43

7 0 0
                                    

Trek kurang lebih masih sama seperti sebelumnya. Banyak pepohonan dan sesekali di samping trek terdapat jurang yang dalam.

Kami terus mendaki naik melewati jalan yang menyempit tak beraturan. Hingga sampai di ujung tanjakkan dan terlihat ada sebuah papan nama di sana.

“Pos 1” Seruku.

Kami sampai juga di Pos 1. Lokasinya datar namun tidak begitu luas. Kami hanya beristirahat sebentar meluruskan kaki kembali.

James masih saja kelelahan dan mengeluh. Namun atas dukungan dari yang lainnya semangatnya kembali berkobar. Kami harus segera melanjutkan ke Pos 2.

“Kau sudah baikan James?” tanya Alice setelah memberikan James makanan ringan dan air mineral.
“Never better than this.” James langsung berdiri.
*

Pendakian dilanjutkan. Cuaca sangat bersahabat. Tidak terlalu panas, dan juga tidak terlalu dingin. Pepohonan indah memanjakan mata. Menambah semangat yang selalu mengendur setelah melewati tanjakkan curam.

Tak ada hambatan yang bisa memutus semangat kami. Hanya tas gunung yang berat ini yang cukup membuatku ngos-ngosan. Begitupun bagi Henji dan James.

Mau malam ataupun siang. Keduanya bisa dibilang sama. Aku tetap berkeringat saat mendaki. Hanya saja malam lebih dingin. Kelebihan siang hari yakni lebih cepat untuk mengeringkan keringat. Dan lebih cepat pula membuat tubuh berkeringat.

Kaos yang kupakai sudah basah dari tadi. Aku membawa tas berisi salah satu tenda kami. Sedangkan Henji membawa satu lagi. Kemudian James membawa perlengkapan lainnya. Kami para pria yang paling mendapat beban berat.

James yang bertubuh besar sebenarnya tak menggendong beban seberat aku dan Henji. Hanya saja lemak-lemak yang menempel di tubuhnya ikut membebani James dalam mendaki. Bisa jadi itu yang membuat James kewalahan.

Sedangkan Alice dan Jennifer. Para wanita ini hanya membawa daypack. Mereka hanya kebagian mengurusi logistik makanan yang tak seberapa. Tentu saja bagi kami para pria itu bukan beban yang seberapa. Tapi memang dasar sifat alami wanita. Mereka selalu merasa membawa beban yang paling berat. Begitulah tabiat wanita.
*

Debu-debu tipis beterbangan. Butir-butirannya terlihat. Beberapa waktu yang lalu memang turun hujan dengan derasnya. Namun 2-3 hari ini cuaca panas dan cerah. Kadang sedikit mendung tapi tak turun hujan.
Jika melihat kalender musim di Indonesia sebetulnya minggu ini sudah masuk dalam musim penghujan. Namun sepertinya hujan akan turun pelan-pelan.

Tanah-tanah yang kami injak ini sudah mulai gembur dan sedikit basah. Debu-debu yang beterbangan mungkin adalah sisa-sisa musim panas kemarin. Mereka tidak menyerap air hujan sehingga tetap kering, terinjak, dan terseret kaki para pendaki yang lewat. Nasib bagi debu-debu di gunung.

Jenny yang waktu itu antusias mendengarkan cerita pendakianku ke Gunung Merapi, saat ini kulihat di wajahnya tampak senang. Jenny menikmati setiap pemandangan alam yang terjadi di sepanjang perjalanan ini.

Suara burung terdengar berpindah pindah kesana kemari memaksa Jenny untuk memalingkan wajahnya mengikuti sumber suara.

“Indah bukan suara burung itu Jenn?” aku berjalan pelan di belakang Jenny, mengimbangi irama jalannya.

“Betul Mada. Aku suka sekali suara burung. Yang seperti ini tak pernah kudengar di perkotaan di negaraku sana.”

Aku dan Jenny berjalan pelan. Tertinggal beberapa meter dari James. Sedangkan Alice dan Henji cukup jauh di depan.

“Dengarkan saja suara-suara itu sepuasmu Jenny. Aku akan terus di belakangmu. Tenang saja kita tidak akan tersesat.”

Jenny melanjutkan irama jalannya yang pelan dan aku tetap mengimbangi di belakangnya.
Tidak lebih dari 15 menit kemudian. Ada teriakan dari arah atas.

“Jenny... Mada....!! Kalian mendengarku?” Itu suara James.

Sebelumnya James berceloteh Never better...  jangan-jangan semangatnya sudah mengendur lagi.

“Kami segera tiba di sana James!” Aku berteriak.

“Ayo Ma... sepertinya kita harus lebih cepat.” Jenny mulai berjalan dengan cepat.

“Kamu benar Jenny.”

Semakin aku dan Jenny mempercepat langkah kami. Tak butuh waktu lama, tampak sosok James di depan sana. Ia terduduk kecapaian. Namun aku tak melihat ada Henji atau Alice di sana. James duduk sendirian. Tak tampak pula ada pendaki-pendaki lain yang mungkin juga sedang naik. Barangkali memang dari tadi kelompok kami sendirian. Rombongan lain sudah lebih dulu meninggalkan kami.

Aku dan Jenny akhirnya sampai juga di tempa James.

“Kamu baik-baik saja James?” tanya Jenny begitu sampai.

“Lumayan Jenn..”

“Dimana yang lain?” tanyaku gantian.

“Mereka berdua sudah di atas sana.
Mereka berjalan terlalu cepat.” James menunjuk ke arah atas ke sebuah bukit.

“Mada... apa kita sudah dekat dengan Pos 2?” tanya James lesu bersiap mendengar kemungkinan terburuk.

“Aku tidak ingat betul James. Aku harus lihat peta. Sialnya peta dibawa Alice.” Aku mengeluh.

“Jangan khawatir. Aku juga punya petanya.” Tiba-tiba Jenny mengeluarkan selembar peta yang sama dengan punya Alice.

“Dapat dari mana kamu Jenny?”

“Aku juga ambil dari basecamp tadi sebelum kita berangkat.” Jenny menjelaskan sama persis seperti Alice sebelumnya.

“Oke biar kulihat.” Kubuka peta yang terlipat ini.

“Jadi sekarang kita berada dimana Ma?” James tidak paham bagaimana menentukan posisi kami saat ini.

“Oke kita lihat sekeliling kita saat ini adalah pohon-pohon kecil. Pohon-pohon besar seperti sebelumnya sudah tidak terlihat lagi bukan? Itu artinya kita sudah keluar dari hutan.” Aku mencoba menjelaskan sebisaku.

“Betul juga katamu Ma.” James manggut-manggut setuju.

“Jika kita lihat di peta, kemungkinan besar sekarang kita berada di titik ini.” Aku menunjuk pada titik yang dilewati garis horisontal.

“Di sini dituliskan sebagai batas hutan...” aku melanjutkan.

“Jadi jika kita terus berjalan kurang lebih 10 menit lagi, maka kita akan sampai di...” belum selesai aku bicara Jenny buru-buru memotong.

“Pos 2. Betul kan?”

“Itu benar Jenn...” aku mengiyakan jawaban Jenny.

“Apa itu sungguhan Jen?” James seperti mendapat sinar harapan.

“Tunggu sebentar... Lihat Ma, dari Pos 2 menuju Pos 3 juga tidak begitu jauh. Artinya kita sebentar lagi bisa menghabiskan seluruh pos pendakian.” Jenny menghiraukan James. Rupanya ia fokus melihat ke peta dari tadi.

“Kamu benar juga Jenny.” Aku ikut senang.

James tiba-tiba berdiri. Mendengar aku dan Jenny mengatakan Pos 2 kurang dari 10 menit dan Pos 3 juga dekat.

“Kau baik-baik saja James?” Aku dan Jenny bertanya bersamaan.

“Never better than this...” James berdiri kokoh dan pandangannya tajam jauh ke depan.

“Ayo kita susul mereka berdua!”.

Novel Pendakian: MERBABU #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang