
Setelah mencium tangan neneknya, ia bergegas mengayuh sepedanya menuju rumah Vey.
~o0o~
Ting nong~
Tak selang beberapa menit, pintu dibuka oleh pemilik rumah.
"Ya, ampun, Ra. Kok lo keringatan gitu, sih? Cepetan masuk, minum dulu."
Yap, dia adalah Vey. Dara sudah sampai di rumah milik Vey. Ia sampai tepat waktu. Sesampainya ia di gerbang rumah, ia sempat berdecak kagum sekaligus tidak percaya. Bagaimana tidak percaya? Rumah Vey besar sekali. Seperti istana negara.
"Eh? Baru nyampe?" Seperti biasa, Echa tetap Echa. Jutek. "Tapi, kenapa keringatan gitu? Lo ngebut bawa sepedanya, ya?" Dara mengangguk, seraya menetralkan nafasnya yang masih belum teratur.
Dara mengambil buku kecil disakunya yang selalu ia bawa, serta pulpen. "Iya, aku takut telat."
"Yailah, Ra. Santai aja kali, kayak terlambat ke sekolah aja." Ucap Nilla.
KAMU SEDANG MEMBACA
Contritio
Teen FictionPada umumnya, hampir semua remaja menginginkan kisah remajanya mengenal cinta. Sama seperti Dara. Ia ingin sekali merasakan jatuh cinta. Sampai ia bertemu dengan pemuda yang paling disegani di sekolah barunya. Dara terpaksa harus menerima segala per...