♠️ Chapter XXIV - Lost ♠️

795 54 12
                                    

Thomas tidak mengenakan pakaian formal, tapi hanya kemeja, jeans, serta boots. Penampilannya seperti layaknya peternak. Dia duduk santai di atas tumpukan jerami sambil memegang sebuah cangkir. "Coffee?" tanyanya, menawari Jane secangkir kopi sembari tersenyum jahil.

"No, thanks," jawab Jane. "Kau tidak ikut perayaan?"

"Aku mengikutinya dari awal. Kau pasti tidak menyadari kehadiranku karena terlalu sibuk dengan Granny dan Phillip."

"Oh...," Jane hanya mengangguk karena tidak tahu harus berkata apa.

Thomas meletakkan cangkirnya di lantai, kemudian berdiri. "Tadi aku duduk di barisan belakang, lalu berjalan dengan ibuku, Sir Becket dan Lady Mary, juga para tamu undangan lainnya," ceritanya.

"Karena kau datang terlambat?"

Pertanyaan itu membuat Thomas tertawa. "Ya, bisa dibilang begitu," jawabnya.

"Tak kusangka seorang pangeran diperbolehkan terlambat," ejek Jane.

"Hei, pangeran juga manusia. Lagipula, aku tidak mau menganggu kalian."

"Apa maksudmu?"

"Kalian terlihat bahagia sekali. Jadi, kupikir aku hanya akan menjadi orang tidak penting bila sengaja bergabung dengan kalian."

Jane merasa tidak enak pada Thomas. Dirinya yang bukan siapa-siapa malah mengambil posisi pria itu. "Sorry," ucapnya, membuat tawa Thomas bertambah keras. "What?" tanyanya tidak mengerti.

"Kau tidak seperti biasanya."

"Memangnya aku seperti apa?"

Thomas mengangkat bahu. "Biasanya kau selalu mendebatku, tapi kali ini kau lebih pendiam. Apa Phillip sudah mengajarimu tata krama kerajaan?"

"Phillip tidak mengajariku apa-apa."

"Berarti kau menunjukkan sikap sopanmu saja."

"Lalu, kenapa kalau aku bersikap sopan?"

"Tidak cocok untukmu."

Jane menggeram tidak tahan lagi. "Dengar, Tom! Kurasa aku tidak bersalah jika tidak meladeni segala ucapanmu. Aku cuma mencoba agar kita tidak selalu mendebatkan hal-hal kecil. Tapi ternyata kau memang ingin membuatku naik darah setiap kali kita bertemu. Sekarang, aku tanya padamu, sebenarnya apa yang kau inginkan dariku, Tom?"

Thomas diam selama beberapa detik, kemudian tersenyum. "Apa kau ingat awal pertemuan kita?" tanya Thomas tanpa menjawab Jane. Pria itu maju selangkah. Kini jarak mereka hanya tinggal setengah meter.

Jane terkejut atas pertanyaan dan sikap Thomas. "What are you doing?" Wanita itu waspada.

"Aku hanya menyegarkan kembali ingatanmu," jawab Thomas. "Kau masih ingin ke toilet?"

Memori tentang Thomas dan toilet merupakan hal buruk bagi Jane. Di situlah pertama kalinya Thomas menciumnya ketika sedang mabuk. Semakin lama Jane berpikir, maka jarak antara dirinya dengan Thomas semakin sempit, sehingga dia memutuskan untuk mundur.

Tetapi hal itu agaknya menjadi menarik bagi Thomas. Dia terus melangkah maju tanpa melepaskan tatapannya dari mata bulat Jane.

"Aku tidak punya waktu untuk ini. Tom, stop!"seru Jane hampir berteriak. Kaki Jane tetap mundur meski gemetar. Beberapa kali dia menginjak permukaan tidak rata di belakangnya, hingga akhirnya punggungnya merasakan dinding kayu. Otomatis langkahnya terhenti. Dia menelan ludah.

"Nampaknya rutemu sudah habis," bisik Thomas, membuat Jane merinding. "Kau bertanya apa yang kuinginkan darimu. Aku ingin kau menyadari posisimu bahwa kau tidak sepadan dengan Phillip. Dia adalah seorang pangeran, sedangkan kau hanya rakyat biasa."

Marrying The PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang