♠️ Chapter V - The Prince ♠️

1.5K 77 21
                                    

Ruangan luas itu memiliki rak buku yang menempel di keempat dindingnya, tinggi menjulang sampai ke langit-langit. Terdapat tangga kayu beroda yang bisa dinaiki untuk mengambil buku di rak atas.

Sepasang sofa kulit memanjang, mengapit meja kopi di tengah-tengah ruangan. Meja bar yang berisi botol-botol minuman berwarna-warni di sebelah meja kokoh pria itu seolah mengundang untuk minum. Jendela besar di sisi belakang membuat ruangan itu lebih benderang.

Pria tak dikenal itu berdiri dan tersenyum menatap Jane. Jas resminya disampirkan di sandaran kursi, sehingga dia hanya mengenakan kemeja lengan panjang. Bentuk wajahnya lebih pendek daripada Thomas, tetapi hidungnya lebih mancung tajam. Rambutnya pirang, tak seperti warna rambut Thomas yang hitam legam. Namun, ukuran badan mereka kurang lebih sama. "Good morning, Jane Watson. How's your flight?" tanyanya ramah.

"Good?" jawab Jane ragu. Dia memandang berkeliling. "Who are you?" tanyanya lagi.

Pria itu mengangkat bahu. "You can call me Phillip," jawabnya.

"Apa kau... seorang pangeran?"

Phillip mengangkat bahu. "Bisa disebut begitu. Aku sepupu Tom," jawabnya. Dia melangkah menghampiri Jane. "Kau suka istana ini?" tanyanya sambil melirik langit-langit.

"Ya. Aku suka tamanmu yang luas itu."

"Apa kau mau tinggal di sini?"

"Aku..." Jane tidak bisa menjawabnya. Kalau ditanya mau tinggal di istana atau tidak, tentu saja mau. Siapa yang tidak mau tinggal dalam kemewahan seperti ini? Tapi mengingat bahwa Kerajaan Vlada telah berbuat seenaknya, dia segera menghempaskan keinginan itu.

Phillip kembali tersenyum. Dilihat dari dekat, mata Phillip berwarna biru cerah. Sepasang alis tebal membingkai mata tajam itu. "Aku sadar bahwa menjadi keluarga kerajaan bukanlah hal mudah. Apalagi kau merupakan rakyat biasa. Ada banyak sekali aturan yang harus kau jalankan bila sudah resmi menjadi bagian dari kami."

Jane diam saja mendengarkan kalimat demi kalimat yang keluar dari bibir Phillip. Melihat pria itu membasahi bibir, membuat Jane terus memperhatikannya.

"So, Jane," lanjut Phillip, membuat wanita itu kembali ke bumi. "Apa kau yakin mau menikah dengan Tom?"

Jane mengerutkan kening. "Omong-omong, di mana dia?" tanyanya tanpa menjawab.

Phillip tergelak. "Tom selalu sibuk dengan kegiatan amalnya. Dialah yang paling rajin untuk urusan itu."

"Wait a minute!" Jane menyadari sesuatu. "Jadi, bukan Tom yang menculikku kemari?"

Phillip menundukkan kepala dan menghela napas. "Aku ketahuan," ujarnya.

"Kau? Untuk apa?"

"Aku mendengar soal perjodohan itu. Jadi kupikir, kenapa tidak langsung membawamu ke sini?"

"Jangan bilang bahwa kau juga yang membayar Ally untuk memecatku!"

Phillip menutup mulutnya, tapi dia mengangguk.

"You're crazy!" seru Jane. "Aku sudah bertahun-tahun bekerja di sana. Gajinya cukup besar untuk memenuhi kebutuhanku. Sekarang aku adalah pengangguran dan itu semua salahmu!" Sedetik kemudian dia tersadar bahwa dirinya sedang berbicara dengan seorang pangeran. Buru-buru dia mundur, mengantisipasi kalau-kalau Phillip berniat membentak atau memukulnya.

Namun, yang Phillip lakukan adalah meminta maaf. "I'm sorry. Aku tidak tahu pekerjaan itu begitu penting bagimu."

"Bagi orang yang kebetulan adalah keturunan raja, kurasa pekerjaan adalah hal terakhir yang kau inginkan," ujar Jane sinis. Sengaja dia menekankan kata 'kebetulan'.

Marrying The PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang