Fly me to the moon
And let me play among the stars
Let me see what spring is like
On Jupiter and Mars
In other words, hold my hand
In other words, darling, kiss mePandangan Nia menunduk, menatap gawai gitar ditangannya. Memang gadis itu sedikit bisa memainkan gitar, walau hanya menggenjreng tak jelas. Berbekal video tutorial youtube dan praktek bersama Akmal, akhirnya gadis itu sedikit demi sedikit mulai menguasai gitar. Ya walau tidak semahir kakaknya, Akmal.
Lelah memetik gitar, gadis itu menyenderkan punggungnya pada tembok balkon. Matanya menatap langit, menerawang peristiwa beberapa jam lalu yang membuatnya galau mendadak.
"Diem-diem bae!" Nia terperanjat kaget saat seseorang menepuk pundaknya keras.
"Mas Akmal!" Raut garangnya otomatis muncul, siap menghakimi si pembuat onar.
"Apa? Mau lapor ke ibu? Dasar tukang lapor." Akmal mendesis tajam.
Gadis itu memutar bola mata kesal. Berdebat dengan Akmal sama sekali tak akan membuatnya untung. Bisa-bisa dirinya yang akan cepat tua karena laki-laki itu. Sayang dong skincare mahal yang ia beli dari hasil kelaparan agar uang sakunya tetap utuh.
"Kamu kenapa? Galau mulu perasaan. Cowok aja nggak punya, sok-sokan galau," Akmal mengambil duduk di sebelah Nia sembari membuka bungkus kacang Supro.
Nia berdecih kesal. Tidak tahu saja jika dikampus dirinya menjadi incaran. Incaran masalah maksudnya. "Kepo," Tak ingin ambil pusing atas ledekan Akmal, gadis itu memilih melanjutkan menggenjreng gitar asal. Rasanya hatinya kian terombang-ambing setelah pertemuannya dengan Pak Awan siang tadi.
'Menikahlah dengan saya.' Cih, sebegitu gampangnyakah Pak Awan mengucapkan hal itu? Hei, melamar wanita bukan untuk bersenang-senang dan ajang tebar pesona. Tunggu dulu! Melamar? Ia saja tidak yakin jika Pak Awan benar-benar melamarnya. Karena kalimat selanjutnya yang Pak Awan lontarkan membuatnya overthinking hingga saat ini.
"Narnia..."
Mata gadis itu mengerjap berulang kali, masih terlalu terkejut dengan kalimat Pak Awan barusan. "I-iya, pak."
"Saya bilang, menikahlah dengan saya." Pak Awan mengulangi kalimatnya dengan nada rendah.
"Pak Awan melamar saya?" Gadis itu menatap Pak Awan dengan keterkejutan yang kentara.
Ujung alis Pak Awan terangkat, "Menurut kamu?" Lelaki itu membuka lacinya lalu mengambil sesuatu di dalamnya. "Itu cincinnya, kamu pasti bisa pakai sendiri, kan?" Pak Awan meletakkan kotak berwana biru berbalut kain beludru. Tampak di atas kotak tersebut terukir lettering bertuliskan 'Marry Me?'
"Silahkan di ambil kotaknya, setelah itu silahkan keluar. Pintu keluar di samping kanan, kalau kamu lupa." Ujar Pak Awan tanpa menatap Rania. Hal itu sontak menghadirkan kernyitan di dahi Rania. Ini Pak Awan beneran melamar atau hanya main-main? Dan ini... Pak Awan mengusir dirinya?
Rania mengambil kota biru beludru tersebut. "Pak, ini buat saya?" Tanyanya memastikan.
"Iya. Sebagai tanda kamu menerima lamaran saya." Jawabnya enteng.
Mata Nia melebar seketika. Tangannya refleks bergerak mengambalikan kotak tersebut ke atas meja. Namun, sebelum tangan gadis itu sampai di atas meja, teriakan galak Pak Awan membuatnya terperanjat kaget.
Gadis itu refleks menatap Pak Awan yang memanggil namanya dengan tangannya yang masih terjulur di atas meja. "Barang yang sudah di ambil tidak boleh dikembalikan. Kamu mengerti tidak?" Suara galak Pak Awan terdengat menginterupsi untuk segera menarik kembali tangannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Awan
RomanceDosen - Mahasiswa Series 2 Humor - romance - teen fiction. Menjadi mahasiswa tingkat akhir dengan segala tanggung jawab akhir yang harus di selesaikan membiat Rania buntu. Tak hanya itu, skripsinya yang sudah lama ia kerjakan terus mendapat penolaka...