"You're my Valentine. You're my lover. If you say: Please, release me, then I will say:I will never release you!" - Maddy Maxwell
Doktor Hardt, begitu nama yang tertera pada tanda nama doktor tersebut. Dia hanya memerhatikan pemergian Maddy dengan tanda tanya. Dia tidak mengerti mengapa pada saat-saat seperti ini lelaki itu memilih mengucapkan selamat tinggal dan pergi meninggalkan isterinya.
"Kenapa dengan suami puan?" tanya doktor Hardt. Dia merasa hiba melihat wanita di hadapannya ini sedang menangis.
Vanilla terdiam seketika, merasakan sedikit nyeri pada ari-arinya. Dia mengelus perutnya. Air mata semakin deras, mengenang hari ini dia kehilangan anak dan suaminya.
"Semuanya sudah berakhir, doktor. Itu perjanjian kami. Jika saya keguguran, saya minta dia melepaskan saya," akhirnya Vanilla bersuara, melepaskan beban berat yang membuat dadanya merasa sakit. Vanilla sebak. Andai benar Maddy tulus nencintainya, mengapa suaminya menyetujui permintaannya untuk berpisah? Mengapa Maddy tidak memintanya agar terus berada di sampingnya. Sedangkan Maddy sudah berjanji tidak akan melepaskannya apapun yang terjadi.
" Dia pergi sebelum sempat saya mengatakan semuanya," doktor itu tersenyum. Vanilla menatap doktor itu dengan dahi berkerut.
"Apa maksud doktor?" dia bertanya.
"Bayi kalian masih ada. Pemeriksaan kami ke atas air kencing puan mendapati puan masih positif mengandung," jelasnya.
"Jadi... saya tidak keguguran? Tapi darah.." Vanilla masih berasa ragu. Sekali lagi doktor Hardt tersenyum.
"Keluar darah tidak semestinya berakhir dengan keguguran, puan. Tapi puan terpaksa kami tahan di wad selama beberapa hari untuk tujuan pemantauan," Vanilla mengangguk. Dia meraba perutnya. Bayinya masih ada di situ. Bayi Maddy masih ada di situ.
Setelah Doktor Hardt meminta diri, air mata Vanilla menitis kian deras. Dia terisak hingga seluruh tubuhnya bergoncang. Dia berbaring dengan wajah menghadap dinding.
💕💕💕
Kaki Maddy melangkah longlai. Dia tidak tahu ke mana kakinya harus melangkah. Semuanya terasa begitu sesak. Udara di sekelilingnya bagaikan beransur mengering. Hatinya gersang dan tandus. Aran yang tadi menemaninya kini menghilang entah ke mana.
Langkah Maddy terhenti seketika. Untuk kesekian kalinya dia menoleh lagi ke arah bilik yang sebentar tadi ditinggalkannya. Dia meninggalkan Vanillanya di situ. Keputusan yang berat dan meruntun jiwanya. Namun dia terpaksa melakukannya. Demi Vanilla. Sesuai permintaan Vanilla, dia sudah melepaskan isterinya itu.
Maddy melangkah lagi. Hanya mengikut ke mana langkah kakinya membawanya. Hingga akhirnya dia terduduk di bawah pohon ru di tepi jalan masuk ke hospital tersebut.
"Ke mana aku harus pergi, Vanilla? Mengapa hatiku terasa sekosong ini?" Maddy memicit kepalanya yang sedang berdenyut. Dia ingin memejamkan matanya seketika. Namun saat matanya hampir terpejam, dia sempat melihat kelibat seseorang.
"Vanilla..." Maddy bingkas bangun. Dia menyeret tubuhnya yang terasa amat letih dengan kepala yang terasa ingin pecah. Dalam fikirannya kini hanya keselamatan isterinya. Dia tidak akan membenarkan sesiapapun menyakiti isterinya.
💕💕💕
" Vanilla, " suara menyapanya diikuti sentuhan pada bahunya. Vanilla membalikkan tubuh. Di sisi katilnya berdiri Anila dan wanita yang selama ini membencinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Release Me ✔️
RomanceAku bukan pemimpi yang sanggup melakukan apa sahaja demi mencapai mimpi dan impianku. Aku hanya melalui hidupku apa adanya, berpegang teguh pada takdir tuhan, tanpa pernah menyesalinya. Demi seorang saudara dan sahabat, kuhancurkan masa depanku. Mi...