End

287 12 0
                                    

Andai kita saling memahami
Mungkin sebuah perpisahan
Tidak akan terjadi


Langit tampak begitu gelap, sepertinya hujan akan segera turun. Dan suasana itu sangat memperjelas suasana hati garneta, gelap gulita.

Langkah kaki garneta terlihat gontai, bahu gadis itu merosot. Tercetak jelas aura keputusasaan pada gadis itu.

Seharian ini alvin tak nampak disekolahnya, cowok itu benar-benar sudah menghilang tanpa jejak. Karena hal itu, membuat garneta memutuskan untuk menemui alvin dirumah cowok itu.
Gadis itu lebih memilih untuk berjalan kaki, ia ingin menenangkan diri dahulu dari pada harus berdesak-desakan ditempat ramai. Bahkan, garneta mengabaikan peluh keringatnya yang bercucuran sedari tadi.

Langkah garneta terhenti, gadis itu mendongakkan kepalanya melihat sebuah pagar yang menjulang tinggi dihadapannya. Garneta tetap diam, ia tak berniat untuk meneriaki agar dapat segera membuka pagar itu.

Mata alvin melebar kaget, menatap seorang gadis yang berpenampilan kacau berada dihadapannya. Cowok itu hanya diam membeku, ia sangat sulit untuk memahami situasi.

Alvin hampir terjungkal dikala garneta menabrak hebat tubuhnya dengan sebuah pelukan. Cowok itu lagi-lagi hanya diam membeku, alvin hanya membiarkan gadis itu diam memeluknya.

Garneta menundukkan kepalanya, bahu gadis itu bergetar membuat alvin kelabakan. Cowok itu mengangkat pelan wajah garneta, raut wajah gadis itu sangat kacau.

"Ma-maaf."

Tentu saja alvin sangat kaget atas perkataan garneta, mengapa gadis itu meminta maaf padanya?. Padahal, alvin lah yang baru mengungkapkan sebuah pengakuan hebat kemarin. Apa gadis itu tak membencinya?.

"Lo, gak benci gue ta?. Lo kan ta-"

"Bukan lo vin. Bukan!. Tapi takdir." tutur garneta.

Alvin semakin tak mengerti akan perkataan garneta. Pemikiran cowok itu tiba-tiba menjadi buntu, ia sangat sulit untuk berfikir.

"Soal mama gue vin. Bukan lo yang menyebabkan mama gue meninggal. Bukan lo yang tabrak dia." tutur garneta.

"M-maksudnya?."

"Mama gue minum racun vin. Dan cuma karena takdir, mama gue menghembuskan nyawanya didepan motor lo."

"Mama gue stress semenjak papa gue yang meninggal. Dan, mama g-"

Alvin mendekap garneta kedalam pelukannya, gadis itu semakin terisak dalam pelukannya. Kenyataan yang didengarkannya beberapa menit yang lalu cukup membuat alvin tercengang.

Jadi, selama ini dugaannya benar. Saat kecelakaan itu, ia benar-benar yakin jika motornya tak menyentuh tubuh mama garneta sedikitpun. Namun, karena kondisi yang saat itu sangat mencekam, membuat semua pemikiran itu lenyap.

Garneta mengerutkan dahinya bingung saat melihat alvin menyodorkan sebuah rubik kepadanya. Seketika ingatannya berputar saat ia dan cowok itu bertengkar hanya karena rubik itu.

"Lo tau gak kenapa gue pertahanin rubik ini sampai setengah mati?." tanya alvin.

Garneta menggeleng pelan. "Gak vin. Gue kira, itu pemberian dari orang spesial."

"Lo benar. Itu dari orang spesial."

"Dan itu dari lo ta?." lanjut alvin.

Garneta mengerutkan dahinya bingung, kapan ia memberikan benda itu pada alvin?.

"Dulu, lo sering mainin rubik ini ta. Trus, lo kasi ke gue, suruh gue belajar. Kata lo, biar kita memiliki hobi yang sama." tutur alvin.

Garneta tersenyum manis, ia sekarang ingat pada hari itu. Dimana mereka merayakan satu tahun hubungan mereka. Bagaimana garneta dapat lupa?.

"Ta, gue langsung aja."

"Kita sama-sama tau jika kita masih saling mencintai. Jadi, lo mau balikan sama gue?."

                                 ■■■
Tangan panjang garneta terulur untuk merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Lalu menyodorkan sebuah helm pada alvin.

Garneta terlonjak kaget dikala alvin menggenggam tangannya, lalu menariknya memasuki sekolah. Tentu saja aksi itu mendapat perhatian penuh dari semua murid.

Alvin berdecak dikala semua orang benar-benar menunjukan keingin tahuannya pada hal yang terjadi. Cowok itu muak mendapat tatapan seperti itu, apa mereka tak bisa mengurus urusan mereka sendiri?!.

Langkah alvin terhenti ditengah lapangan, membuat langkah garneta juga ikut berhenti. "Apa lihat-lihat. Gue balikan sama garneta. Masalah buat kalian?!.

Gadis itu terkekeh pelan menyaksikan raut wajah masam alvin. Gadis itu menarik lembut tangan alvin, lalu membawa pergi cowok itu dari sana.

"Jika balikan sama mantan, sama halnya dengan membaca buku berulang. Endingnya akan tetap sama."

Sepertinya ungkapan itu tak selalu benar, jika memang balikan dengan seorang mantan sama halnya seperti tengah membaca sebuah buku. Apakah sebuah buku tak ada season duanya?.

Bisa saja bagian baru dari buku itu menceritakan kisah baru. Yang dibutuhkan hanya keberanian untuk mencoba.

Cinta hanya dapat dirasakan bagi orang-orang yang berani mengambil resiko. Orang-orang yang dapat menikmati pahit asam manisnya sebuah perjalanan cinta. Tanpa mengeluh akan situasi yang kadang memuakkan.

Sesama mantan kekasih tak harus saling membenci, kalian hanya perlu bersikap dewasa. Terlalu kekanak-kanakan untuk bersikap sedemikian.

Bukankah seorang mantan adalah orang yang dulu kalian harapkan untuk pernah terus bersama?.

***
Terimakasih buat yang udah
Baca cerita hei mantan

Mohon dukungannya buat
Cerita-cerita saya
Yang lainnya

Terima kasih:)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hai, Mantan[Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang