00.09

27 9 2
                                    

"Lebih baik sakit karena melepaskan,
dari pada bertahan tergores pelan-pelan menyebabkan kehancuran."

***

BRAK!

Seorang siswa berkaca mata, mendobrak pintu kelas dengan sangat kencang. Sehingga semua murid yang ada di kelas tersebut, menatap siswa itu dengan raut wajah yang bermacam-macam.

Dengan nafas yang terengal-engal, matanya menelisik ke penjuru kelas. Mulutnya terbuka dengan raut wajah yang ketakutan. "Yang namanya Dara! D-dipanggil Elang. Ditungguin di kantin."

Padahal jam pelajaran tengah berlangsung. Apakah Elang ingin mengajak bolos bareng juga? Ya, walaupun kelas Dara sedang free class, sih.

Siswa tersebut melengos pergi begitu saja. Meninggalkan Dara yang ditatap oleh semua teman sekelasnya.

Dara bangkit dari tempat duduknya, kemudian keluar kelas dengan raut wajah was-was. Ia takut. Sungguh.

Di sepanjang koridor, lumayan sepi. Tidak terlalu ramai. Cukup membuatnya sedikit lega. Tidak tahu kenapa.

Dara yang sedang asyik berjalan dengan wajah ceria, kakinya tidak sengaja menginjak sepatu orang lain. Ia tidak sengaja. Sungguh.

Orang yang tidak sengaja terinjak oleh Dara, mengaduh kesakitan. Meneriaki Dara untuk meminta pertanggung jawaban. Dara yang juga dibaluti perasaan bersalah, mundur beberapa langkah.

"Woi, tanggung jawab lo!"

Dara mengatupkan kedua tangannya didepan dada sebagai tanda permintaan maaf. Orang tersebut masih belum menatap ke arah Dara, ia masih sibuk memegangi kaki nya yang diangkat sebelah dengan kepalanya yang menunduk.

Sesaat setelah orang itu merasa sakit di kakinya sudah sedikit menghilang, ia pun menengadahkan kepalanya. Dan menatap ke arah Dara.

Orang itu tersenyum smirk.

Dara yang juga mengenali orang itu, tubuhnya menegang seketika. Wajahnya terlihat sangat panik. Ia mencoba berusaha untuk menutupi kepanikan tersebut.

"Eh, Bisu. Masih inget sama gue?"

Dara mengangguk kaku.

Orang itu tersenyum miring. Lagi. "Nginjek kaki gue dengan sengaja, eh?"

Dara menggeleng dengan cepat. Tidak, itu tidak benar. Ia benar-benar tidak tahu, jika ada orang di sebelahnya—yang baru saja keluar dari kamar mandi. Jadi, ia murni tidak sengaja.

Orang itu maju selangkah. Mendekat ke arah Dara. Pun Dara mundur perlahan. Tangan orang tersebut terulur naik menuju ke wajah Dara, dan mencengkram kuat rahangnya. "Menyangkal, huh?"

Dara tercekat. Matanya mulai mengabur ditutupi cairan bening. Ia ingin menangis.

"Kita pilih hukuman yang tepat buat lo," tangan kiri orang tersebut, menggaruk-garuk pelan dagunya. Berpura-pura berpikir. "Gimana kalo, jilat sepatu gue yang udah kotor gara-gara diinjek sama lo, sampe bersih. Atau, tangan lo, gue sentuh dengan punting rokok yang masih nyala sampe kulit lo luka terbakar."

Orang itu menyeringai lebar. "Kayaknya opsi pertama lebih cocok," ujarnya seraya melepaskan cengkraman.

Akhirnya Dara bisa bernafas lega.

Orang tersebut menatap intimidasi ke arah Dara. Matanya terdapat sorot kebencian. "Lakuin sekarang!" sentaknya.

Dara tersentak kaget. Jadi, ia harus menjilat sepatu orang itu? Ia piker hanya sebuah candaan saja. Ternyata tidak.

ContritioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang