Ki Ageng Pemanahan bersama dengan keluarga dan pengikutnya kemudian menuju Alas Mentaok di kawasan Selatan.
Ki Ageng Pemanahan berhenti di salah satu lokasi di Alas Mentaok. Dan ia mendirikan pemukiman untuk pertama kalinya –dikenal dengan Desa Mataram (1556). Di kemudian hari tempat tersebut dijuluki dengan Kota Gede.
Pemukiman kecil dari kelompok kecil siapa sangka di suatu saat akan berubah menjadi besar. Berkat kegigihan dan perjuangan, maka seorang pemimpin bisa membangun dinastinya.
Meskipun Ki Ageng Pemanahan tidak dikenal sebagai seorang raja, namun di dalam darahnya mengalir kegigihan para pendahulunya yang adalah orang-orang besar. Bahkan lebih besar daripada seorang raja di masa kini. Dan sifat alamiah yang diturunkan dari leluhurnya itulah yang kemudian membentuk Ki Ageng Pemanahan menjadi pembesar yang diakui.
Ki Agen Pemanahan menjadi sosok yang mencetuskan kerajaan baru bernama Mataram Islam dan menurunkan raja-raja Mataram Islam di kemudian hari.
Selain mendirikan pemukiman, didirikan pula bangunan berupa masjid sebagai tempat ibadah. Masjid tersebut dinamakan Masjid Gedhe Mataram atau Masjid Agung Kota Gede. Masjid tersebut tercatat selesai dibangun pada 1640.
Perjuangan telah dimakan sang waktu. Ki Ageng Pemanahan telah sampai pada akhir hidupnya. Namun semangatnya tidak hilang begitu saja meskipun raganya telah membumi. Semangatnya diturunkan kepada anaknya yang dulu membantunya menumpas Arya Penangsang, yakni Sutawijaya.
Tampuk kepemimpinan pun berpindah kepada Sutawijaya. Sutawijaya kemudian bergelar Panembahan Senopati. Sutawijaya meneruskan apa yang telah dibangun ayahandanya dan menjadikan wilayah tersebut sebuah kerajaan yang bernama Kesultanan Mataram –disebut juga Mataram Islam.
Suatu ketika, Sutawijaya sedang berjalan menyusuri kali Opak ke arah timur lalu menuju ke selatan dan berakhir di sebuah pantai –kemudian dikenal dengan nama Pantai Selatan. Di pantai tersebut Sutawijaya melakukan pertapaan.
Sutawijaya bertemu dengan penguasa kerajaan lelembut dan penguasa Laut Selatan Jawa, Nyi Roro Kidul. Sosok ini kemudian melekat erat dalam kepercayaan dan kebudayaan di masyarakat Jawa di pesisir Selatan khususnya di wilayah kekuasaan Mataram.
Selain itu, Ki Juru Martani yang turut membantu perjuangan ayahanda Sutawijaya, kemudian menuju ke utara dan bertemu sebuah gunung yang bernama Gunung Merapi. Dan ia pun turut melakukan pertapaan di gunung tersebut.
Dua tokoh tersebut kemudian melahirkan kepercayaan atas sebuah garis imajiner yang menghubungkan Gunung Merapi di utara dengan pantai di Selatan.
Pada suatu ketika, Sutawijaya memiliki hasrat untuk menjadikan Kesultanan Mataram berdiri pada kakinya sendiri. Demi menuruti hasratnya itu maka Sutawijaya memilih untuk memberontak kepada Sultan Pajang. Dan apa yang diinginkan pun terjadi. Kesultanan Pajang telah menganggap Sutawijaya telah berpaling. Maka dikirimkanlah sepasukan Pajang menuju Mataram untuk menyerang. Terjadilah pertempuran yang sengit antara pasukan Pajang dengan pasukan Mataram di dekat kawasan Gunung Merapi.
Di tengah-tengah pertempuran tersebut, tiba-tiba sang gunung memuntahkan apa yang ada di dalam perutnya. Gunung itu meletus dahsyat hingga mematikan orang-orang yang ada di bawahnya. Pasukan Pajang menarik diri. Mereka tak kuasa melawan amukan Gunung Merapi. Sedangkan pasukan Mataram berhasil lolos dari terjangan Merapi dan menuju tempat yang aman.
Akhirnya, Mataram Islam resmi menjadi kerajaan yang bebas dan berdiri dengan kakinya sendiri.Suatu ketika, Sutawijaya juga berkeinginan untuk memperluas kekuasaan Mataram. Dan keinginannya pun berhasil ia turuti. Ia menaklukan beberapa daerah di kawasan-kawasan timur sehingga menjadikan Kesultanan Mataram semakin luas kekuasaannya.
Sutawijaya memiliki seorang anak bernama Raden Mas Jolang. Anak tersebut kemudian meneruskan tampuk kepemimpinan Sutawijaya setelah dirinya meninggal. Suatu ketika Mas Jolang sedang berburu, dan kemudian ia meninggal. Oleh sebab itu sosoknya dikenal dengan sebutan “Seda Ing Krapyak” (Krapyak=berburu).
Di kemudian hari dikenal sebuah bangunan berbentuk kubus yang dijadikan sebagai tempat untuk berburu rusa atau menjangan, tempat itu dijuluki sebagai Panggung Krapyak.Kisah perjalanan sang pemimpin dan kerajaannya pun berlanjut hingga terjulur kepada keturunan-keturunannya. Raden Mas Jolang memiliki anak yang bernama Raden Mas Rangsang –bergelar Sultan Agung. Raden Mas Rangsang kemudian memiliki anak yang bernama Susuhan Amangkurat I. Dan selanjutnya, Susuhan Amangkurat I memiliki anak yang bernama Susuhan Amangkurat II.
Pada masa kepemimpinan Susuhan Amangkurat II inilah kemudian ibukota Kesultanan Mataram dipindahkan ke daerah di timur yang bernama Kartasura.
Sejarah kembali membuktikan bahwa suatu kekuasaan justru goyah dan runtuh akibat orang-orangnya sendiri. Itulah yang kemudian terjadi pada Kesultanan Mataram.
Susuhan Amangkurat II memiliki anak yang bernama Susuhan Amangkurat III. Namun juga, Susuhan Amangkurat II memiliki anak lain yang bernama Pangeran Puger. Pangeran Puger ini kemudian memiliki nama Paku Buwono I.
Terjadi perebutan takhta. Susuhan Amangkurat III lantas dibuang ke suatu wilayah yang jauh yang bernama Sri Lanka –ia tetap di sana hingga akhir hayatnya. Kemudian tampuk kepemimpinan berganti dan dipegang oleh anak dari Paku Buwono I yang diberi nama Susuhan Amangkurat IV. Dari Susuhan Amangkurat IV kemudian diturunkan kepada anaknya yang bernama Paku Buwono II. Dari Paku Buwono II kemudian berlanjut lagi kepada anaknya yang bernama Paku Buwono III.
Pada masa kepemimpinan Paku Buwono II terjadi sebuah pemberontakan di dalam tubuh Kesultanan Mataram. Masuklah pada saat itu VOC. VOC menawari sebuah bantuan namun dengan harga yang sangat mahal. Dan tawaran itu diterima oleh Paku Buwono II. Pemberontakan pun kemudian berhasil dipadamkan dengan bantuan VOC.
Sebuah keputusan berani telah diambil oleh Paku Buwono II. Ia menggadaikan kedaulatan Kesultanan Mataram kepada VOC. Jika Kesultanan Mataram tidak berhasil melunasi hutang-hutangnya –biaya perang melawan pemberontak yang diberikan oleh VOC– dalam tenggat waktu yang disepakati, maka VOC secara sah akan mengakuisisi kedaulatan Kesultanan Mataram. Singkatnya, Kesultanan Mataram akan menjadi kekuasaan VOC.
Istana Mataram kemudian menempati lokasi baru yakni berada di daerah bernama Surakarta –disebut juga Solo di kemudian hari.
Susuhan Amangkurat IV memiliki anak-anak lain, yakni Pangeran Mangkunegara dan Pangeran Mangkubumi. Pangeran Mangkunegara adalah anak tertuanya. Kemudian hari Pangeran Mangkunegara memiliki seorang anak yang bernama Raden Mas Said yang dijuluki sebagai Mangkunegara I.Sosok Raden Mas Said ini telah menjadi seorang pemberontak sejak berumur belia. Ia telah melakukan perlawanan terhadap tubuh kesultanan Mataram sendiri. Di kemudian hari Ia dijuluki sebagai Pangeran Sambernyawa karena kemampuannya dalam berperang yang sangat hebat dan mampu mencabut nyawa lawan-lawannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Novel Pendakian: MERBABU #2
RomanceLanjutan cerita dari novel gunung: MERAPI #1