Part 21

3.1K 61 4
                                    

"Cinta lahir dari dua hati. Aku mencintainya dan dia juga mencintaiku. Hati kami memiliki rasa yang sama. Apa yang salah jika kami bersama. " - Maddy Maxwell

Ivander menatap lama wajah wanita yang terbaring di atas tilam beralas kain putih itu. Wajah wanita itu kelihatan pucat dengan mata terpejam rapat. Itulah wanita yang beberapa bulan yang lalu masih berstatus kekasihnya. Gadis manis yang begitu dicintainya.

"Aku masih mencintaimu, Vanilla. Rasanya, tiada apa yang dapat membuatku tidak mencintaimu," tangan Ivander menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi dahi Vanilla.

"Kamu tetap gadisku, Vanilla. Sampai bila-bila kamu tetap gadisku," suaranya begitu perlahan. Dia tidak mahu membangunkan Vanilla.

"Aku tidak tahu mengapa kita jadi begini, Vanilla. Sedangkan kita sudah mengikat janji untuk bersama. Aku sudah berjanji akan melamarmu, Vanilla,"Ivander sudah mencuba untuk ikhlas. Dia sudah berusaha untuk menerima hakikat bahawa kekasihnya sudah dikebas oleh sepupunya sendiri. Namun semuanya tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Hakikatnya semakin dia mencuba mengikhlaskan, semakin kuat keinginannya untuk kembali memiliki Vanilla.

Ivander menelusuri tubuh Vanilla dengan pandangannya. Matanya menjamah tubuh di sebalik selimut putih itu. Bertahun dia menahan hasrat untuk menjamah tubuh itu. Dia bersabar, menunggu untuk memiliki Vanilla seutuhnya saat Vanilla sudah halal sebagai miliknya. Namun lihatlah, lelaki lain yang sudah terlebih dahulu menyesap manisnya perawan Vanilla.

Hati Ivander  bertambah pedih tika akhirnya matanya singgah pada dua bahagian pada tubuh Vanilla. Dia benci dan cemburu membayangkan bagaimana Maddy membenamkan miliknya ke dalam milik Vanilla. Bayangan bagaimana rakusnya Maddy menikmati tubuh Vanilla hingga menanam benihnya di dalam rahim wanita itu membuat tubuh Ivander menegang. Peluh memercik membasahi tubuhnya.

"Aku ingin memilikimu, Vanilla," akhirnya Ivander tidak dapat menahan diri. Dia menunduk. Dan tanpa berfikir panjang, dia mendekatkan bibirnya pada bibir Vanilla.

"I want you," dia berbisik dalam hati. Bibirnya mencapai bibir Vanilla dan mengucupnya perlahan.

"Emmm..." Vanilla mengerang kecil tanpa membuka matanya. Dia membuka sedikit bibirnya, memberi ruang kepada lidah Ivander untuk menerjah masuk. Lidahnya meneroka di dalam mulut Vanilla, mencari lidah Vanilla dan membelitnya dengan lidahnya.

Manis dan nikmat. Bibirnya saja sudah terasa senikmat ini. Apatah lagi bila aku menghisap putingnya sambil kejantananku menerjah masuk ke dalam liang nikmatnya, fikiran kotor Ivander semakin merangsangnya untuk bertindak lebih.

Dia melepaskan ciumannya pada bibir Vanilla. Kini mulutnya turun lebih ke bawah. Dia menjilat leher Vanilla dengan nafas menderu sambil sesekali menghisap kulit leher Vanilla dengan sedikit keras. Terasa perih. Seakan hisapan itu akan membuat urat lehernya tercabut. Vanilla menjerit kecil.

Ini bukan Maddy. Maddy tidak pernah seganas ini. Vanilla menolak kepala Ivander dengan tangannya yang masih kemah. Namun Ivander menahan kedua tangannya. Sebelah tangannya meremas kuat payudara Vanilla.

"Hentikan, Ivan. Please, hentikan. Aku sedang sakit, Ivan. Jangan sakiti aku. Kasihan bayiku," Vanilla merayu sambil terus meronta. Tetapi tenaganya hanya satu perempat tenaga Ivander.

Please, Release Me ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang