Part 17

3.1K 70 3
                                    

"Aku mencintaimu. Aku mencintaimu dengan cinta yang begitu dalam. Namun, mengapa kau tidak pernah mencuba memberikanku cintamu ," - Maddy Maxwell

Maddy senyum lebar sambil menjabat tangan doktor yang telah merawat isterinya.

"Thank you, doctor," ucapnya saat doktor tersebut mengatakan Vanilla positif hamil. Dia mengangguk beberapa kali tika doktor mengatakan kandungan Vanilla masih terlalu muda dan perlu dijaga.

"Akhirnya aku akan menjadi ayah, sayang. Dan kamu akan menjadi ibu," dia mengatakannya sambil mengucup pipi Vanilla.

"Maddy?" Vanilla yang baru membuka matanya menatap hairan pada Maddy. Lelaki itu kelihatan berbeza. Kelihatan lebih riang.

"Kamu mengandung, Vanilla. Kamu akan menjadi ibu dan aku akan menjadi ayah," Vanilla dapat melihat butir-butir jernih berkumpul di sudut mata Maddy. Vanilla mengusap perutnya. Di situ ada anaknya bersama Maddy. Anak yang hadir entah kerana alasan apa.

"Aku gembira, Vanilla. Aku tidak sabar menunggu dia lahir," ucap Maddy. Vanilla sendiri tidak tahu apa yang dirasakannya kini. Tetapi melihat raut wajah gembira Maddy, dia ikut tersenyum. Membiarkan Maddy mencium lembut bibirnya.

Meski matanya menatap lembut pada Maddy, namun fikiran Vanilla menerawang jauh. Dia teringat pada ibu dan ayahnya di kampung yang sampai saat ini masih tidak tentang keberadaannya. Malah keluarganya juga belum tahu tentang pernikahannya dengan Maddy.

Vanilla juga sempat memikirkan Anila. Milly begitu mengingkinkan sahabatnya itu sebagai menantu. Andai suatu hari nanti Anila kembali pada Maddy, Vanilla akan undur diri. Tetapi bagaimana dengan anaknya?

Bagaimana nanti andai Maddy hanya menginginkan anaknya dan menyingkirkan Vanilla? Vanilla tidak mungkin bertahan kerana bertahan bermakna dia harus menerima siksaan dan hinaan daripada wanita yang bergelar ibu mertuanya itu.

"Kenapa, Vanilla? Kamu tidak gembira mengandungkan anakku? Masih terfikir untuk kembali bersama Ivander?" Vanilla tidak bersuara sepatahpun. Tetapi matanya menatap sayu pada Maddy.

Lelaki itu benar-benar sudah menguasainya. Sejak jatuh ke tangan Maddy, Vanilla sudah tidak punya hak lagi ke atas dirinya. Dia meninggalkan pekerjaannya dan juga terpisah dari keluarganya. Malah, sejak malam jahanam itu, Maddy telah menyimpat telefon bimbitnya di tempat yang tidak diketahui Vanilla.

"Sedar, Vanilla. Kau tidak punya apa-apa lagi untuk dipersembahkan pada Ivander. Tubuhmu sudah puas kutiduri. Kau fikir Ivander mahu beristerikan wanita yang sudah 'longgar' sepertimu? Jangan bermimpi, Vanilla," ucap Maddy. Ucapan yang begitu menyakitinya. Lihatlah, meski tahu Vanilla sedang mengandungkan anaknya, Maddy tetap juga menyakiti batinnya.

" Aku tidak perlukan Ivander. Ceraikan saja aku, Maddy. Aku boleh kembali pada keluargaku, "Vanilla berusaha menahan sebak di dadanya.

" Dan kau ingin membawa anakku bersama? Jangan harap, Vanilla. Aku mengizinkan kau berambus dari kehidupanku setelah kau melahirkan anakku, " Maddy meninggalkan Vanilla. Dia tidak bermaksud menyakiti isterinya. Tetapi entah mengapa sakit rasanya bila memikirkan isterinya masih ingin berpisah dengannya.

💕💕💕

" You're drunk, sir. Please let me take you home, " tawar seorang pekerja di kelab malam yang dikunjunginya. Dia cuba memapah Maddy. Namun Maddy mengibaskan tangannya agar lelaki itu menjauh dan tidak mengganggunya.

"I love her, man. I love Vanilla. I love my wife. But she never love me back. She loved another man. Tell me, man. Tell me what should I do!" Maddy memukul-mukul dadanya. Dia mencintai Vanilla sedangkan Vanilla masih mencintai Ivander. Dia menyintai Vanilla, tetapi ibunya masih mengharapkan Anila kembali mengambil alih pisisi Vanilla sebagai isterinya. Semua ini begitu melukainya.

Apa yang diperlukannya saat ini adalah Vanilla, isterinya. Dia mengharapkan Vanilla mengungkapkan "I love you, Maddy. Please, never let me go." Hanya kata-kata itu yang diharapkannya. Sudah hampir dua bulan mereka bersama. Tetapi mengapa Vanilla sedikitpun tidak memiliki rasa cinta terhadapnya.

Sementara itu, di bilik hotel, Vanilla tidak dapat melelapkan matanya. Selalunya, setiap malam Maddy akan memeluknya dan Vanilla akan menyusupkan diri ke dalam pelukan hangat suaminya itu. Namun, malam ini saat jam sudah menunjukkan pukul satu pagi, Maddy belum juga kembali. Vanilla gelisah hinggalah dia mendengar ketukan di pintu.

"Maddy," suaminya hampir terjatuh saat Vanilla membuka pintu. Mujur tubuh kecil Vanilla sempat menahannya.

"Maddy, kenapa kamu sampai mabuk begini?" Vanilla menuntun suaminya menuju ke tempat tidur mereka. Dibaringkannya tubuh suaminya sambil berusaha membuka pakaian Maddy. Tidak mungkin dia membiarkan suaminya itu tidur tanpa berganti dengan pakaian yang lebih santai.

"Aku mencintaimu, Vanilla. Aku sudah lama mencintaimu. Aku tidak pernah mencintai Anila. Aku cuma menggunakannya untuk mendekatimu, sayang. Aku hanya mencintaimu.

Aku tidak pernah mencintai gadis lain, Vanilla. Jangan pernah memintaku untuk menceraikanmu. Aku mencintaimu, sayang. Aku menyayangimu, " Maddy terus berguman. Dia menarik tubuh Vanilla hingga terjatuh di sebelahnya.

" Aku belum siap menukar pakaianmu, Maddy, "bantah Vanilla.

" Tidak perlu, sayang. Biarkan begini. Kamu juga perlu tidur sayang. Ingat, ada bayi kita di dalam rahimmu,"Maddy memeluknya erat. Vanilla hanya menurut. Lagipun tubuhnya masih sedikit lemah.

" Aku mencintaimu, Vanilla. Sangat mencintaimu, " ucap Maddy sejurus sebelum matanya terpejam.

Agak lama Vanilla mendiamkan diri dalam pelukan suaminya . Setelah beberapa minit, Vanilla mendengar suaminya berdengkur halus. Cukup yakin bahawa Maddy sudah lena dibuai mimpi, dengan perlahan Vanilla menghulurkan tangan, menyentuh pipi suaminya.

"Aku juga menyintaimu, Maddy. Aku sudah lama mencintaimu, lama sebelum aku mencintai Ivander.  Kamu tidak tahu betapa aku cemburu setiap kali aku melihat kamu memandang Anila dengan tatapan penuh cinta," ucap Vanilla dengan suara separuh berbisik. Maddy mendengar semuanya, tetapi dia tetap mendiamkan diri.

" Aku memang mencintai Ivan. Tetapi hari ini, aku tidak tahu apakah aku masih nencintai Ivander. Hakikatnya aku rasa sakit bila kamu pergi meninggalkanku, Maddy. Aku tidak tahu, mampukah aku mengundur diri nanti di saat Anila kembali." Hati Maddy terasa disayat mendengar pengakuan isterinya.

"Aku tidak pernah mencintai Anila, sayang. Aku tidak pernah menatapnya dengan tatapan cinta. Dan aku tidak pernah mengharapkan Anila kembali kerana aku hanya mencintai Vanilla Aresha. " Maddy membuka matanya, menatap tepat ke mata isterinya.

"Maddy.. kamu...," Vanilla menarik tangannya. Wajahnya pucat. Dia tidak menduga Maddy mendengar semua yang dikatakannya. Bukankah suaminya itu sebentar tadi sudah berdengkur menandakannya sudah lena dibuai mimpi.

"Aku mendengar semuanya, sayang," Maddy menarik Vanilla agar kembali ke dalam pelukannya. Ya, dia memang mabuk. Tetapi dia tidak sepenuhnya mabuk. Betapa dia bersyukur, kerana malam ini akhirnya dia mendengar pengakuan jujur Vanilla.

"Maddy.. sebenarnya... itu... aku...," Vanilla gugup. Maddy senyum. Hatinya terasa dicuit-cuit melihat kegugupan isterinya.

"Shhh, sayang. Segalanya sudah jelas. Aku senang. I love you, honey," ucap Maddy.

"I wanna make love to you right here and now. If only..." Maddy mengerang penuh frustasi. Tangannya mengusap perut rata isterinya. Ada buah cintanya di sana yang lebih penting berbanding kepuasan batinnya.

( Honestly, I don't know what will happen to Maddy and Vanilla. Will their love story ends with a happy ending or....)

Vote dan komen, ya.
Happy reading.

Tbc...


Please, Release Me ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang