"Aku mencintaimu. Namun aku harus melepaskanmu demi kebahagiaanmu. Nothing I can do to make you stay if you said'Please, release me'," Maddy Maxwell
Dada Maddy terasa berdegup luar biasa kencang. Isterinya yang berada di pangkuannya masih belum membuka mata. Maddy tidak dapat lagi menahan perasaannya. Beberapa butir air bening jatuh tanpa disedari.
"Pandu cepat, bangsat!" Dia memaki lelaki yang telah menjadi abang iparnya itu.
"Sabar, bro,"meski hatinya sakit mendengar kata-kata Maddy, Aran tetap cuba bersabar. Kisah mereka nanti biarlah hanya menjadi sejarah. Biar cerita yang manis menggantikan semua kisah kelam itu.
" Bangun, sayang. Jangan membiarkan aku seorang diri menghadapi semua ini. Aku takkan mampu bertahan jika harus kehilangan kamu," dia mencium bibir Vanilla, berharap agar isterinya itu segera membuka mata.
Dari cermin di hadapannya, Aran dapat melihat cinta Maddy pada Vanilla. Tapi sejak bila? Bukankah selama ini lelaki itu begitu mencintai Anila?
" Kau mencintai adikku, Maddy? " Aran tidak dapat menahan rasa ingin tahunya. Pada pengamatannya, Maddy begitu mencintai Vanilla. Seolah-olah pernikahan lelaki itu dengan adiknya bukan satu keterpaksaan.
Maddy mendengar pertanyaan Aran tetapi dia memilih mengabaikannya.
Bullshit! Sudah tentu aku menyayangi isteriku, bodoh! Maddy menyumpah dalam hati.Sampai di hospital, dengan lutut gementar Maddy terus mengendong Vanilla memasuki unit rawatan kecemasan.
"Bantu isteri saya, doktor. Dia pendarahan," Maddy meletakkannya di atas katil rawatan sebelum dirinya sendiri terkulai di atas lantai dengan nafas seakan berlari neninggalkan tubuhnya. Dia memandang tangan dan pakaiannya telah berlumuran darah isterinya.
" Sabar, Maddy. Vanilla akan selamat. Bayi kalian juga akan selamat," Aran menenangkan adik iparnya.
Maddy menjatuhkan kepala di atas lulutnya. Kedua tangan memegang kepalanya kiri dan kanan.
"Aku mencintainya, Ran. Aku mencintai Vanilla. Aku hanya pernah mencintainya. Tidak ada wanita lain yang aku cintai selain Vanilla," Maddy mengungkapkan perasaannya tanpa memghiraukan orang yang berada di ruang menunggu hospital tersebut.
"Bagaimana dengan Anila?" duga Aran.
"Aku tidak pernah mencintai Anila. Aku hanya mencintai Vanilla. Aku mencintainya. Oh, Tuhan! Aku mohon selamatkan Vanilla dan anakku," ucap Maddy sambil menangis.
💕💕💕
Mulut Milly ternganga lebar. Anila, gadis yang diharapkan menjadi pendamping Maddy kini berdiri di hadapannya. Cuma sayangnya, perut Anila sudah memboyot.
"Anak Maddy?" tanya Milly. Jika benar anak Maddy, dengan senang hati dia akan menerima Anila. Namun gelengan kepala Anila membuat Milly hampir kena serangan jantung.
"Ani dan Maddy tidak pernah melakukannya, ma," jelas Anila. Meski pandangan Milly seakan ingin menelannya hidup-hidup, Anila tidak peduli. Semuanya perlu diungkapkan hari ini.
"Ani tidak pernah mencintai Maddy, ma. Ani mencintai Aran. Maafkan Ani," dia menjelaskan dengan gentar. Apatah lagi saat melihat wanita singa itu melangkah menghampirinya.
"Jadi, selama ini kau menipuku, Anila?" tanyanya. Tatapannya begitu buas.
"Mama yang mendesakku. Dan Maddy.. Walau aku tahu, ma. Matanya sentiasa mencari ruang untuk memandang Vanilla," di luar dugaannya, Milly tertawa nyaring.
"Anakku memandang pelacur itu?" Anila terdiam mendengarnya. Jadi memang benar keluarga ini sering menghina Vanilla dengan panggilan pelacur.
"Dia bukan pelacur, ma! Sahabatku bukan pelacur!Adikku bukan pelacur!" Anila hampir berteriak.
"Jadi dia siapa, Anila? Apa gelaran yang harus aku berikan pada wanita seperti kalian?" Milly senyum sinis.
"Dia menantu mama. Dia wanita yang saat ini sedang berjuang antara hidup dan mati dengan cucu mama di dalam rahimnya. Itupun jika cucu mama belum pergi di jemput Tuhan," ucap Anila penuh emosi.
Ucapan Anila yang terakhir ini membuat Milly terdiam. Tawa dan senyumnya mati. Jantungnya juga seakan terhenti. Cucunya? Bukankah selama ini dia begitu menginginkan kehadiran seorang cucu? Dan apa kata calon menantu tak jadinya tadi, cucunya ada dalam rahim Vanilla, menantu yang dibencinya? Dan cucunya?
"Kenapa dengan pelacur itu?" Milly masih memanggil Vanilla sebagai pelacur.
"Dia pendarahan, ma. Dia mungkin keguguran," jelas Anila.
"Keguguran? Ya, Tuhan. Cucuku!" Milly terduduk di atas sofa. Cucunya, darah daging Maddy kini entah masih ada atau tidak di dalam rahim menantu yang dibencinya itu.
Tetapi cucunya... tidak kira terlahir dari rahim manapun, bagi Milly cucu tetap cucu. Di usianya yang tidak lagi muda, dia begitu ingin memanjakan cucunya.
"Vanilla..." Nama itu meniti di bibirnya. Apa kesalahan gadis itu kepadanya hingga dia begitu membencinya? Milly cuba mengingat-ingat. Tidak ada satupun. Vanilla tidak pernah menyakitinya. Malah setiap kali berkunjung ke rumahnya bersama Anila, Vanilla selalu begitu sopan dan menghormatinya. Aku membencinya tanpa alasan, Milly memukul dadanya.
"Aku membencinya tanpa alasan, Ani," katanya. Jemarinya menyeka air mata yang membasahi pipi. Air mata yang jatuh kerana alasan. Milly takut kehilangan cucu yang selama ini dia nantikan. Dan betapa besar rasa bersalah yang menghantuinya kerana selama ini membenci Vanilla tanpa alasan.
💕💕💕
Aran masih menunggu di luar bilik kecemasan. Sedangkan Maddy sudah dibenarkan masuk menemui Vanilla. Maddy duduk di sisi katil Vanilla. isterinya itu sudah membuka mata, namun dia hanya terbaring lemah. Matanya menatap sayu pada Maddy.
"I love you," Maddy mengucapkannya dengan senyuman. Vanilla tidak merespons apa-apa.
"I love you, Vanilla," ucap Maddy sekali lagi.
"I love you, too," Vanilla membalas lemah. Sesekali dahinya berkerut menahan sakit. Seiring dengan itu juga air matanya merembes keluar.
"Sakit sangat?" Maddy mengusap perut isterinya. Perlakuan Maddy membuat Vanilla semakin terisak.
"Aku takut, Maddy. Aku takut bayi kita tiada lagi di dalam sini," Vanilla menyentuh perutnya dengan jemari sejuk dan bergetar.
"Shhh... Jangan fikirkan yang negatif, sayang. Bayi kita pasti masih ada di dalam rahimmu," Maddy turut meletakkan tangan di atas perut isterinya.
"Maddy, andai anak kita sudah tiada di dalam rahimku, aku mohon, tolong bebaskan aku. Please release me, Maddy," Vanilla mengucapkannya dengan pedih. Tetapi dia sudah memikirkan itulah jalan terbaik untuk mereka berdua. Mungkin dengan berpisah, mereka tidak lagi saling menyakiti dan merasa tersakiti.
Maddy memalingkan wajahnya. Permintaan Vanilla terlalu berat untuk dia tunaikan. Namun, isterinya itu tidak bahagia bersamanya.
"Kamu benar-benar tidak bahagia hidup denganku, Vanilla?" Pertanyaan bodoh, Maddy. Kau telah terlalu banyak menyakitinya. Kau fikir dia bahagia?
"Aku hanya mahu kita sama-sama bahagia, Maddy." Kebahagiaanku adalah bersamamu, Vanilla. Berpisah denganmu, jiwaku mati.
"Puan Vanilla...." serentak Vanilla dan Maddy menoleh.
"Maaf ya, puan dan encik. Kami sudah menjalankan pemeriksaan ke atas air kencing Puan Vanilla. Hasilnya...." Vanilla menangis tanpa suara. Maddy memandangnya , juga menitiskan air mata. Perlahan, Maddy melepaskan tangan Vanilla yang sedari tadi digenggamnya.
Maddy berdiri, kemudian menunduk. Dikucupnya bibir Vanilla.
" I release you, Vanilla. Semoga kamu menemui kebahagiaanmu," katanya dan terus melangkah pergi tanpa menoleh lagi.
Vote dan komen.
Happy reading.Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Release Me ✔️
RomansaAku bukan pemimpi yang sanggup melakukan apa sahaja demi mencapai mimpi dan impianku. Aku hanya melalui hidupku apa adanya, berpegang teguh pada takdir tuhan, tanpa pernah menyesalinya. Demi seorang saudara dan sahabat, kuhancurkan masa depanku. Mi...