Rania menggenggam pisau belumur selai kuat. Matanya menatap tajam sosok mirip setan dihadapannya. Raut wajahnya kentara sekali sedang kesal dengan rahang yang mengetat erat. Berbeda dengan Rania yang sudah mengebul kepanasan, sosok mirip setan itu malah anteng menyantap sarapannya, seakan tak pernah terjadi sesuatu sebelumnya. Tolong ingatkan Rania untuk tidak melemparkan pisau ditangannya pada titisan setan dihadapannya itu.
"Jadi, sekarang Awan jadi dosen?" Nia mendengus kesal, Ibu sepertinya tertarik sekali dengan setan tengil itu.
"Saya dosen di FKIP, tante." Cih, sok banget. Di depan Ibu aja sopannya nggak ketulungan, coba kalau sama mahasiswanya, mulut Pak Awam pasti nggak akan berhenti julid.
"Wah, FKIP ya? Rania juga kuliah di FKIP, loh. Mas Awan pernah ketemu Rania di kampus? Atau malah jadi dosennya?" Ibu Nia terkiki geli. Dari sorot matanya, sepertinya Ibu benar-benar tertarik pada Pak Awan. Terbukti dengan tingkah ibu yang langsung berubah hangat, berbanding terbalik dengan keseharian ibu yang selalu mengomel tiada henti.
Pak Awan tersenyum hangat. "Saya dosennya Rania, bu." Sekejap, Nia sedikit terperangah. Baru kali ini dirinya melihat Pak Awan tersenyum sehangat itu. Oh, atau mungkin dirinya saja yang tak terlalu memperhatikan Pak Awan selama ini? Ah, bodo amat lah.
Ibu nampak terkejut mendengar ungkapan Pak Awan. "Oh, ya? Rania nggak nakal kan di kelas?" Nia memutar bola mata malas. Selalu saja berakhir seperti ini. Nia bukan anak sekolahan lagi yang harus dikontrol orang tua setiap saat. Nia sudah anak kuliahan. Lagipula, umur Nia sudah mencapai kepala dua, loh. Mau sampai kapan terus-terusan dikontol seperi ini. Ck, awas saja jika Pak Awan berani mengadu pada Ibunya, akan Nia beberkan kekejaman dosennya itu pada Ibu.
"Rania nggak nakal tante, hanya saja dia sering ketiduran di kelas saya, sering melamun di kelas, tidak pernah fokus, dan selalu telat datang saat mata kuliah saya." Rania gelagapan dibuatnya. Matanya menatap Pak Awan tak percaya, berani juga lelaki dihadapannya ini membongkat aibnya. Ya, walau seluruh ucapannya merupakan fakta. "Benarkan, Rania?" Pak Awan balik menatap Nia tajam.
Mata Nia mengedip beberapa kali, mencoba memberi isyarat pada Pak Awan untuk diam. Namun yang ditatap malah tak bisa diajak kompromi. Lelaki itu balik menatap Nia dengan mata menyipit dan kernyitan didahi, seakan lelaki itu berkata, "Mata kamu kelilipan baja beton?"
"Rania emang nakal Nak Awan. Dia itu bandel banget. Kerjaannya cuma makan, tidur, nonton film. Pernah nih tante mergoki dia nonton film sampai jam tiga pagi. Ini anak bukannya ngerjain tugas, malah nonton film mulu." Mendengar kalimat ibu, Nia langsung panik dibuatnya. Ibunya ini sepertinya sudah menemukan teman gosip yang cocok. Ibu yang doyan gosip, dan Pak Awan yang julid. Aduh, jika seperti ini keadaannya, ibu tidak akan berhenti membicarakan aibnya pada Pak Awan. Mau ditaruh mana mukanya nanti jika bertemu Pak Awan.
"Oh, pantas. Ternyata alasan kamu serinh telat ngumpulin tugas karena nonton film sampai jam 3 pagi." Pak Awan mengangguk beberapa kali. "Saya harus kasih nilai kamu berapa ya di semester ini?" Lelaki itu tersenyum miring. Matanya tak lepas menatap Nia yang sudah panik ditempatnya.
Loh kok jadi nilainya yang dipertaruhkan?
"Loh, Pak..." Mulutnya terbuka lebar hendak protes. Namun sebelum berhasil menyuarakan kalimatnya, tangan mulus Ibu sudah nangkring di pinggangnya. Menjumput sedikit daging di pinggang Nia, hingga membuat siempunya mengaduh kesakitan. "Nggak sopan nada bicaranya!" Tegur Ibu.
Bisa ditebak, gadis itu langsung badmood dibuatnya. Sudah jadi bahan gibahan, dicaci-maki, sampai nilainya yang dipertaruhkan, sekarang malah dirinya pula yang disalahkan. Padahal yang memulai semua ini 'kan Pak Awan, tapi mengapa dirinya yang jadi kambing hitam. Cih, memang ya, bakat pencitraan dan pansos milik Pak Awan memang tiada tanding.

KAMU SEDANG MEMBACA
Awan
RomanceDosen - Mahasiswa Series 2 Humor - romance - teen fiction. Menjadi mahasiswa tingkat akhir dengan segala tanggung jawab akhir yang harus di selesaikan membiat Rania buntu. Tak hanya itu, skripsinya yang sudah lama ia kerjakan terus mendapat penolaka...