00.12

26 8 1
                                    

"Aku bukan hujan yang menyejukan
Bukan pula matahari yang selalu tampak menenangkan
Aku hanya gadis rembulan yang hanya ditemani bintang
Hanya ditemani malam
Hanya rindu
Dan tak pernah mengharapkan salju."

~o0o~

Elang mendengus keras. Tangannya ia taruh di atas kening. Mencoba untuk menutup mata dan tertidur. Tapi tak bisa. Ia juga sudah berganti-ganti posisi, tapi tetap tidak bisa.

Aneh sekali.

Ia sedang mencoba untuk melupakan kejadian tadi sore di tengah derasnya hujan. Semakin ia mencoba untuk melupakannya, semakin sulit juga untuk tertidur. Bahkan ini sudah tengah malam.

Elang berdecak kesal. "Ck! Kenapa gue jadi insomnia begini?" tangannya terulur mengambil handphone di atas nakas. Ia mulai membuka layar kunci, lalu beralih ke aplikasi google. Jari-jarinya mulai mengetik sebuah nama, dan munculah gambar-gambar puluhan domba.

"Mari kita hitung, ada berapa domba disini," mulutnya mulai menghitung dengan bantuan jari telunjuk nya. Makin kesini gerakan telunjuk nya makin melambat. Mata nya yang berubah menjadi sayu.

Satu detik setelahnya, mata nya sudah tertutup rapat, disertai dengkuran halus. Kepala nya yang tertunduk dan hp nya yang masih digenggam erat olehnya.

~o0o~

Baru kali ini Dara terlambat masuk kelas. Padahal ia baru beberapa bulan menjadi anak baru. Tapi sudah berani terlambat masuk kelas.

Tapi ini bukan disengaja. Ada alasan yang kuat mengapa dirinya terlambat masuk kelas.

Syukur-syukur waktu ia masuk kelas, guru nya belum datang. Ia pun menghela nafas kuat.

Hal yang menyebabkan Dara telat masuk kelas, bermula disaat dirinya berjalan santai di koridor.

Entah memang dirinya tidak boleh menerima nasib baik atau tidak. Ia bertemu dengan orang yang sangat ia hindari. Untuk ketiga kalinya.

Dara yang dipanggil oleh orang itu—awalnya ia tidak mengira, bahwa ia harus melanjutkan hukuman yang diberikan oleh orang itu.

Ditambah lagi, orang itu sedang bersama temannya. Makin menciut saja nyalinya.

Dara berjalan mendekati kedua orang itu, dengan seluruh badannya yang gemetar ketakutan.

"Baru dipanggil nama aja, udah ketakutan duluan."

Ujar salah satu dari mereka dengan tersenyum meremehkan. Dara yang dikomentari seperti itu, semakin menundukkan kepalanya lebih dalam.

Dara sudah berada tepat di depan kedua orang tersebut. Ternyata salah satu dari mereka menagih hukuman kemarin, yang wajib dilakukan oleh Dara.

Bahkan, Dara saja, sampai tersentak terkejut. Sampai-sampai mendongakkan kepalanya dengan mulut terbuka. Serta, matanya membola sempurna.

Orang tersebut tertawa keras. Bak iblis. "Sesuai hukuman yang berlaku—yang sempat tertunda. Jilat sepatu gue sampe bersih! Sekalian, sepatu temen gue juga."

Temannya berujar. "Oh, iya! Tali sepatu kita berdua juga lepas, nih. Iketin juga, ya,"

Dan, disitulah penderitaan Dara dimulai.

Dara benar-benar menjilat sepatu mereka hingga bersih. Tak lupa mengikat tali sepatu mereka.

Mereka yang sudah puas membuat Dara menderita, pergi melenggang begitu saja. Dengan tawa mereka yang menggelegar keras. Sungguh senang sekali mereka, melihat Dara menderita.

ContritioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang