♠️ Chapter XX - Rejected ♠️

888 52 2
                                    

Thomas menoleh dikarenakan umpatan Jane. "Ada apa?"

"Aku lupa mengabari Phillip. Aku berjanji akan memberitahunya bila mau pulang. Sekarang sudah jam 9 malam. Dia pasti marah," Jane masih menyentuh-nyentuh layar ponsel, menghitung seberapa banyak panggilan yang tidak terjawab olehnya. "Ada pesan dari Jill juga."

Thomas tertawa, keras sekali. "Aku yakin dia tidak akan marah," katanya.

"Bagaimana kau bisa yakin?"

"I know him. Aku tidak pernah melihatnya marah. Dia tidak bisa marah. Mungkin marah tidak ada dalam kamus hidupnya. Manusia macam apa dia?" gerutu Thomas sendiri.

Kali ini Jane menoleh. "Kau iri padanya?"

Thomas mengerutkan kening. "Iri karena tidak bisa marah? Yang benar saja," katanya meremehkan, lebih kepada penyangkalan.

Jane memutar bola matanya. "Bisakah kau mempercepat mobil ini?"

"Tentu."

🏅🏅🏅🏅🏅🏅

Sementara itu, di Fadar Palace, penjaga istana mengumumkan kedatangan Aileen. Wanita itu menganggukkan kepala kepada si penjaga.

"Silakan masuk, Aileen," kata Phillip yang mengantar Aileen ke ruang kerjanya.

"Di mana orangtuamu?" tanya Aileen sambil melihat sekeliling. "Di sini sepi sekali."

"Mereka sedang berada di Australia. Kau mau minum apa?"

Aileen berjalan pelan, membaca sekilas judul-judul buku yang terpajang di rak. "Apa saja yang kau punya," jawab Aileen tanpa mengalihkan matanya dari buku itu. "Kau masih memajang buku Keyush."

"Ya. Aku suka membaca buku karangannya. Dia menulis dengan baik," puji Phillip sambil menuangkan es batu dan gin ke gelas yang tersedia.

"Menurutku, jika bukan karena dirinya merupakan anggota kerajaan, dia tidak akan sepopuler itu," cibir Aileen.

Phillip menghampiri Aileen dan mengambil satu buku karangan Keyush dari rak. "Bacalah ini. Kau mungkin suka," katanya, lalu duduk di sofa setelah memberikan gin dingin dan buku itu.

Aileen membaca judulnya, The Sun Is Going Down. "Tentang apa?"

"Selalu ada sinopsis di sampul belakang."

Merasa terhina, Aileen sedikit merengut. Dibawanya buku itu ke sofa seberang Phillip, lalu mulai membuka halaman pertama.

"Jadi, apa yang mau kau bicarakan?" tanya Phillip.

Aileen melirik pangeran tampan itu. "Aku sudah lama tidak ke sini, dua atau tiga tahun. Aku ingin tahu apakah kau sudah berubah pikiran," jelasnya seraya menyesap sedikit gin. Dia meletakkan gelasnya di meja.

Phillip tersenyum. "Ya, aku sudah berubah pikiran," jawabnya.

Air muka Aileen berubah cerah. Dia puas dengan jawaban yang diberikan Phillip. "Benarkah?" Buku di tangannya ditutup dan ditaruh begitu saja di samping gelas.

"Tapi sedikit berbeda dari bayanganmu saat ini."

"Maksudmu?"

"Aku sudah memiliki calon tunangan."

Aileen menarik napas. "Jane?"

"Kalau dia berminat."

Aileen kecewa, sangat kecewa. Dia ingat bagaimana dulu Phillip yang mengejar-ngejar dirinya. "Tapi kau...

"Yes, I loved you, Aileen."

Mendengar bentuk kata kerja lampau dari Phillip membuat Aileen sakit hati. Dia cukup bodoh dengan menolak cinta Phillip. Dulu mereka sangat dekat, tetapi itu bukan cinta baginya. Saat Phillip menyatakan perasaannya, dia sedang mencintai orang lain.

"Tapi kau mencintai Tom. Karena itulah aku mundur teratur," lanjut Phillip.

Aileen langsung lesu. "Apa tidak ada kesempatan lagi? Kau pun harus yakin Jane akan membalas cintamu. Kulihat kalian tidak seperti sepasang kekasih."

Ketukan pintu membuyarkan obrolan mereka.

"Silakan masuk," kata Phillip, berharap Jane yang datang.

Namun, ternyata bukan. Jill menyembulkan kepala di antara daun pintu yang terbuka. "Hi, Phillip," sapanya sambil tersenyum kecil. "Apa aku mengganggu?"

"Tidak, Jill. Masuk saja. Perkenalkan, ini Aileen. Aileen, ini Jill, adik Jane."

Aileen terbelalak kaget. "Adik Jane Watson?" tanyanya terperangah.

Jill menyodorkan tangannya untuk bersalaman. "Kau kenal kakakku? Kami memiliki warna rambut yang sama," candanya.

"Aileen Saoirse Durrant from London," kata Aileen memperkenalkan diri sambil menyambut tangan Jill.

"Wow! Aku ingin sekali ke London, begitu juga dengan suamiku, Harry. Dia ingin mengunjungi Stamford Bridge. Kau tahu, laki-laki dan sepakbola tidak bisa dipisahkan. Maaf, aku melantur," Jill tersadar dirinya berbicara tanpa henti. Hal itu membuat Phillip tergelak. "Phillip, aku hanya ingin bertanya, apakah Jane sudah pulang? Aku tidak bisa menemukannya di mana pun, pesanku juga tidak dibalas. Jangan sampai kau menyekapnya di salah satu ruangan."

Aileen kebingungan melihat sikap Jill. Dia sampai terdiam dibuatnya.

"Sayangnya belum. Aku sudah mencoba menghubunginya tapi tidak dijawab. Mungkin dia masih ingin jalan-jalan di luar," duga Phillip.

"Ya, kau benar. Baiklah, aku permisi dulu. Senang bertemu denganmu, Aileen," Jill keluar begitu saja dan seketika ruangan itu menjadi sepi.

Aileen menatap Phillip. "Kau bahkan memboyong keluarganya ke sini," katanya.

"Kau keberatan?" balas Phillip.

"Tidak, tapi kupikir kau berlebihan, Phillip."

"Tidak ada yang berlebihan dalam hal cinta. Kau mencintai seseorang sampai rela mengabaikan segalanya. Kau hanya fokus padanya, sehingga berpikiran bahwa dialah yang memegang kendali duniamu."

Aileen menghela napas. Dia sama sekali tidak percaya Phillip yang dikenalnya kini tak lagi mencintainya. "Kau berubah, Phillip," katanya.

"Tidak. Aku tetaplah Phillip yang dulu mencintaimu hingga tidak mempedulikan tugas-tugas negaraku. Bahkan, aku tidak datang ke acara penobatan ayah sebagai putra mahkota karena hari itu adalah hari ulang tahunmu."

Perkataan Phillip terasa menohok jantung Aileen. Namun, dia tidak berhenti di situ. Keinginannya memenangkan hati Phillip sungguh besar. Dia tidak rela pangeran itu jatuh ke tangan Jane. Karena itu, dia harus mengatur strategi. "Kudengar minggu depan kalian akan mengadakan acara panen. Aku ingin melihat, apakah Jane Watson pantas bersanding dengan Prince Phillip Arthur Freinsted. Apa yang akan orangtuamu bilang jika ternyata dia hanyalah seorang wanita dari kalangan biasa?" Wanita itu meminum gin-nya sampai habis, lalu berjalan angkuh ke pintu. "Sampai jumpa minggu depan, Phillip."

Kekesalan Aileen mulai memuncak. Dia masih saja terheran-heran dengan sikap Phillip yang terang-terangan menolaknya. Wanita cantik itu dikejutkan dengan pernyataan penjaga istana yang mengatakan Jane dan Thomas datang.

"Sudah kubilang, dia tidak akan marah," kata Thomas, lalu terhenti oleh kehadiran Aileen di depan pintu ruang kerja Phillip.

🥑🥑🥑🥑🥑

Bersambung ke chapter selanjutnya!

Hai, maap ya aku kelamaan. Sebenernya udah beberapa hari yg lalu chap ini selesai ditulis tapi belum diedit hehehe..

Belakangan ini aku ngantuk dan pusing. Kalo posisi tengkurap, kepalaku kayak mau pecah 😭😭

Doakan aku cepat sembuh yah guys 😁

See ya...

03MARET2020

Marrying The PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang