Part 2

4.3K 85 9
                                    

"Kau hanya milikku. Seutuhnya, hanya aku yang layak memilikimu"- Maddy Maxwell

Vanilla memandang melalui tingkap kamar asing yang dihuninya. Dia tidak tahu di mana dirinya berada kini. Apa yang diketahuinya hanyalah dirinya berada di sebuah rumah di kaki gunung. Rumah tiga bilik dengan halaman yang cukup luas.

Dari tingkap berpagar besi itu, Vanilla dapat melihat halaman rumah yang dipenuhi bunga-bunga yang begitu cantik. Tetapi sayangnya, dia tidak berpeluang menjejakkan kaki di halaman rumah itu. Tempatnya hanya di dalam rumah. Tidak mungkin dia dapat melepasi pintu rumah yang sentiasa berkunci dan kuncinya sudah pasti berada di dalam genggaman lelaki yang mengurungnya di dalam rumah itu.

"Maafkan aku, Ivan. Aku tidak dapat mempertahankan permata yang selama ini kujaga untukmu," Vanilla berbicara dalam hati diikuti air matanya yang mengalir perlahan menuruni pipi pucatnya.

Dia menyesal kerana telah menurut kata hati membantu Aran dan Anila. Vanilla tidak menyangka semuanya akan menjadi serumit ini.

Flashback On

" Tolong kami, dik. Anila mengandung anak abang," Aran memeluk Anila yang menangis. Anila masih diam membisu. Wajah abang dan sahabatnya itu diperhati satu persatu.

"Berterus-terang saja pada Maddy, Nil. Dia akan faham dan melepaskanmu," balas Vanilla. Tetapi Anila menggelengkan kepalanya.

"Tidak semudah itu, Vani. Tetapi jika kau membantu kami, semyanya akan lebih mudah," balas Aran.

"Please, Vani. Kau hanya perlu menunggu di bilik hotel. Semuanya akan berlaku seolah-olah Maddy yang curang," terang Aran sambil memandang adiknya, mengharap Vanilla akan menganggukkan kepalanya.

"Setelah itu, apa yang akan terjadi padaku?" soal Vanilla ragu.

"Aku akan memutuskan pertunanganku dengan Maddy. Kita bertiga akan terus ke luar negeri. Kita akan bebas menjalani hidup kita masing-masing. Aku dan Aran dan kau dengan Ivander," Anila menjawab dengan mata bersinar.

Akhirnya Vanilla menganggukkan kepalanya.

" Pastikan tidak ada apa-apa yang terjadi padaku, "pintanya.

" Pasti, dik. Kau adikku dan sahabat Nila. Hanya sebentar, dik. Maddy akan masuk ke bilik hotel dan kami akan menyerbu masuk sebelum dia sempat menyentuhmu, " Aran memeluk tubuh Vanilla yang hampir bergetar.

Jangan katakan dia tidak gugup dengan rancangan abangnya. Berduaan di dalam bilik hotel, semuanya boleh terjadi.

Flashback Off

Vanilla menyentuh pipinya yang basah.

" Kalian tidak menepati janji. Kalian membuat hidupku hancur," rintihnya.

Aran dan Anila membiarkannya semalaman bersama dengan Maddy di bilik hotel hingga Maddy beberapa kali menyentuhnya dengan kasar. Anila dan ibu Maddy hanya muncul keesokan paginya dengan seribu makian dan cacian yang dilemparkan pada Vanilla.

Jauh daripada yang telah dijanjikan oleh Aran dan Anila, Maddy tidak melepaskan Vanilla yang lemah dan kesakitan. Vanilla menjadi tebusan untuk membayar putusnya hubungan Maddy dan Anila.

"Hei, betina!" Satu tangan menarik tubuhnya. Tangan kekar itu mencengkam tangannya dan menyeretnya ke bilik tidur. Tubuhnya ditolak dengan kasar hingga terlentang di atas sebuah katil devan king size.

Mata Vanilla terbeliak, menatap kejantanan Maddy yang begitu siap untuk memasukinya.

"Please, Maddy. Jangan lagi," dia merayu. Tangannya cuba menahan tubuh telanjang Maddy yang sudah menindihnya.

"Jangan? Kau sudah memutuskan untuk menyerahkan dirimu padaku, Vanilla. Ingat, malam itu, malam kau telah mengambil keputusan untuk menjeratku dengan menyerahkan keperawananmu. Dan sekarang, kau kata jangan? Kau fikir aku percaya?" Maddy membuka kedua paha Vanilla dengan kakinya.

" Tolong, Maddy. Kasihani aku. Aku bukan pelacur, " air mata Vanilla menitis laju.

" Kau pelacurku, Vanilla. Aku sudah terlanjur menikmatimu. Biar aku menikmatimu, Vanilla. Jadilah pelacurku. Aku akan memuaskanmu. Tidak sia-sia kau menjebakku. Aku dan Anila sudah putus. Aku tidak punya isteri atau kekasih. Jadi... kau akan menjadi wanita untuk memuaskan nafsuku. Bila-bila masa saha, Vanilla," Maddy memasukinya tanpa pemanasan membuat Vanilla menjerit.

" Aku suka mendengar jeritanmu, Vanilla. Jeritan seorang pelacur yang dimasuki pelanggannya, " Maddy tersenyum sinis sambil terus menggerakkan tubuhnya di atas tubuh Vanilla.

" Miliki saja tubuhku, Maddy. Puaskan nafsumu. Setelah kau puas, aku mohon.. bebaskan aku ,"Vanilla berbisik tepat di telinga Maddy membuat lelaki itu menghentikan gerakannya. Tetapi hanya seketika.

" Aku akan memilikimu, Vanilla. Sudah pasti sampai aku puas. Cuma aku tidak tahu, bila aku akan puas. Selagi hatiku sakit, selagi hatiku belum sembuh, selagi Anila tidak kembali padaku, rasanya aku tidak akan puas menyakitimu, Vanilla.

Dan ingat, Vanilla. Hanya aku yang boleh puas dalam permainan kita. Hanya aku yang layak memutuskan bila kau harus bebas," Maddy mengeratkan pelukannya pada tubuh Vanilla. Tubuh besar dan kekarnya membungkus tubuh kecil Vanilla. Untuk kesekian kalinya dia menyemburkan benihnya ke dalam rahim Vanilla.

Setelah selesai, Maddy menurunkan tubuhnya dari tubuh Vanilla. Tetapi tangannya tidak melepaskan Vanilla. Tubuh kecil itu ditarik kemas ke dalam pelukannya. Tubuhnya yang kehabisan tenaga membuat Vanilla hanya menurut. Malah lengannya turun melingkar memeluk pinggang lelaki itu.

Maddy membuka matanya ketika jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Hampir tujuh jam dia bersama Vanilla hingga melupakan makan malam mereka.

Maddy menatap wajah Vanilla yang menghadapnya. Perlahan jemarinya menyentuh wajah itu. Entah mengapa, sentuhan pada wajah Vanilla menghantar satu rasa jauh je dasar hatinya. Rasa yang dia sendiri tidak memahaminya.

"Kau cantik, Vanilla. Malah kau lebih cantik berbanding Anila. Aku mungkin boleh jatuh cinta padamu, jika cara kita dipertemukan tidak salah seperti ini," ucap Maddy tanpa sedar. Ucapannya membuat Vanilla tersedar dari tidurnya.

Dengan wajah pucat, Vanilla bergegas bangun meski merasa nyeri pada celah pahanya.

" Lepaskan aku, Maddy. Tugasku malam ini sudah selesai, " Vanilla cuba melepaskan tangan Maddy yang memeluk tubuhnya. Tetapi Maddy tetap Maddy. Seperti yang dikatakan lelaki itu, hanya dia yang layak memutuskan sama ada Vanilla boleh pergi atau tidak.

"Tidur, Vanilla. Urusan kita belum selesai," Vanilla menatap pandangan tajam lelaki itu.

"Aku akan tidur, Maddy. Tetapi bukan di sini. Bukan di katilmu, dan bukan dalam pelukanmu," bantah Vanilla.

"Aku tuanmu, Vanilla. Kau berhutang padaku. Kau di sini untuk membayar hutangmu. Jadi turut apa kataku atau hutangmu tidak akan pernah langsai," Maddy menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka. Tubuh Vanilla dipeluk dengan erat. Sebelah kakinya ditindihkan pada kaki Vanilla. Ini sengaja dilakukannya agar Vanilla tidak ke mana-mana tanpa pengetahuannya.

Di luar kesedaran mereka, Vanilla membenamkan wajahnya pada dada bidang Maddy, menghirup aroma tubuh lelaki itu. Maddy pula meletakkan dagunya pada ubun-ubun Vanilla hingga haruman rambut Vanilla menusuk ke hidungnya membuatnya bernafas tenang.

"Kau hanya milikku, Vanilla. Hanya aku yang layak memilikimu seutuhnya. Hanya aku lelaki yang layak menyentuhmu," kata-kata itu meluncur begitu saja dari sepasang bibirnya dan semuanya dapat didengar Vanilla.

Bagaimana dengan part ini?
Komen dan vote.

See u in next part.

Please, Release Me ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang