00.16

29 8 1
                                    

Kesialan kini menimpa Dara. Ia harus berjalan kaki dari rumah Elang menuju rumahnya. Belum lagi ini sudah hampir tengah malam dan jalanan 'pun mulai sepi. Ia tak habis pikir dengan Elang, bukannya mengantarkannya pulang, justru Elang lebih memilih untuk balapan motor. Coba tadi ada mamanya Elang, pasti ia tidak akan berakhir di jalanan seperti ini.

Kok dingin banget ya.

Dara memeluk dirinya sendiri seraya mengusap-usap kedua lengannya. Ia melihat-lihat di sekitarnya, masih ada beberapa pengendara yang berlalu lalang. Tapi, hanya dirinya 'lah yang berjalan di trotoar. Pandangan Dara tak sengaja bertemu dengan ke lima preman di sebrang jalan yang sedang asik berjudi. Dengan segera Dara mengalihkan tatapannya kembali ke depan, dan menunduk

Ia menggenggam kedua tali ranselnya seraya mempercepat langkahnya. Belum genap empat langkah, Dara dikejutkan dengan seseorang yang menarik lengannya. Dengan sangat amat terpaksa Dara membalikkan badannya.

"Sendirian aja cantik."

Seketika tubuh Dara menegang ketika si pelaku yang memanggilnya ternyata ke lima preman yang sedang berjudi tadi.

"Wah badannya boleh juga nih, bos."Ucap si preman yang paling tinggi antara mereka berlima, seraya meneliti tubuh Dara dengan matanya. Ingin sekali rasanya Dara mencolok mata nakal itu.

Dara menghempaskan tangan nakal itu dari tangannya, namun gagal. Cekalan preman itu terlalu kencang.

Ketakutan Dara mulai menjadi-jadi ketika si preman bertato paling banyak menoel dagunya seraya berucap, "gak segampang itu, cantik. Kita main bentar dulu yuk, baru neng cantik boleh lepas."

"Argh... songong banget ni bocah. Main gigit tangan mulus gue lagi."Keluhnya, saat Dara menggigit tangannya dan berlari sekencang-kencangnya.

"Ngapain pada bengong? Kejar dia, tolol!" Perintah si preman berbadan paling besar.

 ~o0o~

Kelima preman itu tengah mengejar Dara yang sedang terjatuh akibat ulahnya sendiri yang tidak mengikat tali sepatunya. Ia bangkit dan berlari kembali, namun sesaat ia melewati gang kecil yang terhimpit antara toko roti dengan toko kue—ada tangan seseorang yang muncul di balik gang itu, dan menarik lengan Dara kencang hingga dahinya membentur dada bidang laki-laki yang berada di balik gang tersebut.

"Lo ngapain disini, sampe di kejar-kejar preman gitu?"bisiknya. Sepertinya Dara mengenali si pemilik suara itu. Ia mendongakkan kepalanya, seketika mata Dara langsung bertubrukan dengan sepasang mata berwarna coklat pekat.

Dara mendengar percakapan si preman tadi—tepat di depan gang "Kayanya tuh cewek udah jauh, bos," Dara dan Elang langsung mengalihkan tatapannya ke asal suara itu. "Ga usah di kejar, kita cabut aja ke basecamp." Dara menghembuskan nafasnya lega ketika kelima preman itu sudah tidak mengejarnya dan menghilang dari tatapannya.

"Untung ada gue yang nolongin lo, kurang baik apa coba gue?"Dara memutar bola matanya malas saat mendengar kata-kata yang terlontar dari bibir yang sudah mencuri first kissnya.

Kini keheningan menyambut mereka. Dan kedua orang yang berlawan jenis itu belum menyadari posisinya yang terlalu intim. Dara yang tersudutkan di tembok, dengan sepasang tangan Elang yang berada di samping kepala Dara, dan jangan lupakan, tatapan mereka berdua yang saling mengunci satu sama lain seakan hanya di hadapannya 'lah pemandangan yang paling indah.

"Ekhem," Elang berdehem untuk menetralkan kembali degupan jantungnya yang abnormal. Ntah kenapa jantung Dara berdenyut kencang ketika berdekatan dengan Elang. Kini posisi mereka berbeda, dengan jarak yang agak jauh menjadi pembatasnya.

"Kata mama gue... cewek ga baik pulang sendiri, apa lagi tengah malem."

Kenapa Elang jadi gugup?

"B-biar lo ga di gangguin sama preman tadi. Mending g-gue anter pulang."ucap Elang. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal seraya mengalihkan tatapannya ke samping.

Kenapa gue jadi gugup di depan si bisu?

~o0o~

Pagi ini Dara tengah bersiap untuk ke makam sang bunda. Mengenakan pakaian sederhana beserta kalung pemberian bunda yang selalu ia pakai. Dara mengusap foto bunda Rayra yang sedang tersenyum cantik. Merasakan pahitnya kehilangan kasih sayang ibu memang sangat memilukan, itulah yang di rasakan Dara hingga kini.

Kadang Dara iri terhadap teman-teman sebayanya. Menghabiskan waktu bersama bundanya, di sambut saat pulang sekolah, di buatkan sarapan setiap hari. Ia ingin merasakan quality time bersama bunda, jangankan bersama bunda, bersama ayah 'pun Dara jarang menghabiskan waktu bersama. Dara kembali mengingat kenangan saat bunda Rayra memberi kalung emas putih dengan bandul hati yang di dalamnya terdapat foto bunda bersama dirinya yang berusia tiga tahun—sebagai kado di hari ulang tahunya saat itu.

Bunda titip kalung ini ke Dara ya, sayang. Jaga baik-baik kalung pemberian bunda, apa 'pun keadaannya.

Ingat kata-kata bunda, tersenyumlah dalam keadaan apa 'pun, ntah Dara merasakan bahagia, sedih atau kecewa sekalipun. Karena senyum menandakan bahwa kita bisa menghadapi segala cobaan.

Dara tersenyum getir mengingat kata-kata sang bunda yang terngiang di kepalanya. Ia kembali meletakkan foto bunda di atas nakas samping tempat tidurnya.

Dara berjalan keluar kamarnya dan menuruni anak tangga. Baru saja Dara menutup pintu rumah utama, ia mendengar suara klakson mobil. Setelah satu bulan ayah pergi ke Bandung dan ayah baru pulang sekarang?

Seketika senyum Dara hilang ketika ayahnya hanya melewatinya begitu saja tanpa menghiraukan Dara yang tersenyum manis ke arahnya. Sebegitu tidak pentingnya 'kah Dara hingga di aggap tidak ada?

Dara menghembuskan nafas kasar seraya berjalan keluar kompleks perumahannya untuk ke pemakaman bunda—menggunakan angkutan umum.

~o0o~

Dara tersenyum saat tiba tepat di samping makam bunda. Ia berjongkong dan mengucapkan salam seraya mengusap batu nisan yang bertuliskan 'Rayra Lizka'.

Dara bergumam, namun tak mengeluarkan suara. Bunda apa kabar di sana? Bunda pasti kangen Dara kan? Dara juga kangen bunda. Dara Cuma mau kasih tau bunda, sekarang ayah berubah sejak kepergian bunda dan lebih milih menikah lagi. Maafin Dara ya, bunda. Dara ga bisa lama-lama di sini, pasti ayah nyariin Dara.

Dara tersenyum, dan meletakkan bunga di atas batu nisan. Dara bangkit dari jongkoknya dan melangkahkan kakinya keluar dari pemakaman. Namun, tiba-tiba hujan turun membasahi tubuh Dara.

~o0o~

.

.

.

Maaf ya semua.. aku baru up sekarang:]

                                                                                                   



ContritioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang