00.10

25 9 2
                                    

"Senja adalah perihal menghargai hadir tanpa membenci suatu kepergian."

~o0o~

Maniknya menatap sendu ke atas langit. Menatap bulan dan beribu bintang. Disambut oleh angin yang berhembus. Dingin yang menusuk tulang. Sehingga tak jarang insan tersebut menggigil.

Ibu.

Itu suara hatinya yang memanggil ibunya. Rindu menyelimuti hatinya. Rindu akan kenangan bersama ibunya.

Sayangnya ibunya sudah tidak ada lagi disini. Ibunya sudah pergi jauh. Meninggalkan dirinya seorang diri disini. Hanya ditemani neneknya. Juga, ditemani bulan dan beribu bintang ditiap malamnya.

Ibu? Apa kabar? Semoga ibu selalu tenang disisi-Nya.

Lagi.

Suara hatinya kembali bersuara menanyakan kabar ibunya.

Aku tau, ibu lagi diatas sana. Melihatku disini. Aku tau, ibu ada di antara bintang-bintang disana.

Memang sangat susah untuk mengobati rasa rindu kepada ibu. Dari pada mengobati rasa rindu kepada pacar.

Dara capek, bu, disini. Dara pengin menyusul ibu saja disana.

Kadang keinginan tersebut juga sering muncul di benak kita. Menyusul seseorang yang sudah tidak ada lagi disisi kita.

Dara nggak benar-benar melakukan itu, kok. Yang ada, Dara bikin ibu sedih nantinya. Aku akan berusaha buat ibu bahagia selagi aku disini. Walaupun ibu nggak lagi disini. Aku pengin ibu tersenyum disana melihat perjuangan ku membuat ibu bahagia disana.

Dan, ya. Keinginan kita untuk menyusul orang yang sudah tiada, pasti selalu teringat pesan yang disampaikannya sebelum pergi selamanya.

Mereka menginginkan kita untuk selalu bahagia selagi masih disini.

Karena...

Bahagianya kita disini, bahagianya mereka juga di alam sana.

Jadi, jangan pernah mencoba untuk berusaha menyusul mereka yang sudah tiada.

~o0o~

"Kemarin, berduaan di apartemen, nggak ada adegan anu-anu, gitu?"

Mereka—Elang, Rezvan, Kean, dan Arvin sedang berjalan beriringan di koridor.

Itulah sebabnya mereka menjadi sorot perhatian oleh para siswi yang menjerit-jerit tak karuan. Reaksi mereka seperti bertemu dengan salah satu boyband Korea saja.

Tatapan mereka yang awalnya terkagum-kagum—melihat Elang dan kawan-kawan, berubah menjadi tatapan merendahkan, meremehkan.

Mereka menatap benci ke arah Dara. Sekaligus merendahkan.

Bahkan, mereka terang-terangan tertawa meremehkan di depan Dara.

Dara yang sedang kesusahan membawa empat tas yang beratnya bukan main, harus tambah bersabar lagi mendengarkan cibiran demi cibiran kebencian pada Dara.

"Bangsat, lo!" Elang menoyor kepala Kean dengan sangat kencang. Alhasil, badan Kean jadi ikut terhuyung ke samping. "Nggak mungkin amat gue anu-anu sama dia!" maniknya melirik ke belakang saat Elang mengucap kata 'dia'.

Dara juga melirik Elang balik. Matanya saling bersirobok selama beberapa detik, karena Elang lebih dulu memutuskan pandangan tersebut.

Elang mengedipkan matanya sebelah kepada para siswi yang mengagumi dirinya. Terus melakukan selama tiga kali, muncul-lah sekilat bayangan bibir berwarna pink milik Dara. Serta senyuman manisnya.

ContritioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang