♠️ Chapter VIII - Challenge ♠️

1.1K 64 13
                                    

"Phillip," Grace sama terkejutnya dengan Jane. "Kau sadar dengan apa yang kau katakan?" Keningnya sampai berkerut saking herannya.

"Apakah ada yang salah dari ucapanku?" tanya Phillip.

"Dia ini sepupumu," kata Grace menunjuk Thomas.

"Yang sudah menolak perjodohan," sambung Phillip. "Biar kutanyakan padanya. Brother, apa kau bersedia kugantikan sebagai tunangan Jane Watson?"

Thomas mengangguk. "Aku setuju," ucapnya. "Mother, kau tidak bisa memaksakan kehendakmu terhadap orang lain. Mungkin Jane pun akan lebih menerima Phillip daripada aku."

Grace menarik napas. "Apa yang akan dikatakan ibunya padaku nanti?"

"Aku yakin ibunya akan setuju karena Phillip-lah yang mewarisi tahta kerajaan ini."

"Hey!" teriak Jane. Dia tidak peduli lagi dengan kesopanan karena keluarga kerajaan pun tidak menghargai dirinya. Wanita itu sudah naik darah. Setelah mendapatkan perhatian ketiga orang berdarah biru itu, dia berkata, "Kalian semua gila! Aku, ibuku, dan Jill hidup bahagia tanpa bergelimang harta dan kekuasaan. Kami menjalani hidup kami dengan bersyukur. Kau merenggut pekerjaanku!" Dia menunjuk Phillip. "Kau memaksaku!" Ditunjuknya juga Grace. "Dan kau membuatku muak!" Thomas pun tak lepas dari telunjuknya. "Kalian tidak berhak mencampuri hidupku. Aku bukanlah boneka yang bisa kalian atur seenaknya hanya karena kalian keluarga kerajaan. Aku akan pulang sekarang juga. Permisi," Jane segera melangkah cepat menuju kamarnya.

Tinggallah Grace, Thomas, dan Phillip yang masih melongo di ruang makan.

🐷🐷🐷🐷🐷

"Dikiranya aku mau tinggal di istana besar tapi dingin ini. Aku tidak butuh ini semua. Tak kusangka mereka semua gila," gerutu Jane sambil membereskan barang-barangnya. Dia pun melepaskan dress cantik dan sepatu yang dikenakannya. Namun, dia lupa bahwa baju kerjanya sedang dicuci. Tidak mungkin dia keluar hanya dengan pakaian dalam, sehingga dia memakai lagi dress itu.

Thomas melihat semuanya dari pintu kamar yang terbuka. Dia bersandar di kusen, bertumpu pada punggungnya. Pria tampan itu tidak dapat menahan tawa.

"Sejak kapan kau di situ?" tanya Jane yang baru menyadari kehadiran Thomas. Dia malu sekali, tapi sengaja menunjukkan ekspresi wajah cemberut.

"Sejak kau membuka baju dan memakainya kembali," jawab Thomas santai.

Jane memilih untuk tidak meladeni Thomas karena hanya akan membuatnya murka. "Akan kukembalikan baju ini begitu aku sampai di rumah, okay?"

"Dress itu cukup mahal, tapi terserah padamu," Thomas mengangkat bahu.

Jane menggelengkan kepala, lalu mengambil ponsel yang baterainya masih diisi. Dicabutnya kabel charger dan dirapikannya. Dia pun memakai sepatu kerjanya dan meletakkan sepatu dari Vlada di depan lemari pakaian.

"Apa kau selalu seperti ini?" tanya Thomas yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Jane.

"Seperti apa?"

"Merapikan segala sesuatu."

"Aku tidak ingin ada bekas-bekasku di sini. Anggap saja aku tidak pernah kemari."

"Lalu, bagaimana dengan baju itu?"

Jane mendengus. "Sudah kukatakan akan kukembalikan," katanya datar.

"Bagaimana bila aku menginginkannya sekarang?"

"Kau bilang terserah padaku."

Thomas berjalan mendekati Jane setelah menutup pintu di belakangnya. "Ya, tapi itu bukan milikmu," katanya.

Marrying The PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang