cake (sehun, yeri)

704 57 14
                                    

Jika ini semacam serial komedi romantis, atau semacam drama, atau barangkali film, pengarah adegan akan meminta Sehun untuk membetulkan dasinya, berdeham, atau menjilat telapak tangannya untuk kemudian merapikan rambutnya agar tetap licin.

Oke, lupakan. Ini bukan film atau serial. Sehun cuma menjalani kehidupannya yang biasa ...

... di momen yang sedang tidak biasa.

Sekali lagi, ia menekan bel.

. . .

Yerim menghitung detik pada jam kecil di meja belajarnya. Empat ratus sembilan puluh satu detik sejak pesan terakhir Sehun yang bilang, bentar lagi gue sampe.

Gabut bener ngitung detik segala, tapi, percayalah, itu lebih baik daripada nggak ngapa-ngapain.

Lagipula, hitung detik menuju sesuatu yang bakalan menyenangkan itu rasanya juga sangat membahagiakan.

Sejurus kemudian, ada bunyi bel. Yerim langsung melompat dari kursi belajarnya. Lalu menghampiri cermin. Memastikan liptint-nya tidak coreng-moreng, rambutnya tetap terlihat natural—penataan sedikit agak berantakan tapi tidak norak—dan bajunya tidak terlalu mencolok.

Bunyi bel lagi. Yerim melesat ke pintu depan.

. . .

"Hai Kak."

"Halo."

"Ayo, masuk." Yerim melebarkan bukaan pintu. Sehun mengucapkan thanks yang begitu pelan, membuat Yerim tersenyum. "Tumben-tumbenan banget, nih, Kak Sehun."

Sehun turut menyunggingkan senyum. "Iya, sori ya ganggu. Gue suka macaron buatan elo, sih."

"Hehe, makasih." Di dalam benak Yerim, ada sepasukan Yerim-Yerim kecil dalam wujud cheerleader yang sedang bersorak-sorai.

"Dan gue mau belajar dari elo."

Yerim mengangguk-angguk, sengaja berjalan pelaaan sekali menuju dapur. "Buat siapa, nih, macaron-nya?" Dia membawa percakapan mengalir dengan natural, sebuah kemampuan alaminya. "Buat cewek, ya, jangan-jangan?" Menanti jawabannya, Yerim deg-degan sekali.

"I-iya."

Yerim mengangguk-angguk. "Ciyeeee."

Sehun cuma senyum tipis.

Yerim kemudian sengaja membuat dirinya tertinggal beberapa langkah.

Sepasukan cheerleader dalam benaknya tadi langsung melipir, pundung di pojokan, di atas kepala mereka ada awan mendung.

Dengan spontanitas yang nyata, Yerim mengeluarkan ponsel dari saku celana santainya,

yerim: gengs!!! buat cewek katanya ㅠㅠ

. . .

"Buat cewek katanyaaaa!" Seulgi heboh membaca isi pesan Yerim yang sudah mereka tunggu-tunggu.

"OMG jadi selama ini tuh Sehun ngelirik cewek lain? Lah kata temen-temen segengnya aja Sehun bucin banget ke Yerim?" Wendy menepuk kedua pipinya sendiri.

"Gimana dong? Yang selama ini false alarm apa gimana? Mana Sehun yang rela sepedaan puluhan kilo cuma buat Yerim?" Sooyoung ikut-ikutan panik.

"Apa jangan-jangan gara-gara tarik-ulur mulu makanya Sehun narik diri?" Wendy berasumsi.

"Oh! Atau—atau gini!" Seulgi menepukkan tangannya satu kali, nyaring sekali, "Sehun mau bikin Yerim cemburu! Ngetes gitu ceritanya?"

"Bentar, bentar. Kita tunggu dulu deh," dengan bijak Juhyun menyuruh mereka tenang. "Tunggu dulu, lah. Sehun aja baru dateng."

blooming daysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang