Loncat ke Bab 3 (Part 7)

37 0 0
                                    

KEMANA pun engkau pergi, Jogja adalah tempatmu kembali. Tagar ini sudah aku dengar bahkan sebelum aku datang ke Jogja. Orang-orang banyak yang memercayai bahwa seseorang yang pernah tinggal di Jogja walau hanya sebentar, suatu saat orang itu pasti akan kembali ke Jogja.

Tak ada sambutan istimewa ketika aku kembali ke Jogja. Karena memang kedatanganku tidak aku ceritakan kepada siapa pun. Biarlah kunikmati dulu sendiri apa yang ingin kulakukan. Kadang ada saatnya seseorang bisa meresapi arti sebuah kerinduan jika ia sedang sendiri.

Hari ini aku putuskan untuk napak tilas. Ada banyak tempat yang ingin aku kunjungi.
*

Ada rasa haru saat menginjakkan kaki untuk pertama kali setelah tiga tahun pergi. Terasa Jogja masih senyaman dulu. Hangatnya mentari pagi melebur bersama keceriaan anak-anak sd yang berangkat sekolah. Keramaian orang-orang yang menggelar lapaknya di pasar-pasar, juga melebur dengan keramaian lalu lalang kendaraan.

Traffict light kembali bekerja setelah semalaman mungkin tidur. Pagi adalah waktu krusial dimana orang-orang mulai ramai beraktfitas. Dan rata-rata dari mereka pasti menggunakan jalan raya. Maka dari itu peran traffict light sangat penting. Andai kata ia rusak maka bisa berantakan lalu lintas orang-orang itu.

Polisi juga tak kalah pentingnya. Sosok yang satu ini juga mulai bekerja saat pagi datang. Mereka akan mengisi pos-pos mereka sejak subuh. Sebagian berada di persimpangan-persimpangan jalan yang ramai, dan sebagian lagi menemani si traffict light.

Sementara itu, di kawasan kampus-kampus juga mulai bergeliat. Pemandangan kampus memang tak seramai dengan kawasan sekolah dasar, ataupun pasar. Namun bisa dibilang cukup ramai. Pagi hari rata-rata mahasiswa masih belum beraktifitas. Artinya mereka masih menghabiskan zona nyaman mereka di atas kasur. Namun beberapa di antaranya akan terlihat telah berada di kampus. Golongan yang semacam ini bisa dikatakan sebagai golongan mahasiswa sejati.

Beda mahasiswa, beda pula karyawan. Kali ini berbeda kategori. Jika mahasiswa dikatakan sebagai pencari ilmu, maka karyawan bisa dikatakan sebagai pencari uang. Sosok yang satu ini akan sangat terlihat saat pagi-pagi begini. Apalagi bagi mereka yang merupakan karyawan negara. Mau tidak mau mereka harus bangun pagi dan berangkat ke kantor tepat waktu. Perkara keterlambatan adalah perkara serius karena itu akan berpengaruh kepada reputasi dan pendapatan mereka.

Dan terakhir adalah keramaian yang datang dari arah bandara. Tempat datang perginya manusia-manusia dari luar maupun dalam kota Jogja. Dan aku turut meramaikan suasana Jogja pagi ini yang datang dari arah bandara.
*

Belum ada kepastian terkait rencana hidupku saat ini. Namun yang pasti aku akan membayar rindu-rinduku yang sudah kupendam selama tiga tahun belakangan. Banyak hal yang ingin kulakukan dan banyak tempat yang ingin kutuju.

Beberapa waktu yang lalu aku juga memiliki hutang untuk mendaki gunung. Dan hutang itu pasti akan segera kubayar. Tapi sebelum itu aku harus menarik napas terlebih dahulu di Jogja ini.

Bagi kebanyakan orang, pekerjaan adalah hal penting. Bagi seorang sarjana, mencari pekerjaan adalah  pekerjaannya. Mungkin itu yang juga harus kulakukan saat ini. Namun, rasanya aku tidak bisa mengingkari kata-kataku dulu yang berjanji tidak akan ikut-ikutan dalam peperangan dunia kerja. Aku ingin menjadi pengusaha saja. Atau kalau tidak, biar pekerjaan itu sendiri yang mencariku.

Bicara pekerjaan, aku menyimpan satu katu As. Di Jakarta sana aku telah ditawari oleh sebuah perusahaan yang sesuai dengan bidangku di keteknikan. Namun hal tersebut urung aku terima. Aku ingin menghabiskan beberapa bulan untuk berada di Jogja tercinta ini.

Jakarta memang kota dimana uang berputar-putar. Orang-orang di seluruh negeri berbondong-bondong pergi ke sana demi mencari selembar uang. Aku benar-benar membenci kenyataan seperti itu. Tapi anehnya di dalam hati kecilku ada semacam rasa penasaran yang menggebu-gebu. Ada keinginan untuk mencoba merasakan bagaimana kerasnya persaingan di kota yang didewakan itu. Mungkin ada saatnya aku akan pergi ke sana. Kita tunggu saja.

Aku akan membuka lembar baru bagi kehidupanku di Jogja ini. Pekerjaan, bisnis, organisasi, dan hobi sudah berkumpul di dalam otakku. Kita lihat saja apa yang akan terjadi ke depan. Satu hal yang masih juga menjadi pegangannku selama ini: tetap yakin dan percaya serta terus melangkah maju ke depan.
*

Novel Pendakian: MERBABU #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang