00.06

29 11 6
                                    

"Yang kutakuti dari mawar, bukan wangi yang menenangkan. Tapi duri yang menyakitkan."

~o0o~

Dara tak tahu apa yang menyebabkan seluruh—bahkan satu sekolah menatapnya dengan tatapan benci, tatapan sinis, tatapan menjijikkan. Bahkan, mereka tak segan-segan berusaha untuk membuat dirinya celaka.

Terulang. Lagi?

Dara hanya bisa terdiam menundukkan kepala. Berusaha untuk tetap sabar. Ia tidak ingin membalas dendam kepada mereka yang menyakiti Dara. Karena ia tahu rasanya diperlakukan seperti ini. Ia tidak ingin orang lain ikut tersakiti seperti dirinya, cukup dirinya saja. Orang lain jangan.

Karena terlalu asyik dengan lamunannya, ia tidak sadar, ada kaki yang terulur ke depan—di depan Dara. Alhasil, ia jatuh mencium lantai. Sepertinya dahinya terdapat lebam biru.

Suara orang-orang tertawa, membuatnya mendongak ke atas, bangkit dari jatuhnya, dan pergi dari sana. Karena ia sangat malu. Sangat memalukan.

Saat hendak berlari, sebuah tangan menahan kerah seragam nya. Menarik tubuhnya ke belakang, membuat badannya terhuyung.

"Lo mau kemana? Bawain tas gue dulu, dong!" siswa yang menarik kerah seragamnya menatap ke semua teman-temannya. "Sekalian, deh, punya temen gue juga bawain. Satu lagi. Kerjain pr gue!" ucapnya seraya pergi bersama gerombolannya.

Ia memberhentikkan langkahnya, kepala nya menoleh ke samping. "Turutin apa yang gue mau dan gue suruh. Nggak boleh dibantah. Sekali aja lo ngebantah, lo bakal tau akibatnya,"

"Duh, kacian banget, sih! Makanya, kalo bisu jangan sekolah disini!"

"Udah tau bisu, sekolah disini. Mencemarkan nama baik sekolah!"

"Dasar bisu! Cupu pula!"

"Ewh! Bisu. Lebih baik bully aja. Biar dia sengsara disini, abis itu pindah, deh!"

Dara memejamkan matanya, berusaha sekuat tenaga agar tidak menangis. Menulikan pendengarannya agar tidak mendengarkan berbagai cemoohan ataupun cibiran yang ia dengar. Cukup! Ia tidak ingin mengulang kejadian seperti dulu. Sangat tidak ingin.

Ia berusaha untuk menampilkan senyuman manisnya.

Terkadang senyuman bisa menutupi penderitaan yang kita miliki. Walaupun menyakitkan.

Terkadang senyuman bisa menutupi keadaan buruk yang sedang terjadi. Walaupun menyakitkan.

Terkadang senyuman bisa menutupi perasaan kita yang hancur oleh orang lain. Walaupun menyakitkan.

Terkadang senyuman bisa menyelesaikan masalah yang kita hadapi. Walaupun menyakitkan.

Tetapi tidak semua orang bisa menutupi semuanya dengan senyuman.

~o0o~

"Woi, Anggun!" Yoga berjalan tergesa-gesa mengampiri Anggun. Sesampainya di tempat Anggun, ia menarik kerudungan milik Anggun sedikit kasar. Sehingga membuat kepala Anggun terhuyung ke belakang, membuat percakapan Anggun dan temannya terhenti. Bahkan temannya yang melihat itu, langsung tertawa sangat keras sambil memukul meja.

"Sialan lo, Yoga!" Lalu ia melirik temannya yang sedang tertawa keras. "Vey, kenapa lo nggak kasih tau gue, kalo ada si kutil anoa?"

"Lah, mana gue tau!" Vey menyeka air mata yang keluar dari matanya. Karena tertawa terlalu keras. "Kan, tadi gue lagi ngobrol sama lo juga, Nggun. Jadinya, gue fokus ke lo doang."

Anggun mendengus keras. Lalu ia menatap Yoga dengan tatapan tajam. "Lo kesini, mau ngapain, sih? Pake segala narik-narik kerudung gue,"

Yoga memutar bola matanya jengah. "Lo, kan, yang nulis nama bapak gue? Di papan tulis, di buku semua anak-anak, iya, kan?!"

ContritioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang