Bertanding di laga bergengsi dengan sorak-sorai yang membahana, siapa yang nggak doyan?
Kim Jongin tahu persis rasanya.
Hari ini, entah mengapa, sorak-sorai terdengar sangat heboh. Paling ramai dalam sejarah permainannya sebagai anggota tim basket sekolah. Tentu saja, awalnya Jongin bahagia, bangga, senang, dan tentu saja tidak kelupaan: ge-er.
Namun lama-lama, ia agak curiga. Telinga dan matanya sudah terlatih untuk selalu siaga selama pertandingan, yang ternyata berfungsi bukan cuma buat menangani permainan itu sendiri, melainkan juga awas pada keadaan di tribun. Rasa-rasanya agak berlebihan. Masa setiap kali ia menangkap bola dan meneruskannya untuk temannya pun, ada sekelompok kecil perempuan yang langsung jadi ribut?
Pada sebuah kesempatan, Jongin melihat ke arah keramaian lokal tersebut.
Asalnya bukan dari bangku tempat duduk Seulgi. Jongin segera kembali ke permainannya, ingin mencoba mencetak nilai untuk menguji sekali lagi.
Dengan mengatur-atur strategi secara cepat dan memperhatikan situasi lapangan, Jongin akhirnya berhasil mendapatkan kesempatan spontan untuk mencetak angka dari area pinggir lapangan, three point.
Benar saja, kehebohan berlangsung dari sana. Jongin menoleh. Tak begitu jauh dari kelompok yang terdiri dari kira-kira empat perempuan itu (ia cuma mengira-ngira karena hanya sekilas lirik), ada Seulgi, yang tampak sangat santai dan menikmati berondong jagung ukuran jumbo. Jongin tersenyum, melambaikan tangan.
Yang heboh adalah perempuan-perempuan itu. Seulgi berusaha untuk balas tersenyum dengan pipi penuh berondong jagung, gembil seperti hamster.
. . .
Di luar stadion tersebut, ada beberapa truk makanan yang menyediakan beragam jajanan, mulai dari makanan rebus, goreng, minuman aneka macam, hingga makan besar seperti rice box. Jongin menemani Seulgi di salah satu truk untuk makan sosis panggang. Ia masih memakai seragam bertandingnya, handuk kecil di leher, dan ranselnya yang nyaris kosong dicangklong di bahu kiri. Ia cuma makan satu, sementara Seulgi sudah dalam proses menghabiskan sosis ketiga.
Ia mulai kepikiran lagi. Soal sekelompok cewek berisik itu. Bagaimana kalau Seulgi tahu, lalu cemburu? Bagaimana kalau Seulgi malah diserang oleh mereka gara-gara dirinya?
Duh, idih, kege-eran juga gue ya?
Jongin ingin menyalahkan webtoon yang belakangan ini mereka baca bersama untuk riset. Gara-gara tema perundungan di webtoon tersebut, ia jadi mulai sering mengamati sekitar dan peka pada kemungkinan-kemungkinan serupa di sekelilingnya.
Lamunan Jongin buyar gara-gara kelompok cewek itu berlalu di belakang Seulgi, sengaja berhenti untuk curi-curi pandang padanya, sebagian melambaikan tangan padanya, menampakkan senyum terbaik mereka.
Hanya sekilas pandang pun, bisa Jongin bilang mereka cantik-cantik. Sengaja memakai riasan natural yang membuat orang-orang betah memandang.
Sesaat kemudian, Jongin langsung mengalihkan perhatian pada Seulgi. Perempuan itu sedang cuek pada seluruh dunia kecuali makanannya, saus sosis belepotan di sekitar bibir bahkan sampai pipinya, duduk dengan kaki agak terbuka. Jongin berdecak, lalu menepuk pelan lutut Seulgi.
Seulgi mengangkat pandangan ke arahnya. Mengerti akan tepukan itu, dia langsung menutup kakinya dan nyengir. "Sori. Keinget di rumah."
Rumah. "Ya udah, pulang aja yuk."
"Bentar. Nanggung. Gue abisin sausnya dulu." Seulgi menyapu seluruh wadah dengan sisa sosis. Dia melahap potongan besar itu sekali suapan saja.
"Numpang mandi di tempat lo ya. Gue lupa bawa kunci, orang rumah jam segini belum ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
blooming days
FanfictionMasa SMA katanya masa yang paling keren, paling rame, paling seru, masa saat banyak hal bersemi. Gimana sih dua geng ini menghadapinya? {exo x red velvet daily school life!au, each chapter can be read separately}