Hai, Mantan 02

188 11 1
                                    

Kita yang pernah bersama
Lalu, memutuskan
untuk membenci


Mata tajam alvin menatap kesekeliling lapangan. Urat leher cowok itu menonjol, menandakan ia benar-benar marah. Nafasnya naik-turun, cowok itu masih berusaha untuk menormalkan emosinya.
Tatapan alvin berhenti tepat disekumpulan siswa dan siswi yang tengah berkumpul dilapangan. Namun, tatapan cowok itu terkunci kearah seorang wanita yang tengah tertawa lepas.

Alvin sempat melirik kepada pak dodit yang tengah memberi arahan. Ia tak peduli jika gadis itu tengah mengikuti pelajaran olahraga. Yang terpenting sekarang, agar gadis itu memberikan barang yang telah dirampas.

Garneta terkejut bukan main saat seseorang tiba-tiba menariknya dari lapangan. Tentu saja aksi itu mendapat perhatian dari semua orang. Tak jarang diantara mereka berbisik ria, membicarakan hal yang bukan-bukan.

Garneta menghempas kasar tarikan alvin, gadis itu hendak berbalik. Namun, alvin dengan cekatan menahan gadis itu. Tatapan tajam kedua manusia itu beradu, seolah-olah ada percikan petir diantara tatapan itu.

"Balikin." suara alvin terdengar pelan, namun menusuk tajam.

Garneta terkekeh pelan, gadis itu benar-benar tak takut atas aura yang tengah dipancarkan alvin. "Apaan sih gak jelas."

Aww

Gadis itu terjatuh, dikala ingin melarikan diri namun alvin menyodorkan kakinya. Alvin menatap gadis itu datar, tak berniat ingin meminta maaf atau sekedar menawarkan bantuan. Alvin hilang akal, ia hanya ingin barang itu kembali.

Garneta bangkit dengan cepat, lagi-lagi tatapan tajam keduanya tak dapat terelakkan. "Jangan main kasar dong!."

"Balikin." suara dingin itu menusuk keindera pendengaran neta.

Alvin menatap tubuh garneta perlahan, lalu melangkahkan kakinya meninggalkan gadis itu sendiri. Seperkian detik ia menyadari sesuatu, dengan langkah besar garneta berlari untuk menyusul alvin yang hilang dimakan jarak.

Garneta membelalakkan matanya saat melihat semua barang didalam tasnya berserakan dimana-mana. Gadis itu menatap nyalang seorang cowok tampan yang memungut sesuatu. Lalu melangkahkan kakinya kesana.

"Brengsek!." garneta mendorong bahu alvin kuat, lalu menjongkokkan tubuhnya untuk mengemasi barang-barangnya kembali.

Alvin menatap datar kejadian itu, lalu melerai tatapannya dan berlalu pergi dari sana. Cowok itu menatap sendu sebuah barang yang tengah ia pegang. Sungguh, jika barang ini rusak atau hilang, entah apa yang akan terjadi padanya.

"Sepenting itu ya tu rubik?."

Sepenggal kalimat tadi membuat alvin menghentikan langkahnya. Garneta perlahan berdiri, menatap datar seorang cowok tampan yang juga tengah menatapnya.

Perlahan garneta mendekat, menatap cowok itu seperti tengah menuntut penjelasan. Lalu, tatapannya berganti menuju rubik yang tengah dipegang cowok itu. Melihat benda itu, membuat sekelibat bayangan masa lalu nan suram itu terfikirkan lagi.

"Gu-"

"Gak usah dijelasin juga. Gue paham kok, bahkan gue berani bertaruh lo bakalan ngorbanin nyawa lo cuman karna rubik itu." potong garneta.

Tatapan kedua manusia itu kembali beradu, tetapi ada yang berbeda. Tatapan itu seperti memiliki arti lain yang sulit didefinisikan. Neta melemparkan senyuman tipis, lalu perlahan melangkahkan kakinya  meninggalkan alvin berdiri mematung disana.

                               ■■■
Garneta melangkahkan kakinya pelan, menatap bebatuan yang sedari tadi ia lewati. Menyebalkan, mengapa ingatan pahit itu terbayangkan kembali. Padahal dahulu neta sudah mati-matian hanya ingin melupakan kenangan itu, namun ada saja hal yang membuatnya mengingat kembali kenangan itu.

Gadis itu menolehkan kepalanya, tatapannya beradu dengan alvin yang tengah berada diparkiran sekolah. Dengan cepat neta memutuskan kontak mata itu, ia muak dengan sorot mata itu.

Garneta semakin mempercepat langkah kakinya, ia hanya ingin cepat menghindar dari cowok itu. Sungguh, emosinya benar-benar tidak dapat dikontrol saat ini.

Tint!

Suara klakson itu membuat neta menoleh, disana bertengger seorang cowok tampan diatas motor sportnya.Neta tak peduli, gadis itu kembali melanjutkan langkahnya. Namun, pergerakannya terhenti dikala alvin mencengkal tangannya.

"Lepasin nggak!." neta menatal tajam cowok itu dibalik helm fullfacenya.

Cekalan itu melemah, membuat neta menarik tangannya kasar. Gadis itu memutar bola matanya jengah saat alvin membuka helmnya. Apa lagi yang akan dilakukan cowok itu?.

"Bareng?." tanya alvin.

Neta tertawa renyah membuat alvin mengerutkan dahinya bingung. "Sorry, gue alergi goncengan sama mantan?."

Alvin menatap datar punggung neta yang semakin menjauh. Seketika semua pertanyaan memuncah diotaknya. Hal yang dulu pernah terjadi mengalir begitu saja. Cowok itu menghela nafasnya kasar, lalu menjalankan motornya meninggalkan area sekolah.

***
Mohon
Vote
Dan
Comment ya:)

Hai, Mantan[Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang